Begini Modus 14 Proyek Fiktif PT Waskita Karya Menurut KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami latar belakang pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
KPK pada Kamis kemarin memeriksa 11 saksi dalam penyidikan kasus tersebut.
"Penyidik perlu mendalami satu per satu dari proyek tersebut bagaimana prosesnya sampai ada dugaan subkontraktor fiktif. Jadi, ada pekerjaan yang sudah dilakukan tetapi masih disubkonkan lagi, jadi tahapannya secara detail diklarifikasi dan diperdalam oleh penyidik," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Selain itu, kata Febri, pendalaman tersebut penting dilakukan untuk proses penghitungan kerugian keuangan negara yang nilainya cukup siginifikan dalam 14 proyek tersebut.
Adapun 11 saksi yang diperiksa itu, yakni Kepala Seksi Administrasi Kontrak (Adkon) Proyek BKT paket 22 PT Waskita Karya Anton Victor, Kasie Keuangan Proyek Jembatan Aji Tulur Jejangkat PT Waskita Karya Soetrisno, Kepala Proyek Aji Tulur PT Waskita Karta Samsul Purba, staf keuangan PT Waskita Karya Budi Arman, pegawai PT Waskita Karya Mintadi, Kepala Seksi Personel Keuangan Proyek Bendungan Jati Gede PT Waskita Karya Octovis.
Selanjutnya, pegawai PT Waskita Karya Setijanto Noegroadi, pegawai PT Waskita Karya Eka Desniati, mantan Kepala Bagian Keuangan Divisi III PT Waskita Karya Haris Gunawan, Kepala Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa paket 4 PT Waskita Karya Benny Panjaitan, dan Direktur Keuangan PT Dipantara Inovasi Teknologi Denny Alvarino.
Dalam kasus ini, KPK telah mengumumkan dua tersangka, yakni mantan Kepala Divisi II PT Waskita Karya Fathor Rachman (FR) dan mantan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar (YAS).
Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar dan kawan-kawan diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.
Sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan subkontraktor yang sudah teridentifikasi sampai saat ini.
Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak. Atas subkontrak pekerjaan fiktif itu, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.
Namun selanjutnya, perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar.
Dari perhitungan sementara berkoordinasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, diduga terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp186 miliar.
Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut.
Diduga empat perusahaan subkontraktor tersebut mendapat "pekerjaan fiktif" dari sebagian proyek-proyek pembangunan jalan tol, jembatan, bandara, bendungan, dan normalisasi sungai. Total terdapat 14 proyek terkait pekerjaan fiktif tersebut.
14 proyek itu antara lain proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat; proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta; proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara; proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat; proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, proyek PLTA Genyem, Papua, dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat. Selanjutnya, proyek "fly over" Tubagus Angke, Jakarta; proyek "fly over" Merak-Balaraja, Banten; proyek Jalan Layang Non-Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta; proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta; proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali; proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali; dan proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Atas perbuatannya, Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP. (an/ar)
Advertisement