Berkoneksikan Militer, Konglomerat Myanmar Disanksi Inggris
Inggris mengeluarkan sanksi kepada konglomerat Myanmar karena hubungannya yang erat dengan kepemimpinan militer. Menurut Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab, junta militer Myanmar dengan sembrono membunuh warga sipil yang tidak bersalah, termasuk anak-anak.
Inggris menjatuhkan sanksi kepada Myanmar Economic Corporation (MEC) karena terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius dengan menyediakan dana bagi militer Myanmar, serta hubungannya dengan tokoh-tokoh militer senior.
"Militer Myanmar telah tenggelam ke titik terendah baru dengan pembunuhan sewenang-wenang terhadap orang-orang yang tidak bersalah, termasuk anak-anak," kata Raab, dikutip dari Bangkok Post, Sabtu 3 April 2021.
"Tindakan terbaru Inggris menargetkan salah satu aliran pendanaan utama militer dan membebankan biaya lebih lanjut kepada mereka atas pelanggaran hak asasi manusia mereka."
Myanmar telah diguncang oleh protes sejak tentara menggulingkan pemerintahan terpilih pemenang Nobel Aung San Suu Kyi pada 1 Februari mengutip klaim penipuan yang tidak berdasar dalam pemilihan November.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang telah meminta perusahaan internasional untuk mempertimbangkan memutuskan hubungan dengan perusahaan yang mendukung militer Myanmar, menyambut baik tindakan Inggris tersebut.
"Para pemimpin kudeta harus menghentikan semua kekerasan terhadap rakyat Burma dan memulihkan demokrasi," katanya.
PBB Bereaksi, Kebrutalan Junta Militer Myanmar
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar pertemuan secara tertutup membahas situasi di Myanmar pada Rabu 31 Maret 2021, menyusul korban jiwa terus berjatuhan.
Mengutip AFP, seorang diplomatik menyebutkan Inggris telah menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB mengenai situasi di negara yang tengah dilanda kudeta.
Belum diketahui apakah Dewan Keamanan PBB akan menyetujui deklarasi baru di pertemuan akhir itu, sebab membutuhkan suara dari para anggota termasuk Rusia dan China.
Sebelumnya, pada 10 Maret, Dewan Keamanan PBB untuk pertama kalinya mengeluarkan deklarasi mengecam pasukan keamanan Myanmar yang menggunakan kekerasan menghadapi para pengunjuk rasa.
Dewan Keamanan tak akan setuju soal penyebutan "kudeta" atau kemungkinan sanksi internasional jika junta militer terus melakukan serangan kepada warga sipil.
Hal tersebut lantaran adanya penentangan dari China dan Rusia, termasuk anggota dewan Asia lain seperti India dan Vietnam.
Seiring gejolak aksi menentang kudeta yang terus berlangsung, tindak kekerasan militer juga tak terbendung.
Menurut laporan, aparat keamanan Myanmar tega menembaki massa yang melayat persemayaman jenazah seorang pedemo yang tewas di Bago, dekat Yangon, pada Minggu 28 Maret lalu.
Menurut keterangan tiga saksi, peristiwa itu terjadi saat sejumlah orang menghadiri persemayaman jenazah seorang mahasiswa, Thae Maung Maung (20), yang menjadi korban meninggal dalam unjuk rasa.