Beda dengan Pemilu, Sanksi Politik Uang di Pilkada Lebih Berat
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jember kembali mengingatkan masyarakat untuk mengindari politik uang dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2024. Sanksi tidak pidana politik uang dalam Pilkada lebih berat dibandingkan tindak pidana serupa dalam pelaksanaan pemilu.
Koordinator Pencegahan Partisipasi dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Jember, Wiwin Riza Kurnia mengatakan, politik uang hingga saat ini masih menjadi ancaman bagi pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang berintegritas. Karena itu, Bawaslu Jember gencar melakukan sosialisasi untuk mencegah agar tidak ada warga yang bermain-main dengan politik uang.
Wiwin merinci terdapat perbedaan sanksi pidana perilaku politik uang dalam pelaksanaan pilkada dan pemilu. Sebab undang-undang yang dijadikan dasar pelaksanaan Pemilu dan Pilkada berbeda.
Dasar pelaksanaan Pemilu adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Sedangkan dasar pelaksanaan pilkada adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Sanksi politik udang dalam Pemilu diatur dalam diatur dalam Pasal 523 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Disebutkan bahwa setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Kemudian dalam pasal 523 ayat (2) mengatur terhadap setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung disanksi pidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.
Sanksi juga diatur dalam Pasal 523 ayat 3 menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Sedangkan sanksi pidana politik uang dalam Pilkada diatur dalam 187 A ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atu tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pasal 73 ayat (4) dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dengan denda 200 juga dan paling banyak Rp1 miliar.
"Ada perbedaan sanksi pidana politik uang dalam pemilu dan pilkada, karena undang - undang pelaksanaannya berbeda. Namun, sanksi itu juga berlaku kepala pemberi dan penerima. Larangan politik uang berlaku bagi calon, pasangan calon, anggota partai politik, tik kampanye, relawan, maupun pihak lain" tuturnya, Senin, 30 September 2024.
Lebih jauh, Wiwin mengajak masyarakat juga turut melakukan pengawasan partisipatif. Masyarakat bisa melaporkan ke Bawaslu Jember apabila menyaksikan dugaan tindak pidana politik uang, termasuk politik uang digital.
Wiwin pun berharap masyarakat yang melaporkan dugaan tindak pidana politik uang agar dilengkapi bukti. Laporan yang dinilai memenuhi unsur, akan diproses oleh Sentra Gakkumdu.
"Sesuai aturan pelanggaran pidana pemilu diproses dan diselesaikan oleh Sentra Gakkumdu," pungkasnya.