Bergaji Belasan Juta Rupiah, 4 Ribu Warga Tokyo Jadi Penghuni Warnet
Selalu ada ironi dalam setiap kota besar. Banyak tunawiswa alias gelandangan yang hidup dari gang-ke gang di Tokyo. Namun, juga ada ribuan orang berpenghasilan rendah yang menjadikan warung internet alias warnet untuk menjadi tempat mereka bermalam.
Siapa yang menjadikan warnet sebagai tempat bermalam ini? Mereka bukan gelandangan murni. Sebagian besar adalah pekerja pocokan atau pekerja paruh waktu. Upah mereka sudah belasan juta. Namun, karena pekerjaannya tidak tetap, mereka tidak mampu menyewa rumah. Apalagi membelinya.
Seperti dikutip The Asahi Shimbun, survey yang dilakukan pemerintah metropolitan Tokyo menemukan, saat ini ada 4 ribu orang yang setiap hari menginap di warnet. Mereka ini berlindung di warnet setelah kehilangan pekerjaan atau baru saja pensiun.
Dalam suvey tersebut, mereka menggubungi 502 warnet dan rumah kapsul yang tersebar di kota Tokyo. Mereka menanyai ribuan pelanggan mereka. Hasilnya? ada 15.300 pelanggan mereka yang menginap di warnet maupun rumah kapsul di hari kerja. Dari jumlah tersebut, seperempatnya alias 4 ribu orang menginap karena tidak punya rumah yang dituju.
Yang menarik, para penghuni warnet dan rumah kapsul ini terbesar berusia 30-an tahun. Sedangkan yang berusia 50-an dan 40-an, masing-masing 29 persen dan 17 persen. Para gelandangan penghuni warnet dan rumah kapsul ini mayoritas pria.
''Empat puluh empat persen mengatakan mereka kadang-kadang bermalam di stasiun atau di jalan," tulis koran terbesar di Jepang ini.
Saat ditanya mengapa mereka menjadi tunawisma, 33 persen mengatakan bahwa mereka "tidak mampu membayar uang sewa setelah berhenti bekerja." Sedangkan 21 persen mengatakan mereka telah "meninggalkan asrama karyawan atau fasilitas lainnya setelah berhenti dari pekerjaan mereka." Tiga belas persen menyebutkan punya masalah dengan keluarga mereka.
Meskipun 87 persen mengatakan mereka sekarang bekerja, 41 persen hanya memiliki posisi paruh waktu dan 40 persen adalah pegawai sementara yang dikirim oleh agen kepegawaian. Pola kerja sementara yang tidak stabil ini menyumbang 86 persen dari total.
Empat puluh tujuh persen responden memperoleh antara 100.000 yen dan 150.000 yen (atau sekitar Rp 11 Juta dan Rp 17 juta) per bulan. Sementara 13 persen mengatakan bahwa pendapatan bulanan mereka berkisar antara 50.000 yen dan 100.000 yen.
Mengacu pada temuan tersebut, seorang pejabat pemerintah metropolitan mengatakan bahwa para pengungsi kafe internet menjadi kelompok yang beragam karena "beberapa dari mereka menerima tingkat upah tertentu."
Sejak 2008, pemerintah metropolitan Tokyo telah menyediakan program untuk membantu pengungsi warnet menemukan rumah dan tempat kerja.
Dikatakan temuan terakhir akan memacunya untuk mempertimbangkan tindakan yang lebih efektif untuk membantu individu tersebut menemukan pekerjaan biasa. (azh)