Hanya dalam Situasi Perang Bendera Rasulullah Dikibarkan
Tuan Guru Zainul Majdi mengatakan, terkait bendera Rasulullah dirinya telah mengecek literatur. Mantan Gubernur NTB ini mengakui, tak pernah menemukan literatur yang menceritakan bendera Rasulullah dikibarkan di situasi damai.
"Saya sampai hari ini, saya mengecek di semua khazanah kitab-kitab hadis tentang perjalanan Rasul, saya dari awal sampai akhir, saya belum pernah menemukan ada satu narasi terkait dengan bendera Rasul itu dikibar-kibarkan di Madinah dalam keadaan damai, dalam keadaan damai, biasa-biasa, lalu bendera masa perang dikibarkan, itu tidak pernah ada. Sampai sekarang saya nggak menemukan," kata cendekiawan Muslim yang akrab dipanggil Tuan Guru Bajang (TGB) ini.
Ia menanggapi soal indiden bendera di Garut. Menurutnya, tidak tepat bila dalam insiden di Garut, bendera yang disebut dikaitkan dengan bendera Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
"Kita semua harus jujur dengan apa yang terjadi, saya pikir ketika kita bicara tentang atribut bendera, tidak pas kalau semata kita bicara bahwa, wah itu kan bendera Rasul, misalnya. Itu kan zaman Rasul bendera itu sudah ada," kata TGB, dalam keterangan pada pers, dikutip ngopibareng.id, Jumat 26 Oktober 2018.
"Tidak tepat bila dalam insiden di Garut, bendera yang disebut dikaitkan dengan bendera Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Kita semua harus jujur dengan apa yang terjadi, saya pikir ketika kita bicara tentang atribut bendera, tidak pas kalau semata kita bicara bahwa, wah itu kan bendera Rasul, misalnya. Itu kan zaman Rasul bendera itu sudah ada," kata TGB,
Sementara itu, pihak polisi menyebut bendera yang dibakar tersebut ialah bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi terlarang di Indonesia. TGB kemudian menyinggung soal HTI yang dilarang di negara lain.
Pelarangan tersebut tak serta merta menjadi sebuah sikap anti-Islam. Dia menyebut ada 20 negara yang melarang, termasuk Turki, Arab Saudi, sampai Mesir.
"Ketika kita bicara tentang satu kelompok tertentu yang sering menggunakan bendera itu, kelompok itu tidak hanya dilarang di Indonesia. Kelompok itu dilarang di Turki, Saudi, Mesir, mungkin lebih 20 negara. Apakah itu berarti pemerintah Turki anti-Islam? Apakah itu berarti pemerintah Saudi anti-Islam? Mesir anti-Islam? Ketika melarang kelompok itu, untuk ada di situ saya pikir bukan. Jadi kenapa dilarang pasti ada alasan objektifnya," tutur tokoh Nahdlatul Wathan (NW) di Pulau Lombok ini.
TGB menilai tak seharusnya peristiwa pembakaran bendera itu disebut sebagai pelecehan terhadap bendera Rasul. Sebab pada praktiknya, pengibaran bendera di luar konteks peperangan sebagai sebuah kekeliruan.
Dia menambahkan, saat ini Indonesia dalam keadaan damai. Oleh karena itu pengibaran bendera tersebut tidak tepat.
"Jadi menurut saya juga tidak bisa begitu saja kita bicara, wah ini berarti melecehkan bendera Rasul, tidak bisa mengatakan seperti itu. Karena pada praktiknya kalau pun ada panji, itu panji pada saat perang. Dan kita di Indonesia ini seperti yang berulang kali saya sampaikan, Indonesia adalah tempat di bumi Allah yang paling aman dan damai di tengah perbedaan yang luar biasa tapi dipersatukan diikat semangat kebangsaan," paparnya.
"Ini situasi yang damai lalu kemudian atribut yang digunakan pada saat perang itu dipakai. Itu menurut saya sangat tidak pas," kata TGB.
Meski demikian, TGB tetap tidak membenarkan aksi pembakaran bendera tauhid itu. Jika bendera tersebut dikibarkan di luar konteks perang, ada baiknya dilipat diserahkan ke penegak hukum.
"Tapi saya tetap di tengah situasi apapun saya tetap mengatakan tidak usah ada pembakaran,” tutur TGB. Alasannya, karena pasti ada kontroversi. “Dilipat saja serahkan pada penegak hukum kalau ada proses hukum yang dirasa perlu, silakan diproses”. (adi)