Benarkah Ada Frustasi di Antara Laku Keberagamaan Kita?
"Ceramah agama dengan pendekatan indoktrinasi merupakan cara mendidik masyarakat untuk tidak menjadi cerdas sekaligus mempersiapkan generasi berpotensi intoleran."
Demikian pesan indah KH Husein Muhammad, ulama pesantren yang dikenal akrab KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Kiai Husein Muhammad lebih lanjut mempertanyakan ulah kaum beragama yang disebutnya sebagai "Frustasi?"
Pertanyaan yang masih terus mengganggu pikiran masyarakat adalah mengapa ada orang-orang beragama yang melakukan penghinaan, caci maki, nyebarkan kebohong, menyakiti, dan teror terhadap orang lain. Bukan hanya yang berbeda agama, tapi juga terhadap yang seagama. Mereka menyebut atau mendasarkan diri pada teks-teks agama?.
Agama manakah yang melegalkan dan menyuruh menyakiti orang yang tak berdosa, termasuk Character Assassination?. Tuhan manakah yang menyakiti dan bertindak kejam terhadap ciptaan-Nya sendiri?.
Akal sehat manakah yang membenarkan aksi-aksi perendahan martabat manusia, ciptaan Tuhan tersebut?. Begitu pertanyaan-pertanyaan mereka.
Beragam jawaban atas hal ini. Ada orang yang berpendapat bahwa hal itu terjadi karena pemahaman agama mereka yang dangkal, tekstual, ultra konservatif, tidak utuh dalam memahami teks-teks agama.
Ada yang bilang : Mereka adalah orang-orang yang tidak menggunakan logika bahkan anti logika. Padahal logika (akal) adalah anugerah Tuhan yang khusus untuk manusia.
"Pengetahuan mereka sangat terbatas. Mereka "jahil murakkab", kebodohan yang berlapis. Bodoh atas atas dirinya sendiri, bodoh atas orang lain, dan bodoh bahwa dirinya tak paham", jawab yang lain.
Ada pula yang menjawab : mereka terindoktrinasi oleh ideologi keagamaan radikal. Otak mereka telah dicuci lalu dimasukan ke dalamnya ideologi radikal, sebuah ideologi yang ingin. Menghancurkan tatanan sosial yang sedang berjalan, sampai ke akar-akarnya, lalu menggantinya dengan ideologi yang mereka anggap paling benar.
"Pikiran mereka dikuasai oleh hasrat-hasrat diri untuk berkuasa, kesombongan dan keangkuhan. Untuk tujuan ini mereka menghalalkan segala cara. Ini jawaban yang lain.
Sambil mengapresiasi kemungkinan-kemungkinan di atas aku ingin menambahkan dengan pertama-tama mengatakan begini :
"Mereka yang merasa diri hebat tetapi teralienasi, termarjinalisasi dari panggung sejarah dan tersubordinasi oleh sistem kekuasaan publik, akan selalu berada dalam situasi gelisah, stress dan depresi. Situasi kejiwaan ini pada gilirannya bisa melahirkan frustasi dan putus harapan". Dan pada gilirannya melakukan tindakan yang bahkan bertentangan dengan tujuan suci agama.
Nah, boleh jadi aksi-aksi kekerasan verbal dan fisik, praktik-praktik dehumanisasi, aksi-aksi teror dan bom bunuh diri adalah puncak dari situasi kejiwaan tersebut. Ia merupakan ledakan dari magma panas yang terpendam lama di dalam relung-relung jiwa dan pikiran mereka. Mereka terperangkap dalam jaring jemaring kekecewaan berat menyaksikan dan menghadapi perubahan dunia yang tak bisa dihentikan dan ketertinggalan yang amat jauh dan semakin jauh. Mereka frustasi.
Sebagian mereka sangat tak senang atas perubahan dunia itu. Sebab perubahan itu meniscayakan inovasi dan kreativitas. Dalam pandangan mereka inovasi dan kreativitas adalah "Bid'ah" yang nyata. Dan setiap Bid'ah itu, menurut mereka adalah "Dholal", kesesatan, dan ini jelas menjerumuskan manusia ke jurang neraka.
Dalam keadaan dunia seperti ini mereka tak memiliki kemampuan dan kapasitas intelektual untuk mengalahkannya dengan dialog dan beradu argumentasi secara sehat, sebuah mekanisme yang menjadi cara bangsa-bangsa beradab.
Pikiran mereka sangat terbatas.
Akhirnya aku ingin selalu menyampaikan :
"Agama, etika kemanusiaa dan tradisi spiritual hadir untuk menciptakan perdamaian, keadilan, keselamatan dan kasih sayang untuk seluruh umat manusia dan alam semesta".
Demikian Kiai Husein Muhammad memberikan pesannya untuk kita sekalian.
Advertisement