Belajar Sejarah Islam, Bersepeda Ziarahi Makam Wali Songo
SEORANG pemuda kecil, kurus, tampak asyik berpose dengan sepedanya di depan Menara Masjid Kudus. Hari itu, Kamis (13/6) langit bersih. Matahari pun terasa garang. Panasnya menyengat. Tapi semua itu tak menyurutkan orang-orang yang berziarah ke Kudus untuk berfoto, mengabadikan momentum perjalanan hidupnya. Tak terkecuali pemuda mungil itu.
Sosok pemuda itu menarik perhatian saya. Bersepeda sendiri dengan perlengkapan layaknya orang bepergian jauh. Saya pun menghampirinya. Mengajak ngobrol. “Dari mana mau kemana? Kok sendirian?” basa-basiku membuka percakapan.
“Saya dari Tangerang. Mau keliling Wali Songo dan sekalian ke Bali,” katanya. Di tempat itu, sebenarnya ia tidak sendiri. Dia didampingi seseorang yang membantu memotretnya. Tapi, bukan anggota rombongan karena tidak membawa sepeda. Dia kenalannya di Kudus yang mengantar ziarah ke Makam Sunan Kudus. Makam Sunan Kudus ada di belakang Masjid Menara Kudus ini.
Dari Tangerang sepedaan sendiri? “Iya. Sulit ngajak anak-anak muda untuk begini ini,” katanya yang merasa bukan anak muda hehehe
Kami pun ngobrol. Dan saya tahu kemudian, anak ini bernama Dimas Pratama. Masih sekolah di SMK Negeri 11 Tangerang. Dimas penasaran dengan sejarah Islam. Ia ingin lebih memahami sejarah Islam di Tanah Jawa. Bersepeda sendirian ia lakoni. Berkeliling sepanjang Pantura, berziarah, ke makam-makam Wali Songo, para Wali yang dikenal dalam penyebaran agama Islam. Lalu ingin berlanjut sampai ke Bali.
Dimas mengaku berangkat dari Tangerang pada 6 Juni 2019. Tempat Wali Songo pertama yang diziarahi adalah Sunan Gunungjati di Cirebon. Pemuda Jayanti, Tangerang ini lalu melanjutkan perjalanan menyusuri Pantai Utara Jawa. Hingga sampai Demak di hari ketiga perjalanannya. Sempat ke Makam Sunan Bonang yang ada di belakang Masjid Demak.
Di Demak ini pula, Dimas mengaku jatuh sakit. “Saya sempat drop dua hari di Demak. Beruntung ditolong Oom Munir. Dirawat selama dua hari,” katanya.
Oom Munir yang seorangn Dukuh itu bukan saudaranya. Oom Munir adalah kenalannya di dunia persepedaan. Dikenal lewat social media. Solidaritas sesama pesepeda yang mempertemukannya. Dua hari dalam perawatan sejawatnya, Dimas merasa sehat. Melanjutkan perjalanannya. Tujuan berikutnya ziarah ke Sunan Muria. “Sepeda saya tidak bisa naik sampai ke atas. Saya diantar dengan mobil oleh kenalan di sini,” ungkapnya.
Dimas merasa selalu mendapat dukungan dan support dari para sejawatnya yang dikenal lewat dunia maya. Sesama penghobi sepeda. Maka kendati sendirian, dengan bekal seadanya hasil tabungannya sendiri, Dimas berani mewujudkan tekadnya. Usai dari Demak, Dimas akan terus menyusuri Pantura Jawa ke arah Timur. “Jadwal saya, kembali sampai Tangerang sebelum sekolah masuk,” tegasnya.
Sebelum berpisah, saya minta Dimas berpose dengan latar belakang Menara Kudus. Hasilnya bisa pembaca lihat, melengkapi tulisan ini. Semoga Dimas selalu sehat dan bisa belajar sejarah Islam lewat pengalaman langsung dengan lebih baik. (wan)