Berenang ke Tepian
KITA bisa cari hiburan ke Tiongkok. Agar ikut punya harapan di tahun yang baru ini.
Lihatlah pernyataan dari kampus terbaik Tiongkok ini. Yang dibuat tanggal 30 Desember lalu: ekonomi Tiongkok akan tumbuh 9 persen di tahun 2021.
Tentu siapa saja boleh ragu akan pernyataan itu. Dengan alasan: analisis itu dibuat perguruan tinggi Tiongkok sendiri. Bisa saja ini dianggap sebagai bagian dari glorifikasi diri.
Tapi kampus yang membuat analisis itu adalah Tsinghua University, Beijing. Itu dianggap setara dengan MIT-nya Amerika. Reputasinya sangat tinggi. Banyak melahirkan pemimpin negara.
Saya cenderung sependapat dengan analisis itu. Setidaknya Tiongkok bisa tumbuh 8 persen tahun ini.
Di tahun pandemi 2020 sendiri Tiongkok ternyata masih tumbuh positif: bisa 2,1 persen. Ini termasuk keajaiban tersendiri.
Bahwa tahun 2021 bisa tumbuh 9 persen itu tidak mustahil. Setiap kali sebuah negara berhasil keluar dari kemerosotan pertumbuhan, negara itu bisa tumbuh sangat tinggi. Kita pun, kalau bisa segera keluar dari kesulitan, juga punya potensi tumbuh tinggi seperti itu. Meski mungkin tidak bisa sampai 6 persen –dan kelihatannya tidak bisa terjadi di tahun 2021. Mungkin giliran kita baru tahun 2022. Kalau ada nasib.
Persis setahun lalu, Tiongkok, di tanggal 2 Januari seperti ini, sebenarnya Covid sudah muncul di Wuhan. Tapi tidak ada yang tahu. Dianggap flu biasa. Apalagi memang lagi musim dingin –yang biasanya juga musim flu.
Baru dua minggu lagi –setahun yang lalu– seorang dokter menemukan gejala aneh pada pasiennya. Apalagi setelah melihat hasil scan paru-paru pasien itu: belum pernah ada penyakit seganas itu.
Dokter itu pun mengingatkan teman-teman sejawat yang ada di satu grup WeChat-nya: ada virus misterius. Lalu ada anggota grup yang melakukan screenshot dan mengirimkannya ke dokter di luar grup. Dalam sekejap beredar luas.
Dokter itu dipanggil polisi. Diinterogasi. Dianggap menyebarkan hoax yang menggelisahkan masyarakat. Dokter itu diberi sanksi.
Dokter itu sendiri akhirnya meninggal dunia karena tertular penyakit itu. (Baca juga: Dukungan Hastag)
Ternyata ia yang benar. Penyakit berbahaya itu ada. Bukan hoax. Hanya belum tahu apa nama penyakit itu.
Pemerintah pusat pun turun tangan. Semua pejabat tinggi di Wuhan diberhentikan. Demikian juga gubernur provinsi Hunan, yang beribu kota di Wuhan.
Dua minggu kemudian Wuhan di-lockdown total. Dengan sebenar-benar lockdown. Tidak peduli bahwa hari itu tepat hari raya terpenting negeri itu: Imlek.
Lalu seluruh provinsi di lockdown. Kemudian seluruh negara.
Tiga bulan negeri itu sangat menderita. Kita ikut simpati. Kita membayangkan betapa parahnya keadaan di sana. Kita sampai kirim doa: Jia You Wuhan!
Semua pabrik tutup. Semua restoran tutup. Apa pun tutup –kecuali rumah sakit.
Ekonomi Tiongkok digambarkan seperti akan bangkrut.
Lockdown itu berhasil membuat penyebaran virus terhambat. Lalu berhenti. Sampai sekarang jumlah penderita Covid-19 di sana seperti berhenti di angka 87.000. Dengan total meninggal dunia: 4.600.
Bandingkan dengan kita. Yang dulu begitu kasihan kepada Tiongkok. Angka kita sekarang ini: 750.000 (yang terkena Covid) dan 22.000 (yang meninggal).
Belum lagi kalau dibanding dengan negara barat seperti Amerika dan Eropa.
Sampai sekarang memang masih ada penderita baru di Tiongkok. Tapi angkanya hanya 25 atau 15 orang/hari. Dari 1,3 miliar penduduk. Pun sudah tidak pernah ada yang meninggal dunia.
Bahwa masih ada angka baru, itu pun semuanya akibat virus impor.
Boleh dikata sudah tidak ada Covid-19 di Tiongkok. Sejak tiga bulan lalu. Juga sudah sedikit yang pakai masker –kecuali yang punya sikap hidup hati-hati. Memang sempat heboh minggu lalu: wabah menggawat lagi di Beijing. Sumber beritanya dari Turki. Ternyata itu tidak benar. Di sana tetap masih aman.
Kota-kota sudah kembali hidup normal. Tidak ada lockdown baru.
Minggu ini vaksinasi juga mulai dilakukan di sana. Sama dengan negara lain: tenaga kesehatan didahulukan.
Hanya di Tiongkok, yang juga diprioritaskan adalah petugas pelabuhan dan bandara. Juga tenaga transportasi laut dan udara.
Itu karena ancaman Covid-19 ke depan datangnya dari virus impor. Terutama lewat daging dan ikan beku. Lebih utama lagi lewat salmon beku.
Yang masuk prioritas lainnya adalah: pengusaha dan tenaga kerja yang akan berangkat ke luar negeri. Sejak tiga bulan lalu pun kelompok ini sudah diizinkan vaksinasi secara darurat. Semua yang akan ke luar negeri bisa mengajukan permohonan vaksinasi. Permohonan diajukan sebulan sebelum jadwal keberangkatan. Itu agar mereka sempat disuntik dua kali –selang tiga minggu.
Maka tahun 2021 ini bisa dimulai di Tiongkok dengan tancap gas. Mereka sudah memiliki prosedur mapan di segala bidang. Termasuk bagaimana menerima kunjungan orang dari luar negeri.
Caranya: begitu turun dari pesawat mereka di-swab test. Lalu semuanya dimasukkan hotel yang telah ditunjuk. Boleh memilih yang bintang lima, empat, atau tiga. Sesuai dengan kemampuan membayar.
Tapi tidak boleh memilih hotel di luar yang ditentukan.
Sudah ada bus-bus khusus untuk jurusan hotel-hotel yang ditentukan itu.
Di hotel itu mereka wajib tinggal selama 14 hari. Dengan penjagaan ketat. Dengan pelayanan yang baik.
Setelah 14 hari itu barulah mereka boleh naik taksi ke tujuan masing-masing. Dengan tetap setiap hari mengisi laporan kondisi badan lewat aplikasi.
Mereka, rupanya, memilih pepatah "bersakit-sakit dahulu, berenang ke tepian".(Dahlan Iskan)
https://www.disway.id/r/1177/berenang-ke-tepian#.X--ZeWdBeNc
Advertisement