Berkah Tawassul: Seni, Agama, dan Kreativitas di Pasuruan
Oleh : Wahyu Nugroho*
Selama berabad-abad di berbagai pelosok di Pasuruan terhampar subur pondok pesantren, yang dengan tekun menelurkan santri-santri berdedikasi. Dalam peradaban yang membentuk ranah intelektual dan spiritual ini, pemahaman mendalam tentang agama dan kearifan lokal tetap terjaga. Warisan ilmu tidak terputus sepanjang sejarah, mewarisi hikmah dan tradisi yang kaya secara turun-temurun.
Dalam beragam kelompok masyarakatpun, ritual-ritual keagamaan rutin tetap terpelihara, di antaranya; tahlilan, yasinan, manaqiban, serta pengajian yang diadakan di berbagai masjid dan tempat-tempat ibadah lainnya. Perayaan keagamaan yang dipraktikkan dengan penuh kesungguhan, memperkuat ikatan sosial dalam komunitas. Memperlihatkan penghormatan mendalam terhadap tradisi keagamaan yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Pasuruan. Ritual-ritual ini mencerminkan penghargaan yang terhadap nilai-nilai spiritual yang menjadi landasan dari kehidupan sehari-hari.
Dengan memperhatikan kondisi kultur sosial masyarakatnya yang kuat dalam menjaga tradisi keagamaan, serta mempertahanakan situs-situs yang sarat dengan nuansa keislaman, adalah hal yang sangat beralasan jika Pasuruan mendapat predikat 'Kota Santri'. Predikat ini mencerminkan peran penting yang dijalankan oleh masyarakat Pasuruan dalam melestarikan dan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, serta sebagai wadah bagi pendidikan agama yang berdampak positif pada generasi muda. Pasuruan menjadi salah satu titik sentral keberagamaan dan intelektualitas Islam yang kaya akan sejarah dan tradisi keagamaan, yang patut diapresiasi dan diakui sebagai bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya Indonesia.
Pasuruan semakin mengukuhkan identitasnya melalui keberadaan makam seorang tokoh ulama karismatik, yang dijadikan tujuan wisata religi. Makam ulama tersebut, selain menjadi destinasi ziarah, juga memperkuat fungsi sebagai peringatan dan penghormatan terhadap tokoh agama yang memegang peran penting dalam penyebaran Islam di daerah ini. Ulama tersebut adalah K.H. Abdul Hamid, lahir di Lasem, 22 November 1914 M atau 4 Muharram 1333 H. Wafat pada usia 70 tahun, tepatnya 25 Desember 1982 M atau 9 Rabiul Awwal 1403 H. Makamnya bukan hanya sebuah tempat ziarah, seperti halnya makam-makam Wali Songo, juga monumen yang menggambarkan peran besar tokoh agama dalam menghidupkan dan menyebarkan nilai-nilai keislaman.
Masyarakat di Pasuruan mengenal K.H. Abdul Hamid dengan sebutan 'Mbah Hamid' atau juga dengan sebutan 'Romo Kyai Hamid'. Ulama karismatik ini adalah tokoh penting yang punya peran besar dalam pengembangan Pondok Pesantren (PP) Salafiyah, lembaga pendidikan agama yang didirikan oleh Kyai Hasan Sanusi, yang lebih populer dengan nama 'Mbah Slagah,' pada 1779 M. Dengan dedikasi dan kepemimpinan ulama seperti K.H. Abdul Hamid, PP Salafiyah menjadi sebuah tempat pembelajaran agama yang prestisius, dan warisan besar bagi tradisi keislaman di Pasuruan.
Berkat ketekunan generasi penerusnya, terutama peran Mbah Hamid, Pondok Pesantren Salafiyah tumbuh menjadi lembaga pendidikan agama yang luar biasa besar dan populer. Pengakuan atas prestasinya bahkan termanifestasikan dalam penghargaan yang diberikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat memperingati satu abad NU. Saat ini, jumlah alumni santri dari PP Salafiyah mencapai puluhan ribu, yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Di antara para santri ini, tidak sedikit yang telah mendirikan pondok pesantren sendiri dan menjadi ulama (kyai).
Salah satu santri luar biasa dari PP Salafiyah adalah Sjafril. Ia memiliki keistimewaan di antara santri-santri lainnya. Selain mendalami ilmu agama, ia juga mengembangkan bakatnya di bidang seni. Bakat seninya tampak ketika ia bergabung dengan Komunitas Guru Seni Dan Seniman Pasuruan (KGSP), sebuah organisasi seni yang sangat berperan dalam mengembangkan seni di Pasuruan.
