Berharap Terus Hidayah Allah, Begini Langkahnya
Hidayah Allah Subhanahu Wa-Ta'ala (SWT) manusia diberi hak untuk berusaha dan keputusan akhir ada kepada-Nya. Manusia harus berdoa dengan serius, keputusan dikabulkan tergantung pada-Nya. Demikian hidayah Allah harus selalu dijemput terus menerus diharapkan.
Untuk memperjelasn hal itu, berikut pesan-pesan Dr. Sanuri, S.Ag., M.Fil.I, (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum):
Kita patut bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan hidayah-Nya sehingga kita dengan ringan kaki dapat melaksanakan perintahNya, yakni sholat Jumat. Betapa banyak orang di saat yang sama tidak bisa melaksanakan perintah-Nya disebabkan tidak mendapat hidayahNya, pada mereka dalam keadaan sehat.
"Dengan begitu, maka tidak ada jaminan orang memperoleh hidayah selamanya, sekalipun pada saat yang sama ia tekun beribadah kepada-Nya. Kita banyak menyaksikan, orang yang awalnya tekun beribadah kepada Allah."
Kaitannya dengan hidayah ini, saatnya melalui khutbah ini mari kita renungkan ayat berikut ini:
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِۦ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
Artinya: Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
فَاِنَّ اللّٰهَ يُضِلُّ مَنۡ يَّشَآءُ وَيَهۡدِىۡ مَنۡ يَّشَآءُ
Artinya: Maka sesunggunya menyesatkan orang yang dikehendaki, dan memberikan hidayah kepada yang dikehendaki.
Dua ayat di atas menegaskan tentang masalah petunjuk atau hidayah Allah, sekaligus memastikan bahwa Allah menampakkan sifat Jabbar-Nya dalam memberikan petunjuk atau kesesatan. Artinya, manusia ditempatkan sebagai majbur atau yang dipaksa tunduk terhadap putusanNya.
Karenanya, agar tidak terjadi ekstrem pemahaman, kalangan Asy’ariyah memberikan pemahaman bahwa Allah memiliki hak prerogatif untuk menyesatkan manusia, sekaligus memberikan hidayah-Nya. Tapi, manusia diberi hak untuk berusaha dan keputusan akhir ada kepada-Nya. Manusia harus berdoa dengan serius, keputusan dikabulkan atau tidaknya adalah hal prerogatif Allah.
Pada kesempatan yang berbeda di Surat al-Qashash; 56 Allah mengingatkan:
إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. saja tidak bisa memberikan petunjuk kepada Abu Thalib, apalagi umatnya. Tugas Nabi Muhammad—termasuk kita sebagai umatnya-- hanya mengajak kebaikan atau tabligh, selebihnya hidayah adalah otoritas Allah.
Dengan begitu, maka tidak ada jaminan orang memperoleh hidayah selamanya, sekalipun pada saat yang sama ia tekun beribadah kepada-Nya. Kita banyak menyaksikan, orang yang awalnya tekun beribadah kepada Allah. Eee pada akhir kehidupannya dalam kesesatan. Atau sebaliknya, tidak sedikit orang yang awalnya berlumuran dosa karena kemaksiatan yang dilakukan, eee ternyata pada akhirnya ia mendapat hidayah-Nya sehingga tergerak dalam mengikuti perintah-Nya dan istiqamah menjahui larangan-Nya. Lebih dari itu, kita semua yang setiap hari belajar agama, juga tidak ada jaminan selamanya dapat hidayah-Nya sebab sekali lagi tetapnya hidayah adalah otoritas tunggal Allah.
Pada akhirnya, kita hanya dianjurkan oleh Allah agar terus berusaha semaksimal mungkin dalam kebaikan, sekaligus berdoa tiada henti agar hidayah-Nya terus tumbuh dalam diri kita sehingga kita tergerak menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Surat al-Fatihah yang kita baca setiap mengerjakan sholat juga layak kita renungkan betapa doa itu penting agar kita terus mendapat hidayahNya, اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. Semoga kita terus mendapat hidayah-Nya. Amin ya rabbal alamin.
*) Dipentik dari Khotbah Jumat, 28 Desember 2018 di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya.