Beking Tambang Ngeri... sampai Langit ke Tujuh
Oleh: Djono W. Oesman
Beking tambang, diakui Menko Polhukam Mahfud MD, rumit. Karena izin tambangnya banyak, dan sah. Tidak mungkin diputus tengah jalan. Akhirnya ditunggu sampai izin kontraknya habis. Ini kejahatan warisan.
-----------
Kerumitan beking tambang dikatakan Mahfud dalam sambutan di acara Raker Satgas Saber Pungli di Hotel Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (13/12).
Beking aparat di pertambangan kini disorot publik. Padahal, menurut Mahfud, masalahnya rumit. Tidak sekadar ada beking aparat. Tapi juga masalah operasional dan perizinan.
Mahfud: "Saya katakan, loh kenapa kita berpura-pura, bahwa ini ndak ada beking? Kita tidak bisa menyelesaikan, karena senior kan yang membekingi? Kenapa kita berpura-pura? Mari kita selesaikan, atau kita akui, bahwa ini njelimet. Ini problem masa lalu."
Maksudnya, mafia pertambangan memang ada. Tapi bukan saja soal ada beking aparat, melainkan juga menyangkut perizinan. Saling kait-mengait. Karena ada izin yang sah, maka ditumpangi beking aparat. Bertumpuk.
Kegiatan itu disebut mafia, karena berbentuk kejahatan merugikan negara. Setelah permasalahan diurai dan diketahui merugikan negara, izinnya tidak mungkin diputus di tengah jalan. Karena izinnya sah, kontraknya sah.
Mahfud memberi contoh tambang PT Freeport. Sangat merugikan negara, sejak 1967. Izinnya sah. Tidak mungkin diputus. Maka, pemerintah menunggu sampai kontraknya habis. Barulah kemudian skema diubah yang tidak merugikan negara.
Seperti diberitakan, pengalihan saham Freeport salah satu prestasi besar kepemimpinan Presiden Jokowi. Tambang emas di Papua itu, semula 100 persen dimiliki PT Freeport Indonesia (Freeport-McMoRan, Amerika Serikat). Sangat merugikan negara.
Setelah kontraknya habis (yang sempat diperpanjang pemerintah sebelumnya) pada pertengahan Juli 2018, skema berubah. Jadi 48,8 persen saham dimiliki Freeport-Mc.Moran Inc. (FCX), dan 51,23 persen milik Inalum (PT Indonesia Asahan Alumunium).
Dari mayoritas saham itu (yang 51,23 persen), Inalum memegang langsung 26,2 persen saham, dan 25 persen dimiliki IPMM (PT Indonesia Papua Metal dan Mineral) atau BUMD Papua.
Siapa beking Freeport di masa lalu? Masyarakat Indonesia sudah tahu. Jadi, kontrak yang sah, lalu ditumpangi beking. Tapi kontrak itu sendiri (yang meugikan negara) terjadi, karena ada beking juga. Berlapis-lapis saling mengait.
Contoh lain dari Mahfud, kasus tambang (tidak disebutkan) disidangkan pada 2015. Dalam amar putusan pengadilan, disebutkan bahwa menteri (tidak disebut identitasnya) ikut korupsi dalam proses perizinan.
Ternyata, penyebutan nama menteri yang korupsi di amar putusan pengadilan itu, tidak ditindak-lanjut KPK. Atau, dibiarkan saja.
Lalu Mahfud bertanya kepada Ketua KPK saat itu, Taufiequrachman Ruki (Plt Ketua KPK, 20 Februari 2015 – 20 Desember 2015). Lalu apa jawaban Ketua KPK ke Mahfud?
Mahfud: "Ketika itu saya mendapat jawaban, bahwa untuk menindaklanjuti putusan tersebut sangat rumit. Karena tingkat kolusi yang luar biasa rumit."
Begitu juga di banyak tambang lainnya di Indonesia. Tingkat kolusi luar biasa. Yang sampai-sampai aparat penegak hukumnya pun males mengurai. Kewalahan mengungkap.
Terpisah. Sebagai komparasi, pernyataan Mahfud itu cocok dengan penjelasan mantan Anggota Tim Anti Mafia Migas, Fahmy Radhi, kepada pers, Sabtu, 3 Desember 2022, menjelaskan:
"Beking tambang sangat rumit. Karena mereka (mafia) bisa bermain dalam pembuatan aturan. Sehingga aturan dibuat sedemikian rupa. Sehingga memungkinkan illegal mining tidak tersentuh, karena illegal jadi legal sesuai aturan."
Saking rumitnya, ia menyebut bekingnya "Langit ke Tujuh".
Ditanya wartawan, siapa itu? Dijawab: "Saya tidak tahu, karena yang membuat istilah itu Bapak Dahlan Iskan, ketika masih jadi Menteri BUMN. Tapi terdiri banyak unsur di tingkat tinggi."
Pernyataan Fahmy terkait 'aturan'. Berarti melibatkan anggota DPR, atau DPRD di daerah. Pastinya bersama pejabat eksekutif juga. Didukung pula aparat penegak hukum. Lengkap.
Bisa ditafsirkan, Indonesia sudah dibusukkan oleh para petingginya sendiri di masa lalu. Busuknya bangkai. Demi hidup mewah orang-orang yang membusukkannya. Dan, orang-orang yang membusukkannya itu kita hormati sepanjang hidup, sampai mati. Bahkan sampai ke makamnya.
Pembusukan itu masih berlangsung terus sampai sekarang. Karena (mengutip Mahfud dan Fahmy) terlalu rumit. Ya... sudahlah.
Mahfud: "Mari kita selesaikan ini. Atau akui saja, bahwa ini jelimet, ini masa lalu. Sehingga kita harus buat batas yang bisa kita tindak itu apa. Yang sekarang, ini dulu. Yang dulu, kalau itu kontrak, silakan kontrak selesai dulu kita tidak boleh ganggu, merusak hukum itu."
Akhirnya: "Stop. Jangan membangun jaringan seperti itu lagi. Bisa kita gunting.... Gunting secepatnya. Sebelum terjadi jaringan, lalu kita tidak berani menindak. Atau berani, tapi tidak bisa menindak, karena saking rumitnya."
Pernyataan Mahfud ini sebenarnya sikap tegas dan keras. Berani. Namun, sekaligus juga menunjukkan sikap pasrah. Letoy, Man.
*) Penulis adalah Wartawan Senior
Advertisement