Ini Cara Anak Milenial Melestarikan Olahan Makanan Ritual Osing
Proses pewarisan pengolahan makanan ritual berlangsung turun menurun secara lisan. Sehingga ilmu mengolah makanan ritual tidak tersebar secara luas. Dikhawatirkan seni mengolah makanan ritual ini akan semakin hilang.
Karena itu perlu upaya pentransferan ilmu olah makanan ritual Osing pada generasi muda. Agar seni mengolah makanan ini tetap terjaga keberlangsungannya.
Alasan ini yang mendasari 15 mahasiwa yang tergabung dalam Barisan Pemuda Adat Nusantara-Osing mempelajari olahan makanan ritual Osing. Mereka mempelajari olah makanan ritual Osing dengan diprakarsai Program Kemitraan Masyarakat (PKM) salah satu Universitas Swasta di Banyuwangi.
"Kami tim PKM mengadakan pelatihan olah makanan ritual Osing. Satu paket ada tiga pelatihan. Pertama olah makanan ritual di Kemiren, kedua di Cungking (Kelurahan Mojopanggung), dan ketiga di Andong (Desa Tamansuruh)," kata Wiwin Indiarti, perwakilan PKM yang menjadi koordinator pelatihan olah makanan ritual Osing, Minggu, 24 November 2019.
Dia menjelaskan, ritual ada ritual individual ada kolektif. Untuk di Kemiren khusus pelatihan olah makanan ritual individu. Untuk dicungking makanan ritual digunakan saat Amin Pikin. Yakni ritual bersih Desa.
"Cungking punya hidangan ritual yang berbeda dengan tempat lain. Namanya sama tapi cara mengemasnya berbeda. Seperti tumpeng serakat yang di Amin Pikin. Cara penyajian berbeda jenis sayuran yang ada di situ juga berbeda. Tumpeng serakat bisa ditemukan di kantong-kantong komunitas osing lain," jelasnya.
Dari tahun ke tahun, menurutnya bahan dalam tumpeng serakat selalu tidak lengkap atau digantikan dengan jenis lain. Seperti terong putih, digantikan dengan yang warna hijau. Terong ini tidak boleh digantikan dengan yang warna ungu. Kemudian manisah atau labu Siam. Seharusnya yang warna putih. Tapi yang warna putih sudah langka maka diganti dengan yang warna hijau. Alasannya sama, karena sudah tidak bisa ditemukan, sehingga dicari yang paling mirip.
Menurut Wiwin, di Andong ada bahan makanan yang tidak umum dipakai sebagai makanan hidangan ritual. Yakni Gecok Gempol dan Jangan (sayur) Banci. Gecok di masyarakat Osing banyak. Tapi gecok Gempol hanya ada di Andong. Sedangkan Jangan banci bahan dasarnya daun belimbing yang berbunga tapi gagal berbuah makanya di sebut banci.
"Itu sudah mendesak diketahui. Pengetahuan harus diwariskan," kata dosen Bahasa Inggris ini.
Tidak hanya itu, cara memasak makanan ritual juga tidak sama dengan memasak makanan umumnya. Sebelum memasak, para juru masak makanan ritual lebih dulu mandi besar. Sebab masakan yang akan disajikan itu disajikan untuk orang yang dikeramatkan dan disucikan.
"Maka makanannya harus yang terbaik dan harus suci. Orang yang memasak harus dalam keadaan suci. Tempatnya suci, makanya kita lepas alas kaki. Yang datang bulan tidak boleh masuk. Tidak bicara kalau tidak diperlukan," katanya.
Pengetahuan tentang olah makanan ritual ini, penting dimiliki generasi muda karena mereka harus tahu mereka siapa. Ini merupakan bagian dari mempelajari sejarah mereka.
"Mereka harus belajar. Kalau mempelajari satu budaya tertentu harus melihat sudut pandang para pelaku budaya, para pemilik budaya itu sendiri," katanya.