Berbaik Sangka pada Allah di Masa Pandemi, Panduan Nalar Sehat
Biar tidak dikomplain malaikat, manusia perlu menekan pontensi kerusakan dan memaksimalkan fungsi kepemimpinan. Bagi Muslim yang taat, dalam situasi dan kondisi apapun harus mengedepankan sikap berbaik sangka (Husnudhan). Termasuk dalam menghadapi pandemi covid-19 yang sedang berlangsung sekarang ini.
Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) PP Muhammadiyah Budi Setiawan menerangkan, pandemi jangan sampai melunturkan sikap husnudhan kepada Allah SWT. Namun tidak bisa dipungkiri ada trend di masa pandemi ini yang menunjukkan menurunnya sikap husnudzan kepada Allah SWT.
Oleh karena itu penting bagi Muslim menjaga sikap husnudhan di segala situasi maupun kondisi. Akan tetapi sikap husnuzan yang dimiliki tidak boleh lepas dari kesadaran yang dipandu oleh nalar sehat, misalnya tidak boleh karena sikap husnudzan kemudian tidak bermasker sebab percaya dirinya dijaga Allah SWT.
Efek Dilematis Pandemi
Di sisi lain, menurut Budi, pandemi ini menimbulkan efek dilematis pada bidang kesehatan dan ekonomi. Pasalnya, upaya untuk menghambat penyebaran virus covid-19 telah menghambat kegiatan perekonomian dan berdampak pada semakin turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Hal ini jika tidak ditangani secara serius akan berdampak ganda. Sebab tidak bisa dipungkiri, fenomena pandemi covid-19 ini berdampak pada terkikisnya prasangka baik kepada Allah SWT bagi muslim, sebab mereka merasa diperlakukan tidak adil. Baik oleh Tuhan maupun oleh kebijakan yang ambigu.
“Setelah menunjukkan pencapaian penurunan kemiskinan beberapa tahun belakangan ini, tingkat kemiskinan kembali meningkat setelah pandemi covid-19. Kalau kita lihat tidak sebanyak dulu orang ‘ngamen’ dengan segala bentuknya di sepanjang jalan,” ungkapnya.
Dalam Pengajian Rabu Pahing yang diadakan RS PKU Muhammadiyah Kota Yogyakarta, Budi menambahkan, oleh karena itu dampak negatif terhadap keadaan sosial-ekonomi dari pandemi bisa menjadi jauh lebih buruk tanpa adanya bantuan sosial.
Budi merinci, efek pada bidang sosial, masyarakat Indonesia yang dikenal memiliki budaya kumpul-kumpul, di masa pandemi budaya itu seperti hilang. Sebab di minta untuk berjarak, di rumah aja, dan kerapatan shaf salat pun direnggangkan. Serta, banyak kegiatan yang awalnya dilakukan luring, diganti menjadi daring.
Advertisement