Beda Argumen Dewan dan Akademisi Soal Dana Kelurahan Surabaya
Dosen Hukum Administrasi Universitas Airlangga Surabaya, Bagus Oktafian Abrianto berpendapat jika pembagian dana kelurahan di Kota Surabaya tak memerlukan SK wali kota. Pendapat ini berbeda dengan permintaan DPRD Surabaya, yang meminta pemkot mengeluarkan SK agar dana kelurahan bisa turun dan dimanfaatkan dengan tepat.
"Hal ini itu beda dengan dana desa yang digembor-gemborkan. Dasar hukum dana kelurahan adalah Pasal 30 Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2018, dan juga Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 130 tahun 2018. Sehingga tak perlu adanya SK," kata Bagus kepada Ngopibareng, Jumat 7 Februari 2020.
Menurut Bagus, SK wali kota hanya dibutuhkan saat pencairan dana serta penetapan pejabat yang bertanggung jawab atas dana miliaran itu. Persis seperti administrasi untuk pengadaan barang dan jasa.
"SK itu hanya untuk pencairan. Untuk besaran dan penetapannya tidak perlu SK wali kