Pemkot Gagal Fokus Kembangkan Suroboyo Bus
Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya belum mau mengkomersialisasikan Suroboyo Bus untuk tahun 2020. Padahal, status Suroboyo Bus sampai saat ini masih dipertanyakan.
Asal tahu saja, sampai saat ini Suroboyo Bus yang masih menggunakan plat merah yang diperuntukkan untuk kendaraan dinas. Harusnya, kendaraan dinas tak boleh mengangkut penumpang umum.
Hal tersebut dianggap melanggar Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam aturan ini, kendaraan umum seharusnya berplat kuning.
Meski Suroboyo Bus belum jelas statusnya, namun Dinas Perhubungan Kota Surabaya ternyata tak terlalu ambil pusing. Terbaru, mereka malah berkeinginan mengubah Kereta Rel Diesel (KRD) yang melayani Surabaya-Sidoarjo-Gresik-Lamongan-Bojonegoro, menjadi Kereta Rel Listrik (KRL) seperti di Jabodetabek. Padahal, urusannya akan lebih ribet dibanding urus Suraboyo Bus, karena berhubungan dengan instansi lain.
Kepala Dishub Irvan Wahyudrajad mengatakan, perubahan KRD menjadi KRL dianggap sebagai jawaban untuk angkutan massal di Kota Surabaya dan sekitarnya.
"Kalau Surabaya Bus kami belum akan komersialisasi. Mungkin akan kami kembangkan itu KRD menjadi KRL," kata Irvan kepada ngopibareng.id, Senin 30 Desember 2019 di Balai Kota Surabaya.
Dinas Perhubungan Kota Surabaya memilih mengembangkan KRL dibanding Suroboyo Bus karena dianggap lebih efisien. Suraboyo Bus dianggap tak bisa memuat orang banyak. Sedangkan kereta, dalam satu rangkaian bisa memuat lebih dari 200 orang.
"Kalau bus itu kan cuma muat 60an orang. Kalau kereta ratusan. Makanya kami lebih memilih untuk mengembangkan KRD menjadi KRL saja," katanya.
Keinginan untuk mengembangkan KRL itu juga dianggap sejalan dengan rencana pembangunan underpass di Jalan A. Yani-Wonokromo dan Dupak- Pasar Turi. Jika pengembangan KRL jadi terlaksana, maka jalur keretanya dianggap sudah siap.
"Saat ini kami masih memikirkan untuk jalur-jalurnya ya, agar tidak membuat macet kalau terlaksana. Makanya kami mau bikin underpass dulu. Seperti di Wonokromo-Ahmad Yani dan Dupak-Pasar Turi," katanya.
Meski keberadaannya masih seumuran jagung, Suroboyo Bus ternyata sudah memiliki penumpang setia. Mereka sebenarnya berharap Suroboyo Bus bisa dikembangkan lagi seperti TransJakarta.
"Suroboyo Bus ini sudah bagus. Cuma akan lebih bagus kalau lebih komersial lagi. Ada halte yang mumpuni, lalu membayarnya bisa pakai e-payment dan headwaynya jelas. Ya seperti TransJakarta," kata warga Surabaya bernama Bima Ari yang tinggal di daerah MERR.
Tak hanya Bima, warga Kertajaya bernama Ardhani Swastika pun mengatakan hal yang sama. Saat ini, ia sudah sering menggunakan Surabaya Bus untuk berangkat dan pulang kerja. Lokasi rumahnya tak jauh dari halte pemberhentian Surabaya Bus.
Namun, terkadang Ardhani harus berangkat lebih awal untuk menaiki Surabaya Bus karena headwaynya yang tidak jelas. Jika terlambat sedikit, ia harus menunggu bus lain yang jaraknya hampir 30 menit di belakang.
"Headway-nya itu kadang bikin geregetan. Kita harus lebih pagi biar kekejar. Tapi kalau ada headway seperti per lima menit, kita bisa lebih tenang. Apalagi belum ada jalur khususnya, jadi kalau macet ya ikut macet," kata Ardhani.