Beda Pandangan Semua Jadi Tegang, Ini Anekdot Lucu
Suatu hari Diogenes ditanya, "Apa bedanya hidup dan mati?"
"Tidak ada bedanya," jawab Diogenes.
"Lalu, mengapa kamu memilih hidup."
"Karena tidak ada bedanya."
Anekdot di atas relevan dengan kondisi saat ini. Dosen Filsafat UIN Sunan Kalijaga, Fahruddin Faiz, pada suatu video menjelaskan anekdot tokoh filsafat Yunani kuno yang hidup sekitar empat abad sebelum masehi, bernama Diogenes.
Faiz mengatakan,"Hari ini kita bilang mau milih siapa saja boleh-boleh saja. Sah-sah saja."
"Lha kok kamu marah temenmu memilih yang beda sama kamu."
"Kamu bilang calon A punya hak, calon B punya hak. Kok kamu marah berbeda. Situasi hari ini pas dengan anekdot Diogenes."
Memang, sejak masa-masa pemilihan umum, pemilihan presiden, pemilihan legislatif selalu berdampak pada ketegangan psikologis karena perbedaan referensi sikap politik.
Ketegangan tersebut setidaknya nyata terlihat di jejaring dunia sosial. Satu pendukung dengan kelompok lain saling mengunggulkan calon masing-masing. Adu tuding, saling ejek, saling caci kerap mengemuka.
Fenomena tersebut sebenarnya cukup aneh. Setidaknya bila merujuk logika bahwa memilih itu merupakan hak dan beda pilihan sesuatu yang alami. Lantas kenapa berbeda menjadi sumber konflik?
Faiz menjelaskan Diogenes yang dikenal dengan sinisisme (pandangan kritis terhadap kondisi zamannya hidup) juga memiliki beberapa pemikiran hikmah.
"Kita punya dua telinga dan satu mulut sehingga kita bisa mendengar lebih banyak dan bicara lebih sedikit."
Pernyataan itu, menurut Faiz, bila ditarik ke konteks yang lebih luas, manusia harusnya lebih bisa memahami pandangan orang lain. Terutama bila dibandingkan dengan keinginan memaksakan pandangan atau pendapatnya sendiri.
"Kesediaan kita memahami orang lain bukan dalam [unjuk] kekuatan, kemauan kita untuk meyakinkan orang lain tentang kebenaran kita," tuturnya.
Advertisement