BEM Malang Raya akan Terus Demo Jika Perppu Tak Keluar November
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya mengadakan aksi tolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di depan Balai Kota Malang, pada Senin 26 Oktober 2020. Mereka menuntut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pada 5 November 2020, atau bulan depan. Jika tidak, mereka mengancam akan terus menggelar aksi di Kota Malang.
"Jika tanggal 5 November 2020 nanti tidak dikeluarkan (Perppu), maka kami akan turun jalan terus," ungkap Koordinator BEM Malang Raya, Mahmud, pada Senin 26 Oktober 2020.
Bahkan, Mahmud berjanji akan mengerahkan massa dalam jumlah yang lebih banyak jika pada bulan depan Presiden Joko Widodo tidak juga mengeluarkan Perppu.
"Saya akan mengerahkan massa yang lebih banyak dan setiap hari akan berunjuk rasa sampai presiden mengeluarkan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) untuk memabatalkan UU Omnibus Law," katanya.
Mahmud mengatakan, aksi ini juga sekaligus sebagai bentuk edukasi terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja kepada masyarakat. Ia meminta kepada Pemkot Malang untuk menyampaikan tuntutan mereka kepada pemerintah pusat.
"Sebelumnya, kami turun ke masyarakat untuk memberikan edukasi terkait undang-undang ini. Ternyata, banyak yang melakukan penolakan. Untuk itu, saat ini kami sampaikan kepada eksekutif agar diteruskan ke pemerintah pusat," ujarnya.
Sementara itu, Walikota Malang, Sutiaji yang datang menemui massa aksi menerangkan pihaknya akan segera meneruskan tuntuta massa aksi ke pemerintah pusat melalui kementerian terkait.
"Setelah dari kementerian, nanti akan diteruskan kepada presiden. Otoritas sepenuhnya, pusat mendengar atau tidak, itu bukan domain kami. Kami, sebagai pemerintah daerah yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat hanya membantu menyampaikan saja," terangnya.
Sutiaji menambahkan terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja ada beberapa poin yang tidak ia setujui. Salah satunya yaitu tidak diaturnya pembatasnya jarak antara retail modern dengan toko tradisional.
"Salah satunya, yakni terkait masalah perizinan yang dikhawatirkan tidak bisa diterima oleh local wisdom yang ada. Seperti contohnya, di Kota Malang ada pembatasan pembukaan retail modern yang dikhawatirkan akan menekan ekonomi kerakyatan," ujarnya.
Advertisement