Belajar Sejarah Islam Surabaya di Makam Sunan Boto Putih
Makam Sunan Boto Putih, terselip antara deretan gang-gang kecil dan ramainya pengendara yang melintas di Jalan Pegirian. Namanya pun jarang terdengar di cerita-cerita masa lampau.
Megahnya Langgar Waqaf Sentono Putih serta sejumlah becak yang terparkir di sepanjang jalan, turut menyarukan lokasi gapura pintu masuk kawasan Pesarean Agung Sentono Boto Putih.
Hanya berjarak sekitar 10 meter dari pintu masuk, gapura dan sebuah pos penjaga seolah menunggu kedatangan peziarah. Namun sore itu, tampak hanya segelintir orang beraktivitas di sana.
Gerimis yang turun sejak siang, turut menambah kesan dingin dan sepi di kompleks pemakaman tersebut. Padahal, Ngopibareng.id ketika itu datang ketika matahari belum tenggelam, pukul 16.00 WIB.
Di sisi lain, penjaga makam yang diharapkan bisa memberi cerita tentang Sunan Boto Putih tak ada di tempatnya. Seorang pria datang menemui dan menyebut jika tidak sembarangan orang bisa cerita.
"Saya enggak berani (cerita), takut salah omong saya. Nanti saja kalau ada keluarga paguyuban yang kesini saya hubungi," kata pria itu, sembari meminta tanda tangan buku tamu.
"Biasanya hari Minggu sore, jam-jam empat sore kesini (Makam Sunan Boto Putih). Ini kebetulan beliau kok enggak kesini," tambahnya.
Makam sunan yang juga bernama Raden Pangeran Lanang Dangeran itu tepat berada di tengah-tengah area makam. Sedangkan, keturunan langsung dikebumikan di sekelilingnya.
Suasana dingin dan sejuk lebih terasa daripada di luar area makam. Terlihat, empat pohon besar menjulang, serta lumut-lumut, tumbuh subur di sekitar makam Sunan Boto Putih.
"Memang begini tempatnya, masih terasa asri. Mungkin karena (pengunjung) yang datang jarang akhirnya suasananya jadi dingin," ujar pria yang bertemu di pos penjaga.
Dikutip dari berbagai sumber disebutkan Pangeran Lanang Dangiran merupakan keturunan raja Tawangalun dari kerajaan Blambangan yang masih trah langsung Prabu Brawijaya V.
Pangeran Lanang Dangiran merupakan salah satu dari lima anak Pangeran Tawangalun I. Pangeran Lanang Dangiran tinggal bersama Kyai Kendil Wesi dan istrinya di Sedayu, Lamongan. Sebelum ke Surabaya, Pangeran Lanang diangkat sebagai anak angkat Kyai Kendil Wesi.
Gelar Kyai Ageng Brondong didapatkan setelah Pangeran Lanang Dangiran ditemukan oleh Kyai Kendil Wesi, dalam kondisi tubuhnya dipenuhi kerang dan keong saat bertapa di laut.
Kemudian, Kyai Kendil Wesi meminta agar Pangeran Lanang Dangiran beserta istri dan anaknya berguru pada Sunan Ampel, untuk semakin menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Akhirnya, Sunan Ampel meminta agar Pangeran Lanang Dangiran bersama keluarganya menetap di seberang timur Kali Pegirian, komplek kawasan makam Sunan Ampel yaitu Dukuh Boto Putih.
Kyai Ageng Brondong mendapatkan martabat yang tinggi dari masyarakat sekitar karena ilmu agama dan keluhuran budinya sehingga mendapat sebutan Sunan Boto Putih.
Masyarakat dari luar Surabaya yang berkunjung ke kompleks wisata religi Sunan Ampel, dapat juga memasukkan Makam Sunan Boto Putih sebagai destinasi wisata selanjutnya.
Advertisement