Berjuluk Mr Clean, Pidanakan Senior Arief Dicap Kurang Ajar
"Tukang Beberes Rumput yang Terbakar" pas disematkan pada sosok Irjen Arief Sulistyanto. Sebab, kariernya sebagai polisi banyak dihabiskan di tempat sedang bergejolak. Atau, diterjunkan ke pos tertentu guna mengurai dan meluruskan masalah.
Misalnya, saat Arief ditunjuk menjadi Kasatserse Polres Pasuruan, Jatim, yang baru diguncang kerusuhan. Menjadi Kapolres Indragiri Hilir, Riau yang Mapolresnya baru diamuk massa. Nah, saat skandal Gayus Tambunan meledak, Arief ditunjuk Jendral Bambang Hendarso Danuri (BHD) menjadi Direktur II/Ekonomi dan Khusus (Eksus) Khusus Bareskim Polri.
Cerita berawal saat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melimpahkan temuan rekening gendut mencurigakan Gayus Tambunan ke Direktorat II/Eksus. Bukannya menyidik temuan itu secara benar. Sebaliknya oknum di Bareskim, oknum jaksa hingga oknum hakim menjadikan Gayus sebagai mesin ATM alias diperas untuk dijadikan uang.
Tentu imbalannya, Gayus tidak diproses sebagaimana mestinya. Gayus juga mendapat perlakuan istimewa. Meski ditahan Gayus bisa pelesir ke Bali menonon pertandingan tenes lapangan. Gayus yang memakai wig atau rambut palsu terungkap dari hasil jepretan fotografer peliput tenes yang memergoki Gayus berada di deretan penonton.
Kasus ini menampar wajah Polri hingga ke titik nadir. Dit II/Eksus pun dirombak total. Arief yang saat itu masih berpangkat Kombes (Kolonel) bahkan belum ikut Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti) /Lemhanas sebagai prasyarat jadi jendral ditunjuk Kapolri BHD menyidik kasus kakap yang melibatkan rekan, atasannya sendiri di Polri.
Arief yang tahu diri semula menolak penunjukan dirinya sebagai Direktur II/Eksus yang biasanya diisi jendral bintang satu. Tapi, karena BHD bersikukuh akhirnya Arief tak bisa menolak. Ada sejumlah oknum polisi terseret kasus ini. Ada yang di sidang kode etik, ada yang dipidana. Yang dijerat proses etik adalah dua mantan Direktur II/Eksus yakni, Brigjen Edmond Ilyas dan Brigjen Raja Erizman.
Tujuh lainnya di sidang kode etik. Mereka adalah Kombes Pambudi Pamungkas, Kombes Eko Budi Sampurna, AKBP M Anwar, AKBP Mardiyani, AKP I Gede Putu Widjaya, Iptu Joni Surya dan Ipda Angga. Sedangkan yang dipidana adalah Kompol Arafat Enanie dan AKP Sri Sumartini karena terbukti menerima suap dari Gayus Tambunan.
Saat duduk sebagai Direktur II/Eksus Arief juga berhasil mengungkap kasus kakap. Sebut saja pembobolan Citibank oleh sosialita ibukota Malinda Dee, kasus Bank Century, kasus suap diterima Bea Cukai dari penyelundup gula dan barang impor dari Tiongkok di Entikong, Kalimantan Barat. Kasus ini digarap tuntas Arief tanpa pandang bulu.
Saking dipercayanya pimpinan Polri, Arief adalah pejabat terlama pemegang Direktur II/Eksus yang terkenal super basah karena menangani kasus berbau uang, ekonomi dan bank. Tak ayal Arief pun di lingkungan polisi biasa dijuluki Mr Clean. "Kunci saya konsistensi.
Itu selalu saya lakukan dalam tiap jabatan saya. Saat saya di Eksus, Kapolda Kalbar dan kini SDM. Kita harus taat penerapan sistem. Rekrutmen misalnya, ketentuanya sudah diatur secara baku dalam ketentuan Kapolri. Konsistensi ini juga wajib dilakukan di jajaran SDM mulai dari Asisten SDM sampai Karo di SDM Polda Polda.’’
Beruntung langkah Arief mendapat dukungan penuh Kapolri dan Wakapolri. "Saya sendiri yakin tanpa dukungan Kapolri dan Wakapolri apapun perubahan yang saya lakukan tidak mungkin berhasil," tambah Arief.
