Berempati Terhadap Kasus Bunuh Diri
Perempuan cantik itu bernama Dara. Orang tak akan mengetahui, jika Dara sebenarnya pernah mempunyai masa-masa suram. Merasa tak mendapatkan afeksi, membuat Dara sempat mengalami depresi. Ia pun berupaya untuk menjemput ajalnya sendiri.
Beruntung, Dara sekarang mau membuka diri. Dia mau menceritakan masa kelammnya. Agar kita pernah,--orang-orang yang tak mengalami, bisa berempati dengan orang-orang yang pernah menjalani.
Cerita itu datang pada waktu sore hari. Dara menyetujui untuk membagi kisahnya kepada ngopibareng.id. Kami bertemu di sebuah coffe shop di kawasan Lowokwaru, Kota Malang.
Dara datang dengan rambut terkuncir, mengenakan jaket berwarna biru dengan stelan celana hitam. Obrolan itu berlangsung kurang lebih selama satu jam.
"Aku lahir dari keluarga yang terus mempertontonkan pertengkaran di hadapanku. Waktu itu umurku masih lima tahun. Masih di Taman Kanak-Kanak (TK)," tutur mahasiswi di salah satu universitas terkemuka di Kota Malang itu.
Dara tak tahu penyebab pasti kedua orang tuanya berselisih paham. Namun ada satu kasus yang ada dalam ingatan. Ayah Dara pernah berselingkuh dengan seorang perempuan.
"Yang aku ingat waktu aku kecil ayahku itu pernah berselingkuh. Mungkin pemicunya karena itu," terangnya.
Akibat pertengkaran itu Dara sering menjadi pelampiasan kemarahan. "Di keluargaku pertengkaran hampir terjadi setiap hari. Efek dari pertengkaran itu, aku sering mengalami kekerasan secara verbal," ucapnya.
Dara mengatakan kecerobohan sekecil apapun bisa memicu amarah orang tuanya. Menurutnya, kekerasan verbal seperti kemarahan membuat tumbuh kembangnya secara psikologis tidak baik.
"Di keluargaku pertengkaran sangat sering terjadi. Akibatnya aku mendapatkan kekerasan verbal. Kesalahan sekecil apapun seperti menjatuhkan air di lantai, bisa membuat aku dimarahi," katanya.
Dara menganggap hubungan orang tuanya menjadi semacam toxic bagi dirinya. Hubungan antara suami-istri yang tak akur membuat Dara alergi mendengar kata pernikahan.
Ketika kata itu masuk ke gendang telinganya, seketika perlakuan kasar orangtuanya tiba-tiba terlintas dalam ingatannya.
"Mendengar kata pernikahan membuat kepalaku tiba-tiba menjadi pusing dan perutku sakit," ujarnya.
Kenangan itulah yang membuatnya merasa insecure ketika mulai beranjak dewasa. Dara mengalami lanjutan episode pahit dalam hidupnya ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Malang.
"Waktu SMA aku jadi bahan bully (perisakan) teman-temanku. Ruang untuk aku bersosialisasi terbatas," tuturnya.
Dara menjadi bahan gunjingan teman sekolahnya. Mereka mengira Dara bukanlah perempuan baik-baik.
"Pokoknya mereka sering menyindir aku gitu. Mereka juga sering iseng nyembunyiin barang-barangku. Contohnya, pas aku lagi naruh barangku kayak tas dan sepatu mereka buang ke selokan sekolah," ucapnya.
Kolase pahit dalam hidupnya itu membuat Dara berpikir untuk melakukan bunuh diri ketika masuk kelas tiga SMA.
Dara sudah menyiapkan cara dan tempat untuk dirinya melakukan bunuh diri. Ia juga sudah berkirim pesan perpisahan kepada teman-temannya.
"Banyak masalah yang aku alami, aku seperti tidak punya tujuan untuk hidup lagi. Ditambah lagi waktu itu aku diputuskan oleh pacarku. Bersamaan dengan itu sahabatku saat SMA juga meninggal dunia," ucapnya.
Sekitar November 2017, Dara memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menenggak minuman yang dia percayai bisa membuat dirinya menghilang dari episode kelam hidupnya.
"Aku kira aku bakal mati. Namun besoknya aku masih bisa bangun. Terus muntah-muntah karena minuman itu," tuturnya.
Upaya pemulihan diri
Dara tidak mati. Seketika ia tersadar dengan pesan yang diucapkan oleh mendiang sahabatnya pada November 2017 lalu.
"Jadi sebelum meninggal karena sakit, sahabatku bilang bahwa aku harus bahagia dalam hidup," terangnya.
Pesan itu menjadi motivasi Dara untuk terus melanjutkan hidupnya. Dara berpikir bahwa bunuh diri tak pernah akan menyelesaikan masalahnya.
"Aku ingin mati dengan legendaris. Jadi orang-orang bisa mengingat apa yang telah aku perbuat ketika ajal menjemput nanti," jelasnya.
Pemulihan diri mulai dilakukan Dara dengan menyibukkan dirinya melakukan kegiatan sosial. Selain itu Dara juga mulai menggeluti dunia seni olah peran. Teater.
"Bagiku obat yang paling mujarab untuk menghindari depresi yakni dengan cara menyibukkan dirimu," katanya.
Pada awal 2019, Dara mendirikan sebuah komunitas bimbingan konseling yang dijadikan sarana untuk merangkul mereka yang mengalami depresi, namun sungkan untuk bercerita.
Semasa kuliah Dara memang mengenal beberapa temannya yang mengalami depresi. Ia tak ingin pengalaman buruk juga terjadi pada temannya.
"Jadi mereka yang butuh teman untuk curhat. Mereka yang butuh afeksi silakan bergabung. Di komunitasku ini juga ada psikolognya," ucapnya.
Komunitas ini awalnya beranggotakan tiga orang saja. Cara penyebaran informasinya dari mulut ke mulut. Mirip MLM. Satu orang mengajak teman lainnya yang membutuhkan ruang untuk bercerita masalahnya.
Saat ini komunitas bimbingan konseling yang dikoordinir oleh Dara sudah memiliki sebanyak 20 anggota. Konseling dilakukan sekali seminggu. Mengambil waktu di akhir pekan. Bisa hari Sabtu ataupun Minggu.
Jangan sepelekan masalah bunuh diri
Spesialis Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya (UB), Malang, dr. Dearisa Surya Yudhantra mengatakan kasus bunuh diri merupakan permasalahan serius yang harus disoroti.
"Kasus bunuh diri ini menjadi perhatian serius, karena berdasarkan data World Health Organisation (WHO) itu memaparkan ada satu juta orang meninggal karena bunuh diri, selama tahun 2018," terangnya.
Menurut Dearisa, banyak faktor yang menyebabkan orang memutuskan untuk melakukan bunuh diri.
"Perihal kasus bunuh diri itu faktornya banyak sekali terutama masalah psikologis, lemahnya ketahanan diri terhadap stress. Kemudian masalah pergaulan," tuturnya.
Maka dari itu, Dearisa Surya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memberi stigma buruk kepada para penderita depresi, seperti orang yang lemah mental, manja dan tidak dekat dengan Tuhan.
"Padahal dimensi perasaan dan dimensi spiritual itu berbeda, sehingga walaupun sudah beribadah rutin, perasaan depresi itu masih tetap saja ada," pesannya.
Dearisa mengungkapkan biasanya depresi menyerang anak muda di usia 20 tahun keatas. Ia mengimbau masyarakat untuk mengenali ciri-ciri orang yang berupaya melakukan bunuh diri.
Beberapa contoh dijelaskan oleh Dearisa seperti orang itu sudah mulai memutus komunikasi dengan siapapun serta sudah mulai membuat catatan kecil yang menceritakan keinginannya untuk bunuh diri.
"Selain itu kecenderungan orang melakukan bunuh diri. Ia akan melukai dirinya sendiri dengan mengiris-ngiris bagian tubuhnya. Tujuannya agar merasakan kelegaan," tuturnya.
Ia melanjutkan biasanya orang yang depresi jarang mau membuka masalahnya kepada orang lain. Maka Dearisa berpesan, jika menemui orang seperti itu hendaknya masyarakat tidak hanya mendengar namun juga merangkul.
"Masyarakat harus peka, orang depresi itu ada di sekitar kita. Sebaiknya bawa dia konseling ke psikolog. Jika sudah masuk depresi berat, baiknya dibawa ke psikiater untuk dilakukan psikoterapi," pesannya.
Dalam kasus bunuh diri terang Dearisa, ada syaraf dalam tubuh manusia yang dinamakan neurotransmitter. Ketika seseorang mengalami depresi saraf ini tak berfungsi maksimal
"Penurunan kinerja dari saraf itu memengaruhi kondisi kejiwaannya. Itu yang bisa memicu bunuh diri," ungkapnya.
Maka dari itu, Dearisa mengimbau agar masyarakat jangan memberikan stigma negatif terhadap orang bunuh diri.
"Kita harus mengedukasi masyarakat agar stop memberikan stigma buruk kepada orang bunuh diri," tutupnya.