Begini Cerita di Balik Pembebasan Sandera di Mako Brimob. Presiden Ternyata Terlibat
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko mengungkapkan strategi polisi menguasai Mako Brimob pasca ricuh narapidana terorisme dan polisi yang bertugas.
"Secara prosedur dan proses penanganan sudah berjalan, pertama ada pelaporan kepada Presiden, kebetulan saya dan Presiden di Pekanbaru. Setelah ada laporan, presiden memberikan petunjuk untuk segera dibentuk ada kesatuan komando atau posko diketuai Menkopolhukam, instrumen keamanan semua disiapkan," kata Moeldoko dalam acara "Ngopi Bareng" di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat.
Beberapa petunjuk Presiden Joko Widodo adalah jangan ragu menangani masalah itu namun sekaligus menghindari korban yang tidak perlu serta memberikan batasan waktu untuk segera menyelesaikan kericuhan.
"Menkopolhukam, Kapolri yang diwakili Wakapolri, Kepala BIN sepakat untuk melihat situasi dengan cerdik, ada beberapa alternatif tindakan yang akan kami lakukan, pertama serbu langsung atau kedua intention dulu baru tindakan praktis berikutnya," papar Moeldoko.
Menurut Moeldoko, dalam serbuan langsung pasti diperhitungkan untung ruginya, padahal masih ada satu anggota Brimob yang masih hidup disandera di dalam Mako Brimob.
"Maka dilakukan intention dengan negosiasi dengan listrik dimatikan, makanan tidak diberikan, setelah malam ada keluhan dari mereka dan akhirnya yang satu (anggota Brimob) dilepas, mereka akhirnya menyerah," kata Moeldoko.
Tapi tidak semua narapidana terorisme menyerah karena masih ada 10 orang yang ngotot melawan.
"Masih ada sepuluh yang tertinggal, yang kita ikuti di CCTV, di situ dikeluarkan perintah melakukan serbuan. Kemarin ada ledakan-lekadan itu serbuan, lalu yang sepuluh menyerah, kenapa tidak dihabisi? karena ada Convention Geneva kalau lawan sudah menyerah tidak boleh dibunuh, tidak boleh dihabisi, langkah-langkahnya seperti itu semua selesai dan tidak ada korban lagi saat itu," ungkap Moeldoko.
Ia meminta masyarakat tidak bingung dan mempertanyakan strategi yang diambil Mako Brimob.
"Saya perlu jelaskan agar jangan sampai ada kebingungan 'kok begini'? Kenapa perlu waktu dan tertutup dari awal? Karena ini persoalan `tactical` yang tidak boleh diobral dan disampaikan agar perencanaan tidak keluar. Saya harap cerita ini dapat dipahami masyarakat agar tidak terjadi perdebatan yang tidak perlu," tegas Moeldoko.
Moeldoko menegaskan, pemerintah menjamin keselamatan warga negara Indonesia dan warga negara asing yang berada di Indonesia.
"Pertanyaannya sekarang bagaimana dengan peristiwa yang akan diselenggarakan negara ada beberapa yang penting dan besar, pertama Asian Games, Annual Meeting WB dan IMF di Bali. Sekali lagi negara sangat menjamin atas keamanan, keselamatan siapapun apakah itu masyarakat Indoensia maupun masyarakat internasional yang berada di Indonesia kita pastikan itu. Kita tidak ada toleransi dalam pemberantasan terorisme," kata Moeldoko.
Selasa hingga Kamis (8-10/5) terjadi kericuhan di rumah tahanan cabang Salemba yang berlokasi di Markas Komando Brigade Mobil Polri di Kelapa Dua, Depok.
Dalam peristiwa tersebut lima orang anggota Polri gugur yaitu Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji Siswanto dari Densus 88, Aipda Luar Biasa Anumerta Denny Setiadi dari Polda Metro Jaya, Brigpol Luar Biasa Anumerta Fandy Setyi Nugroho dari Densus 88, Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadhli dari Densus 88, Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas dari Densus 88.
Kelimanya gugur karena luka senjata tajam dan senjata api dalam bentrokan yang diduga dipicu karena persoalan makanan. Tahanan teroris bernama Beni Samsutrisno juga tewas.
Sedangkan Bripka Iwan Sarjana yang disandera narapidana teroris akhirnya dibepaskan Jumat dini hari.
Sekitar pukul 02.00 WIB, polisi berhasil melumpuhkan para narapidana dan ada 145 narapidana teroris yang menyerahkan diri kepada polisi, namun sepuluh orang sempat melawan. Ke-155 narapidana teroris ini langsung dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan (LP) Pasir Putih dan Batu di Nusakambangan, Cilacap. (ant)