Bakero, Seperti Nama Jepang. Tapi Aslinya Dia Sandal
Bakero. Nama ini menjadi label sandal. Agak aneh dikuping. Mirip-mirip produk negeri Sakura, Jepang. Tapi jangan kaget apalagi terkecoh. Nama sandal Bakero sebenarnya berasal dari nama pemilik sandal: Subakir atau Bakir.
Kalau kemudian nama Bakir dan Bakero jadi populer, ya karena keuletan dan kerja keras yang dirintis selama puluhan tahun lalu.
"Waktu memberi nama Bakero asal comot saja. Dimirip-miripkan nama saya saja, Ndak tahunya malah membawa Bejo," kata Bakir di temui ngopibareng.id di bengkel produksinya Desa Kebonagung, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jumat 23 November 2018.
Ditempat usahanya itu setiap harinya Bakir dibantu 4 orang karyawannya berkutat dengan spon sandal, alat plong, bisban, sol karet dan piranti sandal lainnya. Walau menggunakan peralatan sederhana dalam sehari Bakir mampu memproduksi rata-rata 70 pasang sandal. Tentu dengan model, ukuran dan warna yang berbeda.
"Selama ini pemasaran lebih mengandalkan pesanan pelanggan. Biasanya pelanggan memesan sambil menunjukan gambar, warna dan ukuran sandal pesanan," papar pria bertubuh tinggi dempal ini.
Pelanggan yang dimaksud Bakir ternyata adalah orang luar yang bersuka rela menjadi sales dan menjualkan sandal produksinya ke berbagai kota di Jawa Timur.
"Pelanggan datang sendiri. Memesan sandal puluhan hingga ratusan pasang kemudian dipasarkan sendiri. Hubungan kerja ini sudah terjalin puluhan tahun," urai pria kelahiran 21 Mei 1971 ini.
Biasanya para pelanggan memesan sandal cukup dengan menulis ukuran, model dan warna sepatu. Pesanan tersebut cukup di kirim via What Shap. Dijangkau waktu yang telah ditentukan, pelanggan datang mengambil barang sekaligus membayar tunai barang pesanan.
Dengan memanfaatkan jaringsn pelanggan yang menjadi sales itu hingga kini sandal Bakero merambah beberapa daerah di Jawa Timur seperti Kediri, Probolinggo, Bojonegoro, Tuban, Gresik dan Surabaya.
Banyaknya pelanggan yang mau memasarkan produk sandal Bakero tidak lepas dari kwalitas dan model yang di produksi Bakir. Selain kuat dan tahan lama, Bakir mampu memenuhi setiap model yang di pesan pelanggan.
"Lima sampai tujuh tahun sandal Bakero di jamin awet. Bahkan saya memberi garasi satu tahun pada pelanggan," terang Bakir. Begitu pula soal model, ukuran dan warna dirinya juga sanggup mengerjakan. Yang tak kalah penting harga sandal Bakero cukup murah. Untuk satu pasang sandal harganya hanya Rp 50 ribu-65 ribu.
Menggeluti usaha sandal bagi Bakir seperti mengalirnya air. Tak ada planning dan target ndakik-ndakik agar usahanya bisa tetap berkembang dan tidak tumbang.
Mengaku dibesarkan dari keluarga miskin, setamat dari SMP Bakir memutuskan bekerja di Surabaya. Selama bertahun-tahun dirinya menjadi anak jalanan di kota pahlawan.
"Untuk bertahan hidup saya bekerja berjualan koran. Hingga akhirinya bisa memiliki kios koran kecil," tuturnya mengenang.
Hingga akhirnya ada seorang temannya di Surabaya yang menawarinya untuk membantu bekerja memproduksi sandal. Bakir menerima tawaran itu meski hanya mendapatkan upah makan dan tidak menerima gaji.
Selama enam bulan dirinya membantu bekerja memproduksi sandal." Setelah tahu betul cara pembuatan sandal akhirnya saya memutuskan keluar dan kembali pulang kampung," terang Bakir.
Dengan modal uang celengan sekira Rp 500 ribu Bakir nekad memulai usaha. Beberapa produk sandal yang dihasilkan di jual ke para tetangga. Dengan pemasaran dari mulut ke mulut produksi sandal Bakero ternyata banyak disukai masysrakat. dan terus mendapat tempat tersendiri di pasar hingga sekarang. (tok)