Berkah NU Berkah Gus Staquf
Hari ini NU memperingati seabad kelahirannya. Dalam sebuah perhelatan besar di Stadion Delta Sidoarjo. Diperkirakan lebih sejuta warga Nahdliyin hadir. Juga para tamu penting dari dalam dan luar negeri.
Presiden Joko Widodo mengikuti rangkaian puncak peringatan Hari Lahir NU ini. Dalam rangkaian acara yang berlangsung sejak tahun lalu, presiden sudah tiga kali ini hadir. Belum pernah hubungan NU dan Presiden (kecuali jaman Gus Dur Presiden) sedekat ini sejak jaman Bung Karno.
Tiga kali?
Ya. Rasanya tidak ada organisasi kemasyarakatan yang dihadiri orang pertama di RI berkali-kali saat menggelar kegiatan ulang tahunnya. Ini jelas menunjukkan pentingnya ormas ini di mata presiden atau negara.
Dalam rangkaian Harlah Seabad NU ini, Presiden hadir di Festival Islam Tradisi Nusantara 9 Januari lalu. Kemudian ikut jalan sehat di Solo 22 Januari. Terakhir, hari ini, dia akan memberikan amanat di depan ratusan warga NU di Gelora Delta Sidoarjo.
Lalu mengapa NU perlu menggelar rangkaian sebad NU dengan besar-besaran? Bagi Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, seabad NU ini merupakan tonggak penting dalam sejarah keberadaannya. Ini adalah milestone baru bagi NU untuk seabad berikutnya.
Staquf –demikian saya biasa memanggil– sejak lama sudah merasakan ada tugas sejarah yang harus dipikul. Dia merasa harus tampil memimpin NU jauh-jauh hari sebelum Ormas ini memasuki usianya yang ke 100 dalam hitungan kalender Hijriah.
Dalam diskusi-diskusi personal jauh hari sebelum Muktamar NU di Lampung 2022, ia berkali-kali mengungkapkan hal itu. Tentang beban sejarah yang harus dipikul NU. Tentang tafsir baru dibalik pendirian NU oleh para muasis, khususnya KH Hasyim Asy’ari.
Berbeda dengan tafsir umum yang ada, ia yakin KH Hasyim Asy’ari dan para muasis lainnya mendirikan NU dengan maksud membangun peradaban baru dunia. Bukan semata sebagai respon atas gerakan Wahabisme bersamaan dengan tampilnya Bani Saud dalam kekuasaan Arab Saudi.
Juga bukan semata sebagai gerakan untuk melawan kolonialisme di zaman itu. Juga bukn semata untuk mewadahi penganut ahli sunnah wal jamaah. Bukan. Tantangan akan Wahabisme, kolonialisme dan kebutuhan dakwah untuk para kaum di pedesaan itu hanya sebagian tugas. Para muasis mendirikan NU untuk mempersiapkan kendaraan dalam membangun peradaban baru berbasis agama.
Dalam perjalanannya, Gus Dur pernah berusaha mewujudkan mimpi tak terucap dari para muasis tersebut. Ekosistem belum mendukungnya. Gus Dur –satu-satunya Ketum PBNU yang pernah menjadi presiden RI sampai saat ini– baru menciptakan fundamen gagasan. Sambil membangun kader-kader baru pendakwah peradaban.
Ternyata, salah satu kader Gus Dur yang terpilih adalah Staquf alias Gus Yahya. Ia mempersiapkan diri untuk itu melalui jalan panjang. Lewat jalur lari maraton. Dalam kesendirian. Hanya dengan restu dan pendampingan pamannya yang juga karib Gus Dur: KH A Mustofa Bisri.
Bagi Staquf, peradaban baru yang ditawarkan NU bukan hanya untuk Indonesia. Tapi dunia. Karena itu, sejak tahun 2013, bersama Gus Mus –panggilan akrab KH A Mustofa Bisri– ia mendirikan Yayasan Bayt Ar-Rahmah yang berpusat di North Carolina, Amerika Serikat. Gus Mus sebagai chairman, Staquf direkturnya.
Belakangan, yayasan atau Non Government Organization (NGO) yang menawarkan gerakan Humanitarian Islam ini berganti nama menjadi Center for Shared Civilizational Values (CSCV). Penggantian nama ini untuk mempermudah orang non muslim memahaminya. Inilah kendaraan Gus Staquf menawarkan gagasan-gagasan NU ke berbagai pelosok bumi.
Dalam hal gerakan menawarkan jalan baru bagi terwujudnya peradaban dunia yang lebih damai, Staquf tidak menjadikan NU sebagai tumpangan atau kendaraan. Tapi sebagai perwujudan tata nilai yang ditawarkan menjadi pilihan untuk dunia baru. Ia tidak hanya besar dari memimpin NU. Tapi membesarkan NU.
Maka, ketika ia mendapat amanah menjadi Ketum PBNU dalam Muktamar NU di Lampung, gerakan yang tadinya personal berubah menjadi gerakan kelembagaan. Ia mendapat legitimasi organisasi untuk memperjuangkan visi personal atas tafsir terhadap visi besar para pendiri NU ke kancah dunia.
