Belajar Pembangunan Kota, Pemkot Ajak Wartawan ke Singapura (2)
Di hari kedua, Sabtu 21 Desember 2019 hari pukul 09.00 waktu Singapura, awak media langsung diajak mengunjungi Urban Redevelopment Authority (URA) yang merupakan otoritas yang mengatur perencanaan kota di Singapura selama 50 tahun kedepan, Badan yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pembangunan Nasional Singapura. Kalau di Indonesia, kita mengenal URA seperti Bappeda atau Bappeko.
Di URA, kita bisa melihat bagaimana Singapura sudah menyiapkan pembangunan wilayahnya hingga 50 tahun kedepan. Mulai dari pembangunan kawasan pemukiman baru, hingga pembangunan fase MRT terbaru. Bahkan, maket dan cetak biru pembangunan kotanya pun sudah ada dan ditampilkan secara umum.
Singapura sangat mengedepankan keterbukaan informasi publik tentang pembangunan di negaranya. Sangat berbeda dengan Indonesia, atau bahkan Surabaya. Terkadang, warga Surabaya dibingungkan dengan pembangunan kota yang tidak ada informasi secara publik.
Seperti halnya pembangunan transportasi publik. Warga Surabaya tak mengetahui bagaimana konsep Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk mengembangkan Bus Surabaya untuk masa mendatang. Apakah tetap menggunakan sampah plastik, ataukah akan menjadi komersil dan menggunakan pembayaran secara tunai/non-tunai.
"Kami ini setiap tahun selalu membangun, apapun, karena sudah dicanangkan belasan tahun lalu kalau tahun ini akan dibangun ini. Karena kami sudah ada tahapan hingga puluhan tahun kedepan. Maka dari itu, selalu ada pembangunan baru di Singapura," kata Jufri, tour guide.
Sejarah dan Pembangunan Maritim Singapura
Selepas kunjungan ke URA, awak media dibawa untuk mengunjungi Singapore Maritime Gallery, lembaga edukasi kemaritiman Singapura, di bawah kewenangan Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura atau Maritime and Port Authority (MPA) of Singapore.
Di gedung yang dibangun di atas lahan reklamasi tersebut, awak media diajak untuk belajar mengenai sejarah dan masa depan maritim di Singapura. Mulai dari pertama kali Singapura menjadi Pulau Pelabuhan di zaman Majapahit, menjadi titik kontrol kolonial Inggris di Asia Tenggara, hingga menjadi Pelabuhan Hub saat ini.
Pada kunjungan kali ini, Jufri menyebutkan bahwa nama Singapura merupakan pemberian dari Kerajaan Majapahit. Jauh sebelum itu, Kerajaan Sriwijaya juga sudah pernah menaklukkan Pulau Singapura yang saat itu dikenal dengan nama Pulau Tumasik atau Pulau Ujung.
Saat zaman Sriwijaya tahun 1299, Singapura berada di bawah kekuasaan mereka, dengan dipimpin seorang Pangeran bernama Sang Nila Utama, yang kemudian mendapat gelar Sri Tri Buana.
Pada tahun 1357, Pulau Tumasik jatuh ke tangan Kerajaan Majapahit pada masa raja kedua mereka, yakni Sri Prikama Wira yang berkuasa di Majapahit sejak tahun 1357 hingga 1362. Di tangan Majapahit-lah nama Singapura lahir.
Saat itu, Raja Sri Prikama datang ke Pulau tersebut, dan sering berjumpa dengan ratusan Singa tak jauh dari pendaratan kapalnya. Karena itu ia memberi nama Pulau Tumasik menjadi Singa-Pura. Singa berarti hewan buas, dan Pura berarti Gerbang. Yakni Gerbang pulau yang dihuni ratusan Singa.
Sejak saat itu, nama Singapura digunakan terus oleh penguasa wilayah di pulau tersebut. Meski pernah jatuh ke kuasaan Kerajaan Malaka, Johor, hingga Kolonial Inggris, nama Singapura tetap digunakan hingga saat ini.
"Nama Singapura ini ditemukan di sebuah artefak di pinggir sungai Singapura. Sebuah batu besar menjadi tanda pendaratan Majapahit, yang kemudian dihancurkan oleh Inggris, karena ingin meluaskan sungai tersebut yang digunakan untuk pendaratan kapal mereka yang besar," kata Ms. Rozeni, staff yang mengawal awak media saat berkunjung di Singapore Maritim Gallery.
Sejak Inggris datang dan menjajah Asia Tenggara, Singapura bersaing dengan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan tersibuk di Asia Tenggara. Perdagangan baik dari Gujarat India, Eropa, Cina, hingga Amerika, selalu berhenti di dua pelabuhan tersebut sebelum melanjutkan perjalanan ke daerah lain di Asia Tenggara.
"Dengan sejarah itu, hingga saat ini ekonomi kami bergantung dengan perdagangan dan pelabuhan," katanya.
Selepas merdeka dari Malaysia pada 9 Agustus 1965, Singapura dengan serius membangun kawasan kota dan pelabuhan mereka, agar bisa memenangi persaingan dengan Pelabuhan Sunda Kepala atau Tanjung Priok di Jakarta.
Tangan dingin Perdana Menteri Lee Kwan Yew berhasil membawa Singapura, menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang berhasil menjadi negara maju. Baik dari segi infrastruktur hingga ekonomi.
"Kami mulai start ya sejak Pak Lee menjabat. Kami tahu, saat itu kami hidup dalam kekurangan karena kami sebagai negara mandiri, tak lagi ditopang Malaysia dan Inggris. Karena itulah yang akhirnya membentuk mental disiplin warga Singapura," katanya.
Setelah melihat sejarah maritim Singapura, awak media dibawa untuk melihat bagaimana Singapura sudah merencanakan pembangunan pelabuhan besar yang menggantikan pelabuhan mereka saat ini. Sehingga, pelabuhan mereka di masa depan bisa menampung lebih banyak kapal besar ketimbang sekarang.
"Kami sedang mendevelop yang lebih besar, dan tak mengganggu wilayah pulau kami. Kami membangun di daerah agak barat pulau kami. Sehingga wilayah komersil perdagangan, dan port akan jauh. Selain itu, kami juga membedakan port untuk jarak pendek, untuk vacation (Kapal Cruise), dan juga kapal perdagangan," katanya.
Kunjungan itu berakhir di tempat itu pula. Dengan kunjungan di empat tempat tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengharapkan awak media bisa kritis saat Pemkot Surabaya membangun sesuatu. Sehingga benar-benar bisa berguna untuk masyarakat Surabaya.