Beringsut Sedikit Berselancar Kopi, Bolehkan...
Ada dua jenis teman yang datang ke Surabaya dan minta ditemani jalan: petualang dan wisatawan. Petualang selalu ingin hal yang baru, yang tidak populer di Medsos.
Wisatawan sebaliknya, datang untuk melihat tempat-tempat yang ramai dikunjungi, yang "indah-indah". Dia harus makan apa yang sedang diburu banyak orang meski harus antri sejak pagi atau berdesak-desakan untuk seporsi ayam geprek, atau juga bebek sinjay.
Tapi tidak ada yang salah. Ini soal selera, soal cara, soal pribadi. Bisa jadi soal waktu yang terbatas. Atau soal eksistensi. Atau juga soal isi dompet yang tebal dan rencana proyek yang secret dan bisa diraih.
Kawan yang petualang akan bilang di awal perjalanan: kemana aja yang asyik, sambil ngobrol menyusuri jalanan. Dan di tengah obrolan, bisa jadi mampir ke kedai kopi meski awalnya bicara soal lodeh dan sambal terasi.
Wisatawan akan bilang: aku mau kesini, terus kesini, beli ini, beli itu, trus malemnya makan disini... Catatannya lengkap bahkan ketika baru satu jam tiba.
Saya suka menemani petualang. Tidak berada di tempat-tempat ramai, tidak harus makan sesuatu yang fotonya wira-wiri di instagram. Tidak membuang waktu dengan antri gelato atau wafel yang sedang kekinian. Mau mencoba sesuatu yang baru. Yang tidak biasa.
Soal kopi misalnya. Setiap janjian kebanyakan bilang dan minta kongkow di starbucks, exelso, atau J-CO. Besok datang lagi, minta kesitu lagi. Ke mal itu lagi. Heran...
Padahal ada banyak tempat ngopi yang lain yang asyik dan keren. Warkop Bugil misalnya, gaya warkop tapi penuh filosofi. Kopinya selalu fresh. Malahan, bisa langsung minta yang biji kopinya anget dan baru keluar dari mesin roasting. Langsung cupping. Langsung mencicip bagaimana kalau kopi belum resting. Citarasa awal ketika kopi baru diulik oleh Pak Budiono sang roaster.
Kopikula misalnya. Rindu kopi misal yang lain. Keduanya khas anak muda. Ngopinya langsung berhadapan dengan si barista. Uniknya mereka selalu enggan bilang barista, mereka lebih solid disebut tukang seduh. Rindu kopi keren dengan bar senggolnya. Kopikula keren dengan perpustakaan mini yang sembari nunggu giliran ngopi bisa acak-acak beberapa koleksi bukunya.
Lain lagi, ada Kopi Bor. Berada dalam gang sempit dekat bambu runcing. Kopinya digiling pakai alat bor. Meski dalam gang jangan tanya kopinya, selalu anyar karena memiliki perputaran pelanggan yang cepat. Ada lainnya, Nongkrong Nong Lorong namanya.
Kedainya berada dalam lorong, menyerupai gang sempit dalam kampung. Kadang juga ditenggelamkan banjir ketika musim hujan tiba. Masuk disana harus senggolan juga. Selalu banyak kopi dan selalu full cerita kopi disana.
Ada BCoffee kalau mau nyebrang ke Madura. Ownernya sungguh keren, perempuan dan cantik pula. Punya jaringan yang luas dan pengetahuan kopi yang sulit cari bandingnya. Ada juga Jumarani. Si kedai namanya cukup seksi. Seolah punya aliran feminisme, tapi aslinya ownernya seorang gagah perkasa. Berbadan kekar, tetapi juga roaster yang andal.
Ada yang lain? Buanyak! Citarasa kopi-kopi mereka tak kalah. Boleh diadu kalau mau dan banyak memiliki waktu menongkrongi mereka satu-persatu.
Kedai-kedai ini memang cocok untuk mereka yang gemar bertualang. Tidak hanya memberi pengalaman baru kepada mata dan perasaan, tetapi juga lidah. Setiap biji kopinya diupayakan datang langsung dari mitra petani. Petani yang makin pintar dalam olah pascapanen kopi.
Lengkap sudah, tak hanya memanjakan mata, telinga, dan hati ketika ke Surabaya dan sekitarnya tetapi sekaligus memanjakan fungsi pengecap pada lidah.
Memberinya kesempatan merasakan pengalaman baru di kedai-kedai yang mampu mewarnai wajah urban sebuah kota yang makin menapak individualis dan hedonis.
Jangan khawatir, berpetualang menembus kebiasaan, keluar dari kenyamanan selera yang kadang membosankan itu, tak harus mengubah kebiasaan. Suantai saja, oke saja. Sudahkah ngopi? Ayolah ngopi dan selamat pagi. widikamidi