Mengamati karya-karya drawing Sjafril, yang menggunakan pensil atau konte sebagai media di atas kertas, bakatnya tampak luar biasa kuat. Ketelitian pada setiap detail adalah ciri khasnya yang mengesankan. Ketika berkarya dengan basis potret, Sjafril mengerjakan dengan teliti. Pori-pori dan helai-helai rambut diwujudkannya dengan akurasi yang memukau, bahkan hingga ke noda-noda kecil yang ada di wajah subjek karyanya. Keterampilan seni yang demikian mendalam menjadikan karyanya mencerminkan tingkat keahlian cukup baik.
Pada perkembangannya terbaru, Sjafril telah memasuki ranah seni rupa yang lebih luas. Ia mulai mengeksplorasi media akrilik di atas kanvas, dan berkembang dalam gaya artistiknya. Tidak lagi terbatas pada reproduksi potret yang mengejar ketelitian visual, ia kini merambah ke style surrealistik. Memberi ruang pada imajinasi dan kreativitasnya mengalir bebas. Dalam karya-karya surrealisnya, Sjafril tidak sekedar menghadirkan bentuk-bentuk yang aneh atau tak lazim. Sejalan dengan pemahamannya yang mendalam dalam ilmu agama dan ajaran sufistik, karya-karyanya muncul sebagai medium ekspresi religiusitas yang mengalir dari kedalaman jiwa. Dalam setiap karya, terpancar makna dan simbol-simbol yang merentang antara dunia nyata dan transendental.
Yang lebih menarik, Sjafril tidak hanya menekuni seni dalam hal pengkaryaan semata, tetapi juga terlibat aktif dalam aspek manajemen yang berkaitan dengan penyelenggaraan pameran. Dengan peran ganda ini, ia tidak hanya menjadi seorang kreator, melainkan juga seorang pengelola pameran. Dalam kapasitasnya sebagai anggota KGSP, secara tak langsung ia turut mewujudkan visi organisasi tersebut, yaitu menjadikan Pasuruan bukan hanya sebagai 'Kota Santri', tetapi terintegrasi juga sebagai 'Kota Seni'.
Dengan bekerja secara relatif mandiri, Sjafril menginisiasi dan mewujudkan sebuah perhelatan seni yang diberi tajuk 'TAWASSUL'. Mulai dari menghubungi seniman yang diundang untuk berpartisipasi, mengurus berbagai aspek seperti; peminjaman gedung, perizinan, desain grafis, hingga penggalangan dana, ia menangani semua tahapan penyelenggaraan acara dengan penuh dedikasi. TAWASSUL bukan hanya menjadi wadah bagi ekspresi seni, tetapi juga mencerminkan kemampuan dan ketekunan Sjafril dalam merencanakan dan mengkoordinasikan proyek seni yang kompleks.
Dalam bukunya berjudul "Pro Kontra Tawassulan," Isnain Ansory, MA, menjelaskan bahwa kata 'tawassul' memiliki asal-usul bahasa Arab, yang memiliki arti dasar mendekatkan diri dengan menggunakan wasilah. Sementara itu, 'wasilah' merujuk pada media atau perantara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Maka, dalam konteks perhelatan pameran yang dimaksud, 'TAWASSUL' digunakan sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memanfaatkan perantara atau media karya seni.
'TAWASSUL' merupakan sebuah perhelatan seni yang menggabungkan pameran seni rupa dan puisi, yang diadakan sebagai bagian dari peringatan haul Mbah Hamid yang ke-42. Acara ini berlangsung di Tourism Information Center (TIC) Kota Pasuruan. Dilaksanakan mulai 23 – 29 September 2023. Menampilkan 30 karya seni rupa dan 30 karya sastra dari beragam generasi, dari usia 17 tahun hingga di atas 60 tahun. Melalui keberagaman ini, 'TAWASSUL' menjadi medium yang merangkul lintas generasi untuk menyampaikan pesan-pesan dan ekspresi melalui karya seni dalam rangka merayakan spirit keagamaan.
Yang unik dan agak berbeda dari perhelatan-perhelatan seni yang bersifat relijius Islam, khususnya dalam hal karya-karya seni rupa yang ditampilkan, adalah lebih variatif. Perhelatan ini tidak didominasi karya-karya kaligrafi seperti biasanya. Yang menjadi mengikat seluruh pameran adalah tema yang menjadi judul acara itu sendiri, yaitu "TAWASSUL". Tema ini menjadi benang merah yang menghubungkan beragam karya seni rupa yang dipamerkan, menciptakan ruang untuk pengeksplorasi dan ekspresi yang lebih bebas dalam kerangka nilai-nilai keagamaan. Dengan demikian, 'TAWASSUL' memperkaya pemahaman seni religius Islam dengan menghadirkan sudut pandang yang lebih variatif dan kontemporer.
*Wahyu Nugroho, perupa yang tinggal di Purwosari-Kab. Pasuruan
Advertisement