Bedakah “Sayyid“ dan Habib? Begini Duduk Masalahnya
Keturunan Rasulullah dari Sayyidina Husein disebut sayyid, dan dari Sayyidina Hasan disebut assyarif.
Hasan dan Husein merupakan putra Sayyida Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, di Indonesia para keturunan Rasullullah umumnya banyak yg berasal dari Husein. Maka disebut sayyid.
Sementara keturunan-keturunan Hasan kebanyakan menjadi raja atau pemimpin seperti di kawasan Timur Tengah dan Sebagian Afrika utara.
لأهل بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم شرف، ولرسول الله صلى اللهعليه وسلم بهم مزيد عناية وقد أكثر على أمته من الوصيّة بهم والحث على حبّهم ومودتهم
Ahlul Bait memiliki kemuliaan tersendiri, dan Rasulullah telah menunjukkan perhatiannya yg besar kepada mereka.
Beliau berulang-ulang berwasiat dan mengimbau agar umatnya mencintai dan menyayangi mereka.
"Gelar Habib, tidak bisa disematkan kepada setiap Sayyid".
"Setiap habib harus sayyid, tetapi sayyid belum tentu habib".
Seorang sayyid, tidak bisa mengatakan bahwa dirinya sendiri adalah habib.
Pengakuan habib harus melalui persyaratan yg sudah disepakati (Rhabittah Awaliyah).
Di antaranya cukup matang dalam hal umur, memiliki ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas terhadap apapun, wara, zuhud berhati-hati serta bertakwa kepada Allah.
Dan yg paling penting, adalah akhlak yang baik.
Sebab, bagaimanapun keteladanan akan dilihat orang lain. Seseorang akan menjadi habib atau dicintai orang kalau mempunyai keteladanan yg baik dalam tingkah lakunya.
Dari proses waktu ke waktu orang akhirnya menamakan semua keturunan Husein رضي الله عنه "sayyid" menjadi habib.
“Padahal seharusnya tidak,” untuk membedakan bahwa habib adalah ulama.
Rabithah Alawiyah (sebuah lembaga yg mencatat silsilah keturunan sayyid di indonesia), menanggapi terkait penyebutan istilah habib yang dinilai salah kaprah.
"Makna kata habib adalah seseorang yg dicintai dalam masyarakat.
Ciri memiliki adab dan sopan santun, serta memiliki dasar keilmuan, serta selalu mengajak ke kebaikan di setiap tempat di mana beliau berada.
Karena itu tidak semua yg memiliki ketersambungan silsilah yg dimaksud bisa diberikan sematan habib.
"قل لا أسألكم عليه أجرا إلا المودة في القربى".
(الشورى، ٢٣)
"Katakanlah wahai Muhammad, tiada aku minta suatu balasan melainkan kecintan kalian pada kerabatku.”
(Qs as Syura 23).
Dari kutipan di atas dapat ditegaskan bahwa kaum Muslimin memang harus menghormati dan mencintai Ahlul Bait bukan saja karena kekerabatan mereka dengan Rasulullah ﷺ, tetapi juga karena Allah telah memerintahkan kepada beliau untuk berseru kepada umatnya agar mencintai kerabat beliau.
Dengan kata lain perintah untuk mencintai Ahlul Bait merupakan perintah dari Allah.
Rasulullah sebagai pemimpin kaum Muslimin tidak meminta balasan apa pun dari umatnya kecuali kecintaan mereka kepada keluarga dan keturunan beliau.
Sayyid Abdullah al Haddad mengingatkan agar dalam memberikan penghormatan dan kecintaan kepada Ahlul Bait, kaum Muslimin bersikap wajar dan tidak berlebih-lebihan.
فعلى كافة المسلمين أن يعتقدوا حبّهم ومودتهم، وان يوقّروهم ويعظّموهم من غير غلوّ ولا إسراف.
"Seluruh kaum Muslimin hendaknya memastikan kecintaan dan kasih sayang mereka kepada Ahlul Bait, serta menghormati dan memuliakan mereka secara wajar dan tidak berlebih-lebihan."
Terhadap Ahlul Bait yg menyimpang dari apa yg dicontohkan Rasulullah ﷺ, Sayyid Abdullah al Haddad mengimbau agar mereka tetap dihormati semata-mata karena mereka adalah kerabat Nabi Muhammmad ﷺ dengan tidak meninggalkan perlunya memberikan nasihat kepada mereka sebagaimana kutipan berikut:
"Adapun mereka yg berasal dari keluarga dan keturunan Rasulullah ini yg tidak menempuh jalan leluhur mereka yang disucikan, lalu mencampur adukkan antara yang baik dan yang buruk disebabkan kejahilannya, seyogyanyalah mereka tetap dihormati semata-mata karena kekerabatan mereka dengan Nabi ﷺ .
Namun siapa saja yg memiliki keahlian atau kedudukan untuk memberi nasihat, hendaknya tidak segan² menasihati dan mendorong mereka kembali menempuh jalan hidup para pendahulu mereka yang saleh-saleh yang berilmu dan beramal kebajikan, berakhlak terpuji dan berperilaku luhur.
Imbauan seperti itu sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang ulama sekaligus habib yang merupakan dzurriah Rasulullah, asal Tarim Hadramaut Yaman, yakni Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al Haddad (1634-1720 M) dalam al Fushul al 'Ilmiyyah wal Ushul al Hikamiyyah.
Salafus_sholih
Advertisement