Perlu diketahui, tahun 2006 Direktorat II/Eksus juga pernah diguncang kasus besar. Buntutnya, Kabareskim Komjen Suyitno Landung , Direktur II/Eksus Brigjen Samuel Ismoko dan Kanit Perbankan Kombes Irman Santoso dipidana karena menerima suap saat mereka menangani kasus pembobolan BNI.
Suyitno adalah Komjen pertama yang dijadikan tersangka oleh institusinya sendiri karena tuduhan menerima gratifikasi. Yang kedua adalah mantan Kabareskim Komjen Susno Duadji dalam kasus korupsi. Susno disidik tak lama setelah dia membongkar kasus Gayus Tambunan ke publik.
Kembali ke Arief. Saat itu Kapolri dijabat Jendral Polisi Sutarman melihat kekayaan potensi sumber daya alam Kalimantan Barat (Kalbar) begitu melimpah. Serta letaknya strategis di perbatasan Malaysia menjadikan daerah itu rawan penyelundupan. Butuh polisi bermetal malaikat untuk bisa menghadapi para cukong yang banyak akal dan menghalalkan segala cara.
Sutarman pun menunjuk Arief Sulistyanto sebagai Kapolda Kalbar. Arief yang dikenal tegas tanpa kompromi dibutuhkan membenahi aparat di Kalbar. Arief setel kenceng saat berurusan dengan Budiono Tan yang buron sejak 2010. Eks anggota MPR dicari bertahun tahun karena menggelapkan 1535 sertifikat petani sawit Singkawang.
Paling fenomenal Arief menjerat pebisnis kelas kakap The Iu Sia alias Asia dan Tan Kiam Lim alias Alim dalam kasus gula selundupan. Asia memasok 70 persen gula di Kalbar dan gula untuk kebutuhan nasional. Asia dikenal licin bak belut.
Tak hanya tegas keluar, Arief juga keras ke dalam. Arief terpaksa menghabisi karir perwira koleganya karena tindakan tak terpuji mereka. Pertama, AKBP Eddy Triswoyo, mantan Kabid Telekomunikasi dan Informasi Polda Kalbar karena melakukan mark-up anggaran telekomunikasi Polda Kalbar 2011 – 2014.
Eddy senior Arief lulusan Akpol 1985. Namun tanpa ampun Arief memproses bersangkutan yang kemudian divonis 4 tahun, 8 bulan penjara.
Ada AKBP Idha Endri Prastiono (lulusan Akpol 1992) juga bernasib sama. Idha dipecat dari dinas kepolisian dan disidang pidana dalam dua perkara gratifikasi karena main mata dengan bandar narkoba Aciu alias Abdul Haris. Idha sebelumnya ditangkap di negeri jiran lalu dilepas Polisi Diraja Malaysia pada, 30 Agustus 2014 karena diduga terlibat jaringan narkoba internasional.
Setelah dilepas Malaysia, Idha yang kadung membuat malu Polri disidik. Baru kemudian diketahui yang bersangkutan menguasai mobil Mercedes milik Aciu.
Ketegasan dan keberanian Arief direspon positif Mabes Polri dan masyarakat Kalbar. Tapi bagi koleganya sesama polisi yang bermasalah Arief dinilai kurang ajar karena berani menjebloskan seniornya AKBP Eddy Triswoyo yang melakukan mark-up proyek. Eddy lulusan Akpol angkatan 1985. Sedangkan Arief lulusan Akpol 1987.
Pola hubungan yunior-senior di Polri sampai hari ini terus dilestarikan . Intinya yunior harus menunjukkan rasa hormat kepada senior. Rasa hormat itu kadang berlebihan, sampai sampai yunior harus tutup mata andai melihat senior melakukan kesalahan. Namun Arief beda. Ia mengesampingkan hormat menghormati yang tidak pada tempatnya.
"Saya sampai disebut kurangajar karena berani pada senior. Mau bagaimana lagi? Polri tidak boleh dikotori praktik korupsi. Praktik mark-up telekomunikasi anggaran selama ini dianggap wajar dan keterusan'" ujar Arief prihatin.
Makanya, begitu diangkat menjadi Asisten SDM Polri Februari 2017, Arief langsung mengumpulkan pejabat di lingkungan SDM Polri dan para Karo SDM Polda se Indonesia. "Saya katakan proses rekrutmen anggota Polri (tamtama, bintara, SIPSS dan taruna Akpol) yang saat itu akan berlangsung agar dilakukan secara fair, obyektif dan jujur. Seluruh proses harus clean dan clear. Jangan ada penyimpangan seperti yang salama ini menjadi rumor di masyarakat," katanya.
