Beredar Hadits Dhaif soal Puasa Rajab, Ini Dalil yang Sahih
"Telah beredar informasi di media sosial tentang puasa bulan Rajab. Ustad, bisa dijelaskan soal dalil puasa Rajab? Puasa Rajab 1 hari seperti puasa setahun, tujuh hari ditutup pintu-pintu neraka jahanam, delapan hari dibuka pintu-pintu surga, 10 hari dikabulkan segala permintaannya, dan barang siapa yang mengingatkan tentang ini seakan dia beribadah 80 tahun."
Demikian soalan yang sempat disampaikan ke Redaksi ngopibareng.id.
Memang, selama ini banyak beredar di media sosial yang seolah-olah membenarkan amalan-amalan puasa tersebut. Sehingga hal itu menimbulkan keresahan, bahkan dipertanyakan siapa dan apa motivasinya informasi seperti itu disebarkan.
Guna memperjelas masalah ini, tentang validitas dalil dan kesahihan hadits, kami menghadirkan kembali jawaban KH Ali Mustafa Yaqub (almaghfurlah), Imam Masjid Istiqlal, yang juga pernah menjadi Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Imam Masjid (IPIM).
Secara singkat bisa juga disimak melalui tautan video berikut:
"Kami sendiri punya pengalaman, sejak 1985, kami telah berusaha, baik melalui mimbar maupun lembar, melalui lisan dan tulisan, untuk memberikan pencerahan kepada umat tentang fenomena hadits -hadits palsu berikut bahaya menyebarkannya. ..."
"Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H) dalam kitabnya Tabyin al-'Ajab bima Warad fi Fadhl Rajab menyebutkan bahwa tidak ada satu pun hadits yang valid (sahih) tentang fadhilah (keutamaan) puasa pada Rajab. Bersama kawan-kawan, kami juga meneliti hadits terkait puara Rajab," kata KH Ali Mustafa Yaqub, Pendiri Pesantren Darussunnah, Bekasi.
"Ternyata hadits tersebut adalah palsu. Yang aneh, Imam Ibnu Hajar pada abad ke-9 Hijriyah telah memberikan pernyataan seperti itu. Namun, faktanya, hadits-hadits palsu, dalam hal ini yang berkaitan dengan puasa pada Rajab tidak kemudian hilang, tidak disebut orang, tetapi justru berkembang dengan tambahan-tambahan, seperti siapa yang mengingatkan ibadah ini akan mendapatkan pahala beribadah selama 80 tahun.
"Kami sendiri punya pengalaman, sejak 1985, kami telah berusaha, baik melalui mimbar maupun lembar, melalui lisan dan tulisan, untuk memberikan pencerahan kepada umat tentang fenomena hadits -hadits palsu berikut bahaya menyebarkannya.
"Ketika kami sudah menginventarisasi beberapa hadits palsu seputar Ramadhan yang kemudian kami terbitkan dalam sebuah buku, tiba-tiba di internet bermunculan hadits palsu yang baru seputar Ramadhan.
"Seolah-olah fenomena munculnya hadits palsu itu memang ada pihak yang sengaja menciptakan untuk kepentingan tertentu. Tampaknya, kepentingan itu adalah untuk meresahkan umat sehingga mereka hanya menyibukkan diri dan menguras energi untuk membicarakan isu hadits palsu tersebut.
"Kepentingan selanjutnya adalah untuk membuat umat supaya terninabobokan dengan amalan-amalan yang bersumber dari hadits palsu tersebut. Sebut saja, misalnya, hadits palsu seputar Ramadhan yang menyebutkan bahwa tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah dan diamnya sama dengan membaca tasbih. hadits seperti ini akan membawa dampak yang buruk bagi umat Islam sehingga mereka pada siang hari lebih suka tidur dan bermalas-malasan daripada beraktivitas.
"Menurut kajian ilmu hadits , salah satu gejala hadits palsu adalah amalannya sedikit dan pahalanya sangat besar. Kendati begitu, gejala ini belum memberikan sinyal yang positif tentang kepalsuan sebuah hadits .
"Kepalsuan sebuah hadits dapat dideteksi melalui matan (materi) dan sanad (transmisi hadits ). Apabila dalam sanadnya terdapat rawi (periwayat) yang berperilaku dusta, menurut disiplin ilmu hadits , hadits tersebut divonis sebagai hadits palsu.
"Konsekuensinya, hadits seperti itu harus dikubur, tidak boleh diamalkan, dan tidak boleh disebut-sebut kecuali dalam rangka untuk dijelaskan kepalsuannya. Hal itu karena orang yang menyebarkan hadits palsu dan ia mengetahui tentang kepalsuan hadits itu, Nabi Muhammad SAW menyebutnya sebagai orang yang ikut mendustakan Nabi. Dan, orang yang mendustakan Nabi Muhammad SAW dengan sengaja dipersilakan untuk siap-siap memasuki neraka.
Ini Dalil yang Bisa Dipakai
"Kendati demikian, bukan berarti puasa pada Rajab dilarang sebab ada hadits riwayat Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, an-Nasa'i, ath-Thabrani, dan al-Baihaqi di mana Nabi SAW menyuruh salah seorang sahabat beliau untuk berpuasa pada bulan-bulan mulia (al-Asyhur al-Hurum). Sementara, salah satu daripada empat bulan mulia itu adalah Rajab.
"Sesungguhnya yang dilarang dalam Islam adalah menyebarkan hadits palsu dan beribadah dengan berlandaskan kepada hadits palsu tersebut. Ketika kita beribadah dan ternyata ada landasan hadits yang tidak palsu, hal itu bukanlah yang dilarang. Karena itu, kita perlu cermat dalam beribadah dengan mengetahui landasan hukumnya (dalil) yang valid."
Demikian pesan-pesan bulan Rajab yang pernah disampaikan KH Mustafa Ali Yakub, almarhum. Semoga beliua diampuni Allah SWT. Amiin. (adi)
Advertisement