Belasan Meninggal, Aksi Demo Anti-Kudeta Militer di Myanmar
Sedikitnya 18 orang meninggal dunia akibat aksi demo menentang kudeta di Myanmar pada akhir pekan lalu. Demikian dilaporkan Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Selain itu, sedikitnya 30 orang dilaporkan luka-luka dalam bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan.
"Jatuhnya korban tewas dikarenakan aparat keamanan menembakkan peluru tajam ke arah kerumunan pedemo di Yangon, Dawei, Mandalay, Myeik, Bago dan Pokokku," demikian isi pernyataan Kantor HAM PBB, seperti dikutip Associated Press, Senin 1 Maret 2021.
PBB menganggap jumlah korban meninggal tersebut merupakan jumlah tertinggi dalam satu hari.
Jika laporan yang diberikan HAM PBB itu benar, maka jumlah korban jiwa dalam gelombang unjuk rasa di Myanmar sampai saat ini sudah mencapai 24 orang.
Kantor HAM PBB juga menyatakan mereka mencatat ada sekitar seribu orang yang ditangkap aparat dalam unjuk rasa pada Minggu kemarin.
"Sekjen PBB mendesak warga dunia untuk bersama-sama memberikan sinyal tegas kepada militer Myanmar supaya mereka harus menghormati keinginan rakyat yang disampaikan dalam pemilihan umum dan menghentikan tindakan represif," kata Guterres melalui juru bicara, Stephane Dujarric.
Sebelumnya diketahui memang situasi di sejumlah kota di Myanmar pada akhir pekan lalu sangat mencekam. Bahkan sesuai laporkan awak media, sejak pagi hari polisi sudah membubarkan massa yang bersiap-siap berdemo dengan menembakkan gas air mata, peluru karet hingga melemparkan granat kejut.
Bahkan, sejumlah awak media yang hendak meliput juga ditangkap. Salah satunya adalah koresponden Associated Press, Thein Zaw.
Kelompok Koresponden Asing di Myanmar mengecam penangkapan sejumlah awak media yang hendak meliput aksi unjuk rasa oleh aparat keamanan setempat.
Sampai saat ini jumlah korban meninggal dalam unjuk rasa pada akhir pekan lalu masih simpang siur.
Sejumlah media massa setempat menuliskan ada 19 orang yang meninggal, dan sepuluh laporan lain tentang demonstran yang meninggal yang sampai saat ini belum bisa dikonfirmasi. Hal itu terjadi karena sulitnya akses internet, terutama di luar kota besar seperti Yangon.