Begini Akhir Protes Aturan ODOL Sopir Truk Logistik Banyuwangi
Para pengemudi kendaraan logistik akhirnya menemukan titik temu atas protes mereka terkait aturan over dimension over loading (ODOL). Solusi ini didapatkan setelah para stake holder mulai dari BPTD Provinsi Jawa Timur, Dinas Perhubungan Banyuwangi dan Anggota Komisi V DPR RI bertemu dengan para pengunjuk rasa di Terminal Sritanjung, Banyuwangi, Selasa, 4 Januari 2022.
Perpanjangan Masa Normalisasi
Solusi yang disepakati adalah perpanjangan masa untuk melakukan normalisasi hingga akhir tahun 2022. Kendaraan yang akan dinormalisasi akan dipasangi stiker khusus. Bagi kendaraan yang sudah dipasangi stiker khusus normalisasi ini tidak perlu melakukan uji kir. Namun harus melakukan normalisasi sesuai waktu yang disepakati yakni akhir tahun 2022.
Koordinator para pengemudi kendaraan logistik, Slamet Barokah, mengatakan, pihaknya sepakat kendaraan yang tidak sesuai ketentuan atau truk ODOL dipasangi stiker normalisasi. “Untuk sementara ini teman-teman setuju, kalau pada kenyataannya tidak ada keamanan seperti yang dijanjikan kami akan gerak yang lebih besar,” jelasnya.
Dia menjelaskan, dalam proses mediasi tersebut, untuk kendaraan yang sudah sesuai dengan surat yang sah yang sudah tertera dari uji kir yang terdahulu, tetap bisa melakukan uji kir secara normal seperti biasanya walau tahunnya sudah tua. “Kalau yang tidak sesuai antara legalitas sama fisik, itu akan dikasih stiker, dinormalisasi,” tegasnya.
Sepakat Tak Terikat
Dia menambahkan, meski untuk sementara ini menyepakati solusi tersebut, dia bersama seluruh sopir kendaraan logistik memutuskan tidak ada surat pernyataan atau surat permohonan yang dibuat dari pihaknya. Sehingga para sopir logistik menyatakan tidak terikat dengan kesepakatan dari perwakilan pemerintah. “Kami sepakat tidak ada pernyataan, tidak ada ikatan buat kami,” tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Banyuwangi, Dwi Yanto menyatakan, pada intinya sudah ada kesepakatan terkait normalisasi kendaraan logistik.
Sebelumnya, menurut Dwi Yanto, pihaknya sudah menyiapkan konsep untuk melakukan normalisasi dalam waktu 6 bulan, diperpanjang 6 bulan pertama, kedua dan ketiga. Konsep tersebut, langsung diserahkan kepada BPTD Provinsi Jawa Timur yang juga datang pada kesempatan itu. “Tadi sudah datang BPTD, kami serahkan pada beliaunya,” jelasnya.
Dia menambahkan, para sopir truk logistik meminta waktu lebih panjang terkait jatah waktu normalisasi, yang diberikan pemerintah. Dalam kesempatan tersebut, pihak BPTD Provinsi Jawa Timur menyampaikan batas waktu normalisasi diberikan sampai 31 Desember 2022.
Untuk prosesnya ditempatkan di UPT Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Banyuwangi. “Nanti kami daftarkan kolektif, kemudian kami jadwal. Nanti tim dari BPTD Provinsi akan datang ke Banyuwangi karena kewenangan sepenuhnya ada pada BPTD, bukan Dishub. Ini bukan uji kir tapi normalisasi, karena normalisasi maka tidak perlu membayar,” tegasnya.
Batas Waktu Normalisasi
Nantinya akan dibuatkan permohonan untuk diajukan kepada Dirjen Perhubungan Darat. Tujuannya untuk meminta dilakukan diskresi-diskresi sehingga kendaraan logistik tersebut, masih bisa beroperasi.
Kendaraan yang akan dinormalisasi itu, menurut Dwi Yanto akan dipasangi semacam stiker khusus dan akan didata untuk diketahui jumlahnya. Selanjutnya, permohonan administrasinya diselesaikan. “Nanti mereka tanda tangan sepakat jangka waktu berapa untuk normalisasi, baru ditempel stiker,” terangnya.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI Sumail Abdullah menyatakan, dirinya bersama seluruh stake holder terkait berusaha mencari jalan keluar terkait keinginan para sopir logistik tersebut. Dari diskusi tersebut, lanjutnya, diketahui beberapa sopir logistik sudah menyadari dan melakukan normalisasi.
“Tentu ada sopir yang lain yang masih belum punya uang untuk melakukan pemotongan (red: bak truk) atau normalisasi, kami kasih jangka waktu,” tegasnya.
Namun menurutnya, mereka harus punya kemauan untuk melakukan pemotongan bak truk yang over dimensi dan over load itu. Hal ini, kata Sumail, untuk kepentingan bersama yakni keselamatan pengguna jalan yang lain dan berkaitan dengan kerusakan infrastruktur. “Saya yakin mereka dengan kesadaran dirinya akan melakukan hal itu. Karena yang kita lakukan hari ini juga untuk kepentingan masyarakat semua,” ujarnya.
Dia meyakini, perlahan-lahan mereka akan menyadari pentingnya keselamatan baik untuk orang lain maupun untuk dirinya sendiri. Karena begitu spesifikasinya tidak sesuai standar yang sudah ada, maka hal itu bisa membahayakan bagi pengemudi kendaraan itu sendiri dan pengendara lain.
“Katakanlah mobil 7 ton muat 15 ton, bagaimana fungsi pengeremannya pastinya di jalan banyak hambatan," ujar anggota DPR asal Banyuwangi ini.
Soal ODOL
Seperti diketahui, ratusan sopir logistik di Banyuwangi beberapa kali melakukan aksi unjuk rasa memprotes aturan over dimension over loading (ODOL). Aksi unjuk rasa dilakukan di jalan raya depan pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, pada Senin 3 Januari 2021 lalu.
ODOL adalah aturan baru yang masuk dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Nomor 4294 Tahun 2019, tentang Pedoman Normalisasi Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan.
Aturan ini ditolak sebagian besar sopir truk terutama yang diproduksi sebelum tahun 2019. Sebab, sebagian besar truk milik mereka telah mengalami modifikasi. Ukuran bak truk mereka telah diperpanjang dari ukuran semula, dikutip dari timesindonesia.com.
Namun, per 1 November 2021, truk yang telah over load dan over dimensi itu, tak boleh mengikuti uji kelayakan kendaraan yang biasa disebut kir, kecuali mengembalikan kondisi truk sesuai spesifikasi pabrik. Kebijakan baru ini muncul sebagai dampak berlakunya ODOL.
Kebijakan terbaru ini, membuat mereka tak bisa lagi melakukan uji kir seperti sebelum-sebelumnya dan berimbas kepada pendapatan sopir logistik di Ketapang, Banyuwangi.