Ini Kronologi Keluarga di Banyuwangi Terseret Air Bah
Peristiwa air bah yang menerjang satu keluarga di Banyuwangi terjadi sangat cepat. Mario Wahyudi Octavian, 38 tahun, menceritakan detik-detik terjadinya air bah yang menewaskan istrinya Linda Swantika, 31 tahun.
Warga Kelurahan Kepatihan, Banyuwangi ini mengatakan air bah datang secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda sama sekali.
"Air bah datang tanpa ada tanda-tanda. Biasanya air coklat dulu ini tidak ada. Suara gemuruh juga tidak ada," kata Mario ditemui di sekitar kamar mayat RSUD Blambangan.
Lanjut Mario, awalnya sekitar pukul 12.00 WIB iabersama istri dan tiga anaknya berwisata di sekitar perkebunan Kalibendo. Kemudian, bersama dua anaknya yakni Kenzie Jagat Tirta, 9 tahun, dan Falmeera Raisa Hanum, 3 tahun, mandi di sungai Kalibendo. Sementara istri, dan anak terakhirnya Raden Adipati Wirabumi, 1 tahun 3 bulan, tidak ikut mandi.
Tiba-tiba ada hujan gerimis. Dia dan Falmeera segera bilas. Tak lama kemudian hujan semakin lebat. Dia bersama istrinya yang menggendong anak ketiga berteduh di kolong jembatan. Begitu juga anak keduanya. Sedangkan anak pertamanya masih belum selesai bilas.
"Saya memang sudah takut. Saya menunggu anak saya yang laki-laki belum selesai, masih bilas. Saya minta anak saya cepetan. Saya suruh ke atas. Pas saya suruh ke atas itu air bah datang," jelasnya.
Seketika itu, mereka sekeluarga terseret air bah. Mereka Kemudian jatuh ke air terjun setinggi 20 meter. Saat itu, Mario mengaku masih dalam keadaan sadar. Anak pertamanya masih dalam pegangan tangannya. Dia kemudian memegang istrinya. Ketika itu, istrinya sudah berdiri sambil menggendong anak ketiganya yang masih balita.
"Anak saya yang nomor dua yang bernama Hanum belum muncul. Baru muncul sekitar 10 atau 15 detik dia muncul. Dia muncul di arus yang mengalir," katanya.
Dia berinisiatif meloncat untuk menyelamatkan Hanum, anak keduanya. Mario berasumsi istrinya sudah kuat karena sudah bisa berdiri sambil menggendong anaknya yang terakhir. Saat menyelamatkan anak keduanya, Mario tetap memegangi anak pertamanya. Diapun mencari akal bagaimana anaknya bisa selamat.
"Ketika itu saya jongkok, dengan tenaga terakhir bagaimana anak saya bisa ke pinggir saya lempar saja dua anak ini kepinggir. Tapi belum betul-betul save (posisinya)," jelasnya.
Pada saat yang sama, istrinya terseret arus air bah. Dia menduga kaki istrinya tidak kuat berpijak karena arus air bah yang sangat kuat. Saat itu dia tidak langsung mencari istrinya karena lebih fokus untuk menyelamatkan anak pertama dan kedua. Karena menurutnya, dua anaknya masih belum dalam posisi yang benar-benar aman.
"Bisa saja air bah ini tambah besar. Karena anak saya hanya 'sekilan' (sejengkal) dari bibir sungai. Untunglah daratan yang dipijak anak saya terhalang batu besar sehingga air tidak masuk ke sana," katanya.
Advertisement