Bedakan Dakwah dan Gerakan Politik atas Nama Islam, Ini Penjelasan Akademisi UIN Maliki
Malang: Kalangan awam di Indonesia dibingungkan dengan perkembangan situasi dakwah Islam di Indonesia. Semenjak reformasi, berbagai macam paham dan aliran masuk dengan bebas tanpa saringan.
“Paham-paham ini menawarkan berbagai macam produk unggulan masing-masing. Ada yang menawarkan produk puritan "kembali Quran dan sunnah" ingin mengembalikan islam seperti zaman nabi, tetapi ujungnya adalah menikam umat dengan kata-kata "bid'ah" dan mengakibatkan umat islam menghabiskan energi untuk sesuatu yang tidak berguna”.
Demikian ditegaskan Khariri Makmun, akademisi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, pada ngopibareng.id, Senin (6/11/2017).
Ada paham yang menawarkan produk unggulanya berupa ideologi khilafah. Ketika kelompok ini menguat dan menjadi mayoritas maka proyek selanjutnya adalah menguasai negara, mengganti ideologi, sistem serta membubarkan negara.
“Agenda ini bisa memicu konflik horisontal, menyulut perang saudara dan menyebabkan krisis politik, ekonomi, sosial dan kemanusaia. Indonesia akan hancur dan menjadi santapan bagi kekuatan asing. Proyek ini telah sukses dijalankan di Libia, Irak, Mesir, Tunisia, Yamam dan Syria,” tutur Khariri, yang pernah menangani penyelenggaraan kegiatan International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ke-4 di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, di Malang, 2015.
Selain itu masih, menurutnya, banyak lagi kelompok islam yang bermain dalam akrobat politik dengan menampilkan manuver yang berbahaya bagi keutuhan umat Islam, negara dan bangsa. Realitas inilah yang kita hadapi hari ini.
“Masyarakat awam hanya kaget dan sesekali terpesona dengan penampilan luar kelompok gerakan Islam transnasional yang berhasil mengemas dakwah politiknya dengan kemasan yang menarik dan aktual. Ibarat memilih makanan masyarakat awam tidak bisa membedakan antara makanan pedas yang bisa membuat perut mulas, atau makan berkolesterol tinggi yang bisa memicu stroke atau makanan yang terpapar bahan kimia sehingga bisa mematikan,” tegas Khariri, dalam kegiatan di Cianjur.
Sudah saatnya kita mengkritisi agenda setiap aliran trans nasional di Indonesia. Sehingga masyarakat tidak mudah tertipu dan membedakan antara aktifitas dakwah dengan aktifitas politik. Dalam bukunya Aljihad fil Islam Syeikh Ramadhan Al-Buthi secara tegas membuat garis demarkasi dan membedakan antara aktifitas dakwah dengan Harakah Islamiyah.
Dakwah itu mengajak, menyeru dan menuntun pada kebaikan dan kebenaran. Karena itu dalam dakwah harus ada Dai sebagai pelaku dakwah dan almud'u sebagai sasaran dakwah. Objek dakwah itu sangat luas bahkan meliputi segala aspek yang terkait dengan agama dan kehidupan, bukan hanya dibatasi atau diprioritaskan untuk pembahasan politik.
Sedangkan Harakah Islamiyah (gerakan Islam) adalah agenda kegiatan politik kelompok islam yang dikemas dalam format dakwah akan tetapi semua aktifitasnya diproyeksikan untuk merebut kekuasaan.
Pengertian dakwah sebagaimana yang dipahami oleh Harakah Islamiyah cakupanya menjadi terbatas untuk kalangan tertentu yang telah masuk sebagai anggota harokah. Dan tema-tema dakwah lebih diprioritaskan pada pembahasan tentang kondisi sosial politik, kritik keras terhadap pemerintah dan menyusun strategi untuk mencapai dan mengusai negara.
Penggunaan kata dakwah yang digeser untuk tujuan politik demi memuluskan agenda dan proyek politik kelompok tertentu menyebabkan masyarakat awam kebingungan dan tidak bisa membedakan dakwah murni yang bertujuan untuk membimbing dan mengajak umat kepada kebenaran (alhaq), dengan dakwah politik yang diproyeksikan untuk kepentingan aliran, paham dan politik kekuasaan.
“Masyarakat harus kita cerdaskan dengan retorika dan narasi dakwah yang santun, menciptakan stabilitas nasional serta menebarkan kedamaian dan ketenangan ditengah-tengah masyarakat,” kata Khariri. (adi)