Bejat, Kepala Sekolah Surabaya Cabuli Siswanya di Tempat Ibadah
Para orang tua harus semakin waspada terhadap predator anak yang bergentayangan. Lingkungan pendidikan seperti sekolah, tak menjamin anak seratus persen anak terbebas dari predator anak. Contohnya yang terjadi salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di Surabaya.
Adalah pria dengan inisial AS berusia 40 ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur. Dia diduga telah melakukan pencabulan terhadap sejumlah muridnya. Padahal, kedudukan AS di SMP swasta terhormat. Dia menjabat sebagai kepala sekolah.
Awal mula terbongkarnya kelakuan bejat AS ini terjadi saat para wali murid melakukan pertemuan. Dalam pertemuan itu, salah satu
wali murid mengungkapkan bahwa anaknya mengalami tindak pencabulan oleh sang kepala sekolah.
Usai pertemuan itu, masing-masing wali murid pun kemudian menanyai para anaknya. Ternyata korban pencabulan AS tak hanya satu orang, jumlahnya bahkan mencapai enam anak. Keterangan korban, dalam melakukan aksinya, AS bahkan berani melakukan secara terang-terangan di hadapan anak lainnya.
Gusar dengan perbuatan AS ini, ada orang tua murid yang kemudian melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Timur. Kasubdit IV Renakta, AKBP Festo Ari Permana, membenarkan jika pada tanggal 8 April 2019 lalu ada wali murid melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jatim.
"Memang benar ada yang menjadi korban pencabulan oleh tersangka AS, dan menurut keterangan korban perbuatan tersangka AS
juga disaksikan oleh teman-temannya," kata Festo, di Mapolda Jatim, Jumat 5 Juli 2019.
Lebih lanjut, kata Festo, dari hasil pemeriksaan polisi, pencabulan yang dilakukan AS adalah dengan meremas kemaluan korbannya.
Sementara dalam tindak kekerasannya, tersangka memukul korban. "Tersangka memukul punggung korban dengan pipa paralon. Dan memegang dan meremas kemaluan korban saat korban sedang berwudhu dan berdzikir. Dilakukan di sekolah, kelas, tempat wudhu, mushola," katanya.
Berdasarkan pendalaman polisi juga, rentang waktu tersangka melakukan aksinya berlangsung sejak Agustus 2018 hingga Maret
2019. Selama itu diketahui ada enam orang anak yang berusia 15 tahun yang sudah menjadi korban.
"Dari beberapa korban, yang sementara kami identifikasi, ada enam orang anak ini satu sama lain sama-sama mengetahui apa yang
dilakukan oleh tersangka terhadap anak-anak ini. Dari proses ancaman hingga tindakan pencabulan," kata Festo.
Polisi pun menjerat tersangka dengan pasal 80 dan atau pasal 82 UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan UU RI Nomor 35
tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.
Advertisement