Berkelakar Islam, Erdogan: Macron Butuh Perawatan Mental
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tidak tinggal diam kala Presiden Perancis Emmanuel Macron berkelakar menggambarkan Islam sebagai 'agama dalam krisis di seluruh dunia'.
Pertama, Erdogan juga menyatakan kecamannya pada penggerebekan di sebuah masjid di Jerman oleh ratusan petugas polisi. Menurut Erdogan, hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena alasan keamanan, atau alasan lainnya. Menurut pandangannya, ini adalah bentuk Islamofobia.
Erdogan juga mempertanyakan menjadi masalah Marcon dengan Islam. Termasuk, mempertanyakan masalah Macron dengan Muslim.
"Dia butuh perawatan mental. Apalagi yang bisa kita katakan kepada seorang presiden yang tidak memahami kebebesan berkeyakinan?," kata Erdogan seperti dilansir Kantor Berita Turki Anadolu Agency, Minggu 25 Oktober 2020.
Macron dan Islamofobia
Sejauh ini, Presiden Prancis, Emmanuel Macron memang terkesan membenci Islam. Ia awal Oktober lal, mengumumkan rencana pemerintahnya untuk menghilangkan aksi radikalisme Islam yang ada di sana.
Ia berencana membuat sebuah rencana untuk membela nilai-nilai sekuler Prancis demi menentang hal yang ia sebut sebagai radikalisme Islam. Demi menentang hal tersebut, Macron bahkan sampai menyatakan suatu kalimat yang kontroversial dalam keterangannya.
Seperti dilansir Japan Today, Macron menyatakan bahwa agama islam itu saat ini berada dalam posisi yang tidak baik.
"Islam adalah agama yang berada dalam krisis dunia saat ini. Kita tidak hanya melihat ini terjadi dalam negeri kita saja," jelas Macron di kota Les Murreaux, sebuah daerah kecil di Paris yang dipenuhi oleh banyak imigran.
Dalam pidatonya pada Jumat, 2 Oktober 2020, Macron menjelaskan tidak ada konsesi yang akan dibuat dalam upaya baru untuk mendorong agama keluar dari pendidikan dan sektor publik di Prancis.
Dia mengumumkan bahwa pemerintah saat ini siap untuk mengajukan RUU pada Desember untuk memperkuat Undang-Undang 1905. Undang-undang 1905 sendiri berisi pemisahan pihak gereja dan juga pemerintahan di Prancis.
Sikap Keras Erdogan
Soal seruan pemeriksaan mental kepada Macron, kemudian Erdogan juga menunjukkan taji sebagai pemimpin di wilayah Timur Tengah memiliki pengaruh di Eropa.
"Dan berperilaku seperti itu terhadap jutaan warga yang memeluk agama di negaranya sendiri? Pertama-tama lakukan pemeriksaan mental. Bermain-main dengan Erdogan, tidak akan memberi Anda apapun," tegas Erdogan.
Islamofobia semakin kencang dengan adanya pernyataan Macron. Erdogan sebagai presiden beragama Islam di negara mayoritas berpenduduk Islam, memberikan pernyataan luar biasa lagi.
"Sebagai Muslim, apakah kita pernah melakukan hal yang sama? Kami tidak melakukannya, kami tidak akan melakukannya. Kita telah melihat fatalitas fanatik dan fasis coba diterapkan pada dunia sebagai "Nilai-nilai Uni Eropa"," kata Erdogan.
Erdogan menegaskan, pernyataan Macron ini menjadi bentuk kemunafikan dengan melalukan serangan kepada hak-hak umat Islam saat ini menjadi warga negaranya.
Bahkan, Erdogan menyebut jika sebenarnya negara negara Eropa sedang menuju akhir dari mereka sendiri dengan melakukan perang terbuka.
"Mereka harus menyingkirkan penyakit Islamofobia di dalam tubuh mereka. Jika tidak, penyakit ini akan menghancurkan seluruh Eropa, dari Prancis hingga Jerman," kecam Erdogan.
Ini menjadi babak baru kecaman ke Macron akibat kisruh majalah satire Prancis, Charlie Hebdo menerbitkan ulang kartun Nabi Muhammad, pada September 2020. Itu juga telah berbuntut pada tewasnya seorang guru di Conflans-Sainte-Honorin.
Setelah insiden itu, Macron berpendapat, “dibunuh karena para Umat Muslim menginginkan masa depan kita”.
Tapi, saat itu pula, Macron mendapat kritik dari berbagai pihak, seperti presiden dan kementerian dari banyak negara.
Dampak ucapan Macron adalah di Timur Tengah ajakan boikot Macron menggema. Kuwait dan Qatar bahkan tidak hanya menyatakan boikot terhadap Macron, tapi juga boikot semua produk Prancis.
Sejumlah pekerja jaringan supermarket Al Meera telah mengeluarkan selai St. Dalfour buatan Prancis dari rak.
Al Meera sendiri adalah pesaing supermarket Prancis juga hadir di Qatar, yaitu Monoprix dan Carrefour.
“Kami menarik produk Prancis dari toko sampai pemberitahuan lebih lanjut,” kata Operator Al Meera dan operator grosir Souq Al Baladi seperti dilansir AFP.
Advertisement