Gus Staquf bergerak cepat. Begitu pengurus PBNU yang dipimpinnya dikukuhkan di Balikpapan –yang juga dihadiri Presiden– ia langsung tancap gas. Berbagai agenda besar diselenggarakan. Mulai Halaqah Fiqh Peradaban di ratusan pesantren se Indonesia, Religion-20 Forum (R20), sampai Muktamar Internasional Fiqh Peradaban.
Berbagai kegiatan yang berkelanjutan itu digelar secara maraton dalam tahun pertama kepemimpinannya di PBNU. Rasanya tiada hari tanpa ada kegiatan NU di bawah Gus Staquf. Kali ini, kegiatannya bukan hanya tahlilan, Yasinan, Shalawatan, dan iistighasah di desa-desa. Tapi kegiatan internasional yang melibatkan tokoh dari berbagai penjuru dunia.
Gus Staquf punya modal untuk mewujudkan cita-cita para muasis dan Gus Dur yang mengkadernya. Ia bukan tipe orang yang memikirkan diri sendiri. Ia sosok yang digembleng untuk mewakafkan diri sepenuhnya untuk NU dan ummat manusia di seluruh dunia. Dia juga punya kepiawaian dalam menjalankan diplomasi NU di kancah global.
Ia menjalani tugasnya itu sejak 2013 dengan sengsara. Dia bercerita pernah harus keliling ke berbagai negara dengan biaya dan uang yang terbatas. Tidur di bandara dan naik pesawat kelas ekonomi berjam-jam lamanya. Dengan penuh dedikasi, ia jalani itu semua jauh hari sebelum menjadi Ketua Umum PBNU. Seperti ia pernah jalani saat jadi mahasiswa dengan keterbatasan meski ayahnya seorang kiai besar dan anggota DPR RI saat itu.
Karena itu, kepemimpinan Gus Staquf ini merupakan berkah bagi NU. Ia sepertinya merupakan sosok yang sudah ditakdirkan untuk menancapkan tonggak baru peran NU dalam membangun peradaban baru dunia. Peradaban yang menjadikan agama sebagai insipirasi dan basis peradaban manusia.
Saya kira, Gus Staquf ditakdirkan bukan hanya untuk NU semata. Ia telah ditakdirkan untuk melakukan perubahan dunia melalui NU. Dengan langkah-langkah globalnya, ia akan melahirkan kebanggaan baru bagi warga Nahdliyin. Ummat yang dulunya dikategorikan sebagai kelompok muslim tradisional. Ia yang membawa NU dari gerakan dusun menjadi gerakan dunia.
Bayangkan, 100 tahun lalu, gerakan NU dipelopori oleh seorang kiai dari Dusun Diwek atau Tebuireng, Jombang. Betul-betul gerakan orang dusun meski dalam akta kelahirannya disebutkan berdiri di Surabaya.
Gerakan Gus Staquf selama setahun memimpin PBNU terbukti telah membangun greget baru di kalangan warga. Puncak acara harlah ini salah satu buktinya. “Ini bukan acara hura-hura. Ini sebagai upaya menampung semangat warga NU yang merasakan gairah baru,” kata Staquf ketika bertemu pimpinan media, beberapa waktu lalu.
Rasanya, di tahun pertama kepemimpinannya, Gus Staquf telah mempu menampilkn magnet baru NU. Sebuah organisasi yang tidak hanya besar dalam jumlah anggotanya di dunia. Tapi juga memberi makna keberadaannya kepada dunia. Ia telah membawa wajah baru NU yang makin diterima semua golongan umat manusia.
Ia berhasil menciptakan hallo effect. Yakni, penilaian positif akibat kesan pertama yang ditampilan seseorang atau kelompok. Kesan pertama yang baik biasanya akan membangun sesuatu yang baik berikutnya. Apalagi terhadap sebuah gerakan yang bermakna bagi umat manusia.
Saya yakin, Staquf telah menyiapkan agenda tahun kedua. Misalnya, agenda-agenda yang memperkuat kehadiran NU sebagai organisasi sosial keagamaan di masyarakat. Memberikan makna kehadirannya tak hanya dalam hal keagamaan. Tapi juga di bidang pemberdayaan ekonomi dan layanan lainnya.
Ia pasti bisa melakukannya. Dengan gerbong kepemimpinan yang merekrut banyak kalangan profesional. Mereka-mereka yang tidak hanya punya keahlian berorganisasi, tapi juga kemampuan teknokratis maupun manajerial dalam membumikan visi menjadi sebuah kenyataan.
Rasanya benar apa yang dikatakan Staquf. Jangan lihat rangkaian puncak Harlah NU ini sebagai hura-hura. Lihatlah ini sebagai bagian dari menggali berkah dari kelahiran NU yang menyimpan visi besar dan mulia bagi seluruh umat manusia.
Bagi Nahdliyin, barangkali tekad yang harus digelorakan tak hanya siap menjadi bagian Puncak Harlah NU. Tapi siap menjadi bagian dari perjalanan NU seabat berikutnya. Ah…, sungguh saya ikut bersyukur menjadi bagian kecil dari sejarah ini.
Advertisement