Beribadah untuk Orang Lain. Lho, kok Bisa?
Sebagai makhluk sosial, sudah barang tentu kita senantiasa berinteraksi dengan orang lain. Saling bertegur sapa dan saling bersilaturahim.
Ustadz Ilham Zubair Nawawie mengawali tausiyah, dengan mengingatkan soal saling interaksi sesama manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. Berikut pesan kebaikan selengkapnya:
Saling berinteraksi tersebut merupakan hal yang lazim kita lakukan guna kelangsungan hubungan horizontal kita terhadap sesama manusia. Atau yang biasa kita sebut dengan istilah hablun minannas.
Namun, satu hal yang harus kita sadari bahwa musuh utama kita (setan) tidak punya aktivitas lain kecuali menggelincirkan kita kedalam murka Allah.
Misalnya, ketika kita sedang ngobrol. Pada mulanya setan akan membiarkan kita ngobrol sesuatu yang lumrah. Namun secara halus sedikit demi sedikit setan akan menggiring kita untuk membicarakan aib orang lain.
"Alhasil, ketika kita menggunjing (ngrasani) orang lain, sejatinya kita telah bekerja (beribadah). Tapi gajinya (pahalanya), kita serahkan kepada orang lain, dan kita sendiri akan menjadi orang yang pailit."
Dan jika hal itu yang kita lakukan, lantas apa yang akan teradi? Yang akan terjadi adalah kelak di akhirat kita akan kehabisan pahala. Karena pahala yang kita peroleh dari berbagai ibadah, akan Allah berikan kepada orang yang kita gunjing. Sebagaimana keterangan yang terdapat pada kitab Durrotun Nasihin:
ان العبديعطى كتابه يوم القيامةفيرى حسنات لم يكن عملها. فيقول ياربّ من اين هذا لي؟ فيقول الله تعالى: هذاعمل من اغتابك من الناس وانت لاتشعر
"Sesungguhnya seorang hamba menerima catatan amalnya dihari kiamat. Kemudian dia melihat kebaikan-kebaikan yang tidak pernah dilakukannya. Lalu dia bertanya: Wahai Tuhanku, dari manakah ini? Lalu Allah menjawab: Ini adalah amal orang yang menggunjingmu, sedangkan kamu tidak merasa"
Alhasil, ketika kita menggunjing (ngrasani) orang lain, sejatinya kita telah bekerja (beribadah). Tapi gajinya (pahalanya), kita serahkan kepada orang lain, dan kita sendiri akan menjadi orang yang pailit.
Jika ghibah tersebut kita jadikan aktivitas, bahkan mungkin kita jadikan rutinitas, maka bukan tidak mungkin hal tersebut menjadi wasilah, atau sarana kita untuk menjadi penduduk neraka.
Karena dosa ghibah tersebut lebih besar daripada zina. Sebagaimana dawuh Kanjeng Raosul:
الغيبة اشد من الزنا، قالواكيف ياريول الله؟ قال: الرجل يزني ثم يتوب فيتوب الله عليه. واماصاحب الغيبة لايغفرله حتى يغفرصاحبه
"Dosa ghibah itu lebih besar dari zina. Para sahabat bertanya: bagaimana bisa seperti itu ya Rasulullah? Nabi pun menjawab: seorang laki-laki yang berzina, kemudian dia bertobat, maka Allah masih berkenan menerima tobatnya. Adapun orang yang menggunjing, ia tidak akan diampuni oleh Allah sebelum dimaafkan oleh orang yang bersangkutan"
Pertanyaannya adalah, setiap kita membicarakan aib seseorang, apakah kita sudah meminta maaf kepada yabg bersangkutan? Jika tidak, maka apakah kita akan membawa dosa tersebut ke liang lahat? Na'udzu billahi min dzalik.
Wallahu a'lam bisshawab.
اللهم اعناعلى ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
اللهم صل على سيدنامحمد