Beda Penceramah dan Intelektual
KH Najih Maimoen, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, mengingatkan, saat ini ada orang yang pingin mendadak terkenal sebagai penceramah sehingga menyematkan namanya dengan sebutan "Gus". Padahal, dia bukanlah putra seorag kiai atau ulama pesantren.
Sejauh ini, panggilan "Gus" bagi kalangan pesantren merupakan sebutan bagi putra kiai dan ulama pesantren, yang belum layak disebut kiai. Karena itu, merupakan penghormatan tersendiri di tengah masyarakat.
Sayangnya, meskipun tidak putra kiai atau tokoh pesantren, belakangan ada juga yang menyebut dirinya "Gus" sehingga masyarakat pun dengan mudah mengenalnya. Itu menjadi fenomena penceramah, dengan pelbagai modelnya, menjadikan media sosial sebagai panggung ketenarannya.
Lalu, bagaimana beda penceramah dan intelektual, yang tugasnya memberikan pencerahan bagi masyarakat? Berikut catatan KH Husein Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Dar-El Tauhid, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, menjernihkan masalah antara penceramah dan intelektual. (Redaksi)
Menyusul isu Penjual Es Teh yang viral, mengguncang jagat raya itu, seseorang bertanya apa bedanya Penceramah/Da'i/Muballigh dengan Intelektual/ilmuwan/Pemikir?.
Aku menjawab: ini pertanyaan maha berat. Tapi aku coba mengira-ngira saja, sesuai dengan pengetahuanku.
Penceramah
Penceramah atau Muballigh itu bicaranya tegas, meyakinkan, memastikan atau menjamin keberhasilan sekaligus menggurui. Cara atau metodenya indoktrinasi/doktrin. Kadang diselingi humor, lucu dan bikin "ngakak".
Kita sering mendengar, misalnya dia bilang : "jika saudara-saudara mengamalkan atau melakukan begini maka pasti akan begini". Misalnya lagi : "siapa yang mengamalkan bacaan ini sebanyak 41 x stau 100 x maka pasti berhasil, sukses". Jika ditanya hukum suatu masalah, maka dia jawab : "masalah itu hukumnya pasti begini. Ini yang benar. Kalau ada pendapat yang lain itu salah, sesat, dengan suaranya yang keras dan seperti emosional. Isi ceramah/pidatonya itu lagi, itu lagi, mengulang-ulang, Belakangan umumnya bertema ibadah personal.
Profesi ini digemari oleh orang-orang awam, orang kebanyakan, kelas bawah, atau mereka yang hidupnya pragmatis dan praktis, tidak mau mikir. Tentu saja jumlah mereka besar atau mayoritas. Dan laris manis. Dan honornya cukup aduhai. Tapi ingat ya?. Itu pada umumnya, tidak setiap.
Intelektual
Sedangkan intelektual atau pemikir, bicaranya tidak memastikan. Kalau ditanya bagaimana hukum atau pendapat anda mengenai masalah ini?. Dia akan menjawab : "saya kira begini". Atau "ada banyak pendapat ". Atau "menurut ulama/profesor/ Anu begini". Atau : jika kamu melakukan hal ini mudah-mudahan atau insya Allah berhasil. Atau menurutku pendapatku yang benar, tapi mungkin salah. Pendapat orang lain keliru, tapi mungkin benar. Silakan. Anda boleh berpendapat yang lain.
Kata-kata dan pendapatnya tidak meyakinkan, tidak pasti, bisa membingungkan sebagian besar orang, tetapi membebaskan dan memberikan alternatif jalan, mencerdaskan dan membuat orang berpikir. Metodenya dialektika.
Audiensnya pada umumnya terbatas, sedikit, umumnya kaum intelektual atau mereka yang senang berpikir atau katakanlah kaum kelas menengah ke atas yang cenderung rasional. Jumlah mereka tidak banyak, sedang-sedang saja atau malah sedikit sekali. Dan profesi ini tidak laku dan kalaupun ada honor, angkanya kecil, kadang sekedar transport.
Mungkin demikian. Ya mungkin begitu.
Wallahu A'lam bi al Shawab.
(04.12.24/HM)
Zikir Pagi
اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ.
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Sayyidul istighfar
اللّٰهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لآ إِلٰهَ إِِلآّ أَنْتَ ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَ أَبُوْءُ بِذنْبِي، فَاغْفِرْلِيْ ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إلاَّ أَنْتَ
Artinya:
“Ya Allah, Engkaulah Tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau sudah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan berusaha selalu ta’at kepada-Mu, sekuat tenagaku Yaa Allah. Aku berlindung kepada-Mu, dari keburukan yang kuperbuat. Kuakui segala nikmat yang Engkau berikan padaku, dan kuakui pula keburukan-keburukan dan dosa-dosaku. Maka ampunilah aku ya Allah. Sesungguhnya tidak ada yg bisa mengampuni dosa kecuali Engkau.”
Lanjutkan Baca Shalawat Fatih
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ، الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ، وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ .
Demikian, semoga hari ini lebih baik dari hari sebelumnya.
Renungan Pagi
...
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ حَسْبَ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ (رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه)
Artinya:
"Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Cukuplah keburukan seseorang jika ia menghina saudaranya sesama muslim.”
(HR. Ibnu Majah)