Pengungsi Gunung Semeru Berangsur-angsur Kembali ke Rumah
Setelah “batuk-batuk” dan mengakibatkan lahar, aktivitas Gunung Semeru di Lumajang mulai mereda. Sebagian warga yang mengungsi di sejumlah tempat juga mulai kembali ke rumahnya masing-masing.
“Siang ini, sekitar separuh pengungsi kembali ke rumahnya masing-masing. Kondisi Semeru mereda, selama sehari mulai pukul 06.00 sampai 12.00, data yang kami terima dari Pos Gunung Sawur, hanya terjadi satu kali guguran lava,” kata Kustari, supervisor di Pusdalop pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang via telepon, Selasa siang, 1 Desember 2020.
Selasa dini hari sekitar pukul 01.30, sebagian warga di Dusun Kamar A, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang mengungsi. “Tercatat ada sekitar 550 orang dari Kamar A mengungsi di lapangan di Desa Supiturang,” kata Kustari.
Sekitar 250 pengungsi secara berangsur-angsur telah kembali ke Kamar A. Sehingga masih ada sekitar 300 pengungsi yang masih bertahan di tenda-tenda pengungsian.
Laju pengungsian juga terlihat di Pos Gunung Sawur, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro. Sekitar 300 orang mengungsi di kawasan pos yang digunakan mengamati aktivitas vulkanis Gunung Semeru itu.
“Sebagian besar yang mengungsi di Gunung Sawur sudah turun ke rumahnya masing-masing,” ujar Nurlaeli, warga Kecamatan Candipuro.
Pria yang juga pedagang bakso itu menyaksikan kepanikan warga di Pasar Pasirian, Lumajang. “Saat saya beli daging untuk bakso, banyak pedagang yang langsung membatalkan kulakan begitu diberi tahu Semeru meletus,” ujarnya.
Nurlaeli menceritakan, sejak Selasa pukul 01.30 terdengar suara gemeruh terus-menerus dari arah kawah Gunung Semeru. Sebagian warga mulai mengungsi, apalagi pada pukul 03.30 terdengar suara ledakan keras dari arah gunung setinggi 3.676 meter itu.
Selain suara menggelegar, hujan abu juga mengguyur kawasan atas. “Tebal abu di kawasan atas vulkanis 1-5 centimeter tergantung arah angin. Bahkan, abu juga dirasakan warga di Pasirian yang jaraknya puluhan kilometer dari Semeru,” katanya.
Hal serupa diceritakan Bambang Edi Santosa, warga Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Pronojiwo. “Saya menyaksikan sebagian warga Dusun Rowobaung mengungsi melewati kampung yang saya tempati,” ujarnya.
Karena kampungnya relatif aman dari jalur lahar Semeru, Bambang memutuskan tidak ikut mengungsi. Yang jelas, jalur jalan nasional Lumajang-Malang di kawasan Piket Nol ramai didatangi para pengungsi.
“Warga mengungsi dengan naik motor, pikap, truk ramai di kawasan Piket Nol. Tetapi pagi-pagi mereka sudah kembali ke kampungnya,” katanya.
Pihak BPBD Lumajang tidak bisa melarang para pengungsi kembali ke rumahnya. “Yang jelas, kalau sewaktu-waktu terjadi peningkatan aktivitas Semeru, mereka siap dievakuasi,” kata Kustari.