Berburu Tengkleng Solo di Musim Liburan, Duh Susahnya
Tulisan saya tentang Pionir Sate Tengkleng di Salatiga mendapat komentar rame. Ada yang memprotes, ada yang tak terima dengan pujian saya tentang enaknya tengkleng kota itu.
"Tengkleng ki jagonya yo tetap Solo, he..he..," tulis seorang kawan yang memang tinggal di kota asal Presiden Joko Widodo ini.
Ada juga yang memprotes karena saya menyamakan tengkleng dengan gulai. "Tengkleng itu beda dengan gulai. Tengkleng hanya ada di Solo," tambah yang lain.
"Yang betul bukan tengleng, tapi tengkleng. Kalau tengkleng itu tanpa santen. Bumbu rempahnya tak sekomplit gulai," jelasnya kemudian.
Sebelumnya, Saya memang menulis tengkleng dengan tengleng. Juga menyebut tengkleng itu seperti gulai. Tapi lebih cair. Bahanya sama: balungan dan jerohan.
Benarkah tengkleng di Solo yang paling enak? Protes banyak kawan jelas bikin penasaran. Begitu sampai di kota ini, saya pun berburu tengkleng.
Ada banyak referensi ditunjukkan kawan. Mulai dari Tengkleng depan Pasar Klewer, Sate Bu Bejo, sate Pak Manto, sampai dengan sate Tambak Segaran.
Begitu nyampai Solo dari Bandungan, saya dan kawan-kawan dengan semangat tinggi langsung ke Pasar Klewer. Gagal. Mobil tak bisa masuk ke lokasi itu.
Pilihan berikutnya ke Bu Bejo. Suasana jalan menuju warung sate langganan Jokowi itu penuh sesak. Banyak bus parkir di sepanjang jalan.
Hari itu memang sedang ada acara besar di kawasan tersebut. Haul ke 107 Habib Ali Bin Muhammad bin Husein Alhabsy, kakeknya almarhum Habib Anies.
Tapi akhirnya berhasil juga mencapai warung sate Bu Bejo yang terkenal dengan sate buntelnya itu. Makan? Tidak. Sebab, menunggu hampir setengah jam tak dapat tempat duduk.
Menyerah. Karena sudah jam makan siang, cari alternatif lain warung tengkleng di sekitaran situ. Sekitar satu kilometer dari Bu Bejo.
Dapat. Kami semua turun. Ada 15 orang dalam rombongan. Begitu masuk, penjualnya memberi informasi: sate tinggal 3 porsi. Lainnya ludes.
Perut terasa makin lapar. Bergeser ke Warung Sate Pak Manto di kawasan Honggowongso. Dekat Ndalem Cokrokusuman. Tak jauh dari hotel kami menginap: Novotel.
Lagi-lagi nasib baik belum berpihak. Warung sate Pak Manto juga penuh sesak. Harus antre mendapatkan tempat duduk. Belum lagi harus antre dapat pelayanan.
Menyerah lagi. Diputuskan mencari tempat makan yang ada. Yang penting segera bisa isi perut. Akhirnya diarahkan ke Restoran Adem Ayem.
Siang itu gagal menikmati tengkleng Solo yang dibilang paling enak itu. Makanya dirancang makan malam untuk berburu ulang. Eksplorasi warung sate tengkleng yang legend.
Ke dua tempat yang direkomendasi sejumlah kawan, ternyata tutup karena habis. Akhirnya ke warung sate lama Tambak Segaran. Apa boleh buat.
Di Tambak Segaran saya masih menyimpan rasa penasaran. Belum ketemu tengkleng yang enak seperti dipamerkan kawan-kawan. Tengkleng dan tongsengnya tersaji dalam kondisi dingin. Pasti kurang enak kan?
Maka, setelah check out dari hotel di hari terakhir, dendam itu harus terbalaskan. "Cobalah ke Tengkleng Mbak Diah di Solo Baru," kata CEO Omkicau.com Duto Sri Cahyono.
Siang itu pun meluncur ke Tanjung Anom Solo Baru. Ke Warung Mbak Diah. Bagaimana rasa tengklengnya? Sabar, tunggu tulisan selanjutnya. (arif afandi)