Reformasi internal Polri harus dimulai pembenahan pengelolaan SDM mulai hulu yakni, proses rekrutmen dan seleksi pendidikan sampai hilir yakni, penempatan, mutasi dan promosi. Jajaran SDM yang terlibat proses rekrutmen wajib mengucapkan ikrar dan sumpah tidak melakukan KKN (kolusi, korupsi, nepotisme).
Sumpah dituangkan tertulis dalam pakta integritas dan ditandatangani. Sumpah mengikat moral pada diri Arief selaku ketua dan panitia seleksi secara lahir dan batin. "Sumpah juga mempertebal keberanian saya untuk bisa mengatakan tidak bisa membantu," katanya.
Bagi panitia seleksi sumpah ibarat pengikat karena saya tidak bisa mengawasi mereka 24 jam. Tak hanya panitia seleksi yang disumpah, Arief juga mewajibkan calon siswa bahkan orang tua calon siswa membuat pakta integritas. Isinya, untuk para orang tua, apabila dalam proses rekrutmen mereka kedapatan meminta tolong pihak lain untuk melakukan intervensi, atau meminta katabelece, dan melakukan penyimpangan maka mereka bersedia jika anak mereka didiskualifikasi.
Arief juga membentengi keluarganya, khususnya istrinya yang merupakan dokter di Mabes Polri. "Posisi saya lurus saja, jangan sampai tergoda. Godaan itu banyak apalagi terkait wewenang suami. Kadang orang mencoba lewat suami enggak bisa lalu dia coba lewat istrinya. Saya ditelepon dan di SMS dari nama nama. Ada yang saya block saking jengkelnya. Intinya mau titip-titip. Peran istri menguatkan suami, kami adalah tim," kata dr Niken Manohara, M Gizi
Pengamanan berlapis ditempuh Arief karena tantangan di pundaknya dan timnya begitu besar dalam mencari calon pemimpin Polri masa depan yang berintegritas dan berkualitas. Karena itu, dalam menyeleksi taruna taruni harus super lebih dulu. Mampu menyeleksi ketat, berani mengambil keputusan, berani melakukan eksekusi, berani menghalau semua rintangan.
Arief tak ingin ada kejadian salah memilih calon polisi akhirnya membawa masalah bagi organisasi polisi. Misalnya, ada polisi gila, bunuh diri dan melanggar hukum. Pada 2017 saja tercatat ada 180 anggota polisi gila, 186 pengguna narkoba, tujuh melakukan bunuh diri dan 488 sakit menahun.
Karena itu Arief pun sudah membuktikan komitmennya untuk tidak membantu peserta meski itu masih terbilang saudaranya. Arief pun tutup mata saat kakak sepupu istrinya, Kombes Yosi Muhamarta (Akpol 1990) yang sekarang menjabat Dit Polair Polda Jambi, gagal ikut tes psikologi seleksi Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti) 2017. Kedua, adik ipar Arief yang juga polisi. Yakni, Direktur Res Narkoba Polda Jabar Kombes Enggar Pareanom (akpol 1994) dan Kasubdit Standardisasi Cegah dan Tindak Direktorat Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri Kombes Kingkin Winisuda (Akpol 1996).
"Sebagai manusia secara emosional pasti ada hubungan. Saya pasti memikirkan adik dan kakak. Tapi, saya sudah membuat komitmen dengan istri saya, ibu mertua, dan kedua adik saya serta kerabat. Saya sedang berada di posisi seperti ini sehingga saya tidak mau orang menyoroti saya memberikan privilege kepada kalian. Tunjukkan kalian memang mampu dan bisa didudukan di tempat itu. Saat Yosi tidak lulus seleksi Sespimti memang dia harus pulang, kenapa? Saya sampaikan kepada peserta seleksi, saya tidak peduli apakah teman saya satu angkatan ada yang pulang. Lha..ini saja kakak sepupu istri saya ikut pulang juga. Di sisi lain kerabat saya tidak pernah minta privilege," kata Arief di Jakarta.
Ketegasan Arief, Jendral kelahiran Nganjuk, Jatim, yang menonjol lainnya, berani membatalkan surat Keputusan Kapolda Jabar saat itu soal penerapan kouta putera daerah dan non putra daerah dalam seleksi rekrutmen calon siswa Akpol di Polda Jabar. Seleksi ini lalu diambil alih SDM Mabes Polri dan mendapat dukungan penuh Kapolri Jendral Tito Karnavian.
Kisruh seleksi rekrutmen calon siswa Akpol di Polda Jawa Barat bermula dari ramainya protes orang tua yang anaknya ikut seleksi taruna Akpol di Jawa Barat. Para orang tua melapor ke Propam Mabes Polri terkait keputusan membedakan putra daerah asli Jawa Barat dan non putra daerah. Akhirnya Arief dengan tegas menganulir keputusan Kapolda Jawa Barat saat itu.
Arief menegaskan, sebagai ketua panitia pusat seleksi Akpol, dirinya harus memilih secara ketat dan obyektif karena mereka akan memimpin Polri 30 tahun ke depan. "30 tahun ke depan dari kalian diproyeksikan ada yang menjadi Kapolri, Kalemdiklat, Kapolda. Kalau hari ini salah memilih maka 30 tahun ke depan ada pemimpin yang tidak baik," tegas Arief.
Makanya lanjut Arief, selama 21 hari ke depan, saat tanggung jawab seleksi pusat ada di pundaknya, dirinya menjadi "manusia asosial" karena menutup diri dari pihak luar. Menjadi manusia kamar, membatasi komunikasi dan tidak mau bertemu dengan siapa yang mau titip titip. "Meski itu teman sendiri, saya tidak mau dihubungi (kalau mau titip titip). Saya punya tanggungjawab moral. Ini soal 32 tahun Polri ke depan mau jadi apa," tegas Arief.
"Ada yang takut mendekati saya, lalu mendekati pejabat lain. Percuma saja. Saya akan pegang teguh sumpah itu, sehingga seluruh tahapan seleksi awal sampai akhir kami pegang komitmen pertahankan integritas," tegas Arief yang mendapat aplaus taruna taruni serta orangtua mereka.
Gebrakan Arief mendapat apresiasi Kapolri Profesor H Muhamad Tito Karnavian, PhD. Tito setelah diangkat menjadi Kapolri 13 Juli 2016 mengaku bertekad mereformasi Polri. Tingkat kepercayaan publik terhadap Polri begitu rendah. Untuk itu Tito menggulirkan program Promoter singkatan profesional, modern dan terpercaya. Tito bertekad menjadikan Polri dipercaya publik melalui peningkatan profesionalisme dan modernisasai.
Tiga bidang dikenal banyak masalah koruptif jadi perhatian Tito. Yakni, SDM, Reserse dan Lalu Lintas. Tapi, aspek SDM yang terpenting. Sebab asset terpenting Polri bukan infrastruktur, peralatan atau system persenjataan tapi pada sumber daya manusia (SDM). Tito pusing darimana memulai membenahi SDM begitu komplek. Personalnya begitu besar 400 ribu orang.
"Polri adalah kesatuan kepolisian terbesar di dunia setelah Tiongkok," kata Tito dalam, Kata Pengantar buku ini berjudul 'Arief Effect, Setahun Revolusi Senyap Di Dapur Polri' yang ditulis Farouk Arnaz wartawan Jawa Pos yang kini bergabung Grup The Jakarta Globe.
Tito harus mencari perwira tinggi yang bersih, cerdas guna menjadi Asisten SDM Polri merupakan pejabat tertinggi Polri yang mengelola personal polisi. Pilihan Tito akhirnya jatuh pada Irjen Pol Drs Arief Sulistyanto M.Si. Tito mengaku kenal Arief sejak taruna. Mereka satu angkatan Akpol lulus 1987. Bahkan teman satu kamar saat tingkat IV. Tapi, bukan itu yang membuat Tito memilih Arief. Tito kagum kiprah Arief selama menjabat Direktur Ekonomi Khusus, jabatan penuh godaan, hampir empat tahun, sukses.
Juga kepemimpinan Arief kata Tito, dikenal bersih dan tegas selama dua tahun memimpin Polda Kalbar. Juga banyak membuat terobosan kreatif yang menunjukkan kecerdasan di atas rata rata. Hingga citra Polda Kalbar dan jajaranya baik di mata public. Banyak pujian masyarakat Kalbar terhadap kepemimpinan Arief selama di sana.
Makanya Tito mengaku tidak salah pilih. Karena sejak menjabat Asisten SDM POlri, Arief melakukan berbagai perbaikan mulai rekrutmen yang bersih dengan sistem teknologi informasi, pembinaan karir berdasarkan merit sistem serta perbaikan mental anggota Polri. Perlahan perubahan terjadi membuat sistem manajemen personal Polri makin bagus. Berbagai survey 2017 diantaranya, oleh Litbang Kompas, menunjukkan Polri sudah termasuk lembaga yang dipercaya public nomor empat. (Bahari)