Benteng dan Kastil Nimrod
Indonesia berpeluang menjadi juru damai bagi tata dunia baru. Sebagai Presidensi G20, Indonesia telah menunjukkan kemampuannya di kancah internasional, sebagaimana diperankan Presiden Joko Widodo, yang mampu menembus batas-batas ketengangan antara Rusia dan Ukraina, yang tengah berperang. Dalam peran diplomasi itu, Presiden RI setidaknya menjalin komunikasi aktif untuk mengakurkan pemimpin kedua negara yang tengah bertikai.
Akankah Indonesia lebih luas berperan dalam diplomasi di Timur Tengah? Inilah yang menjadi catatan penting As'ad Said Ali, dalam renungannya tentang "Benteng dan Kastil Nimrod" .(Redaksi)
Di bawah ini, Benteng dan Kastil Nimrod ( قلعة / كستيل نمردً) yang terletak di lereng selatan G Hermont, Dataran Tinggi Golan ( مرتفعات جولن ) disebelah tenggara kota Ein Qiniye ( عين قنية ) yang mayoritas berpenduduk Druz. Sebelum perang 1973 bagian dari wilayah Syria dan sejak itu secara defakto dibawah Israel.
Penduduknya mayoritas Arab - Druz masih memegang passport Syria dan hanya 10 persen yang menjadi pemegang pasport Israel karena berbagai alasan. Penduduk Druz ini diizinkan keluar masuk Syria - Israel atas izin Post pasukan perdamaian PBB di Qunaitra.
Benteng dan Kastil Nimrod dibangun ketinggian 800 m diatas permukaan laut pada abad ke-3 masehi pada era Bizantium/Yunani dan kemudian jatuh ketangan pasukan Salib dari Eropa. Benteng tersebut berhasil direbut oleh Salahudin Al-Ayyubi dan kemudian dibangun dan diperluas oleh puteranya Ali Otsman karena posisinya strategis guna mencegah musuh mencapai Damaskus. Benteng itu kemudian berturut turut jatuh ketangan Mongol, lalu Mamluk, Turki, Inggris , Syria terakhir Israel.
Dari ketinggian benteng tersebut terlihat pemandangan indah terhampar sampai ke Damaskus dan ke barat sampai Laut Tengah / Haifa , Israel, kalau cuaca jernih. Salah satu jalan masuk hanya dari wilayah Israel bisa dicapai dari Kiryat Simona dari sebelah barat dan kalau dari selatan danau Tiberias. Tempat bersejarah tersebut kini menjadi tempat wisata yg menarik.
Bila kita bangsa Indonesia mampu menjadi juru damai Israel - Palestina maka kita bisa menjaga wilayah bersejarah tersebut. Konsepnya satu negara untuk dua bangsa Yahudi dan Arab - Palestina. Orang Yahudi , Palestina dan Arab lain, keduanya menghormati Indonesia, sehingga kita punya peluang dan tentunya kita harus bersikap adil dan mempunyai pengetahuan dan memahami budaya kedua bangsa tersebut.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial Politik, Mustasyar PBNU, tinggal di Jakarta.
Advertisement