Berdakwah dengan Seni ala Kerajaan Arab Saudi
Oleh: Nizar Mohamad - Mahasiswa Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta
--
Tak pernah terlintas di pikiran saya pergi ke Arab Saudi untuk melihat pameran seni. Biasanya, ke Saudi itu untuk Umroh atau berhaji. Namun kesempatan menikmati instalasi seni di Saudi datang kepada saya kira-kira di awal bulan Februari 2023. Tepatnya tanggal 10 Februari 2023 lalu.
Saya pergi ke Saudi, di Terminal Haji Bandara King Abdul Azis. Di tempat itu saya melihat, menikmati, dan memandang kagum sebuah karya seni. Aneh bukan? Di Saudi, di Terminal Haji, tapi malah ada konfigurasi pameran seni. Namanya pameran Islamic Arts Biennale.
Islamic Arts Biennale tahun ini digawangi oleh empat orang tim kreatif & kurator. Yaitu Sumayya Vally, Dr Omniya Abdel Barr, Dr Saad Alrashid, dan Dr Julian Raby.
Pameran pertama Islamic Arts Biennale ini mengangkat tema berjudul ‘Awwal Bait’. Mengambil namanya dari Ka’bah yang berada di Makkah, dengan arti Rumah Pertama Allah. Tema ini diangkat untuk membawa narasi bahwa Ka’bah merupakan arah dan tujuan suci bagi umat Muslim.
Karya ini terbagi menjadi dua fase. Fase awal membicarakan tentang Kiblat (Arah Suci). Kita diajak untuk melihat bahkan juga merenungkan diri kita saat akan berkunjung ke Rumah Pertama Allah, Ka’bah. Kita akan melalui berbagai karya seni yang menarasikan ritme sholat harian dan peristiwa penting dalam kehidupan umat muslim.
Pada fase kedua kita akan dihadapkan dengan karya seni yang menarasikan peristiwa hijrah (migrasi), yang terinspirasi dari peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya dari Makkah menuju Madinah. Karya-karya yang dihadirkan menceritakan eksplorasi tema pergerakan, waktu, dan komunitas.
Acapkali seni menjadi perbincangan bahkan perdebatan atas narasi hukum agama. Ada pula yang mengatakan bahwa haram hukumnya jika sebuah karya seni pada akhirnya menjadi benda yang disembah.
Namun Kerajaan Saudi malah menyelenggarakan Biennale. Lebih menarik lagi bahwa pameran ini adalah pertama kali dan bahkan satu satunya Biennale yang mengangkat keseluruhan karya dalam bingkai agama Islam, Islamic Arts Biennale.
Uniknya lagi, pameran seni yang dibuat di Terminal Haji ternyata ada arti yang mendalam. Yakni bentuk persembahan dan pemaknaan atas pintu awal bagi umat Islam dari penjuru dunia untuk menunaikan ibadah Haji. Adanya pameran seni Islamic Arts Biennale sedikit banyak mengubah dalam sudut pandang umat muslim.
Bahkan narasi Islami yang dibawa justru membuka perspektif baru dalam melihat Timur Tengah. Seni rupa menjadi ajang menarasikan hal-hal yang sifatnya spiritual. Daerah Timur Tengah dengan identitas seni yang sebenarnya lekat dengan kacamata Orientalisme, diperlihatkan jelas pada Islamic Arts Biennale.
Melalui Diriyah Biennale Foundation, di bawah naungan Menteri Kebudayaan Arab Saudi dan cita-cita Mohammed Bin Salman (MBS, Putra Mahkota) dalam modernisasi Arab Saudi, terlihat jelas perubahan yang terjadi, bagaimana seni dan budaya lebih memiliki ruang massif di Arab Saudi.
Apalagi di zaman modern ini, kita sering kali menjumpai pameran karya seni di ruang-ruang publik hingga galeri. Tak jarang pula pameran seni menjadi ajang perhelatan yang ditunggu-tunggu. Contoh saja Art Fair yang merupakan pameran jual/beli karya seni, atau Biennale yang diselenggarakan di berbagai negara, daerah, hingga kota.
Biennale merupakan pameran seni yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Biennale pertama kali diadakan di Venice pada tahun 1895. Pameran seni bergengsi di Dunia. Pada tahun 2007, bermunculan berbagai perhelatan pameran Biennale di penjuru dunia. Salah satu yang juga rutin diadakan di Indonesia adalah Biennale Jogja.
---
Kini saatnya kita tak perlu berdebat lagi mengenai seni dalam perspektif agama. Sebab Seni rupa bukan lagi suatu hal yang diharamkan, namun menjadi metode baru dalam berdakwah.
Wallahualam bish-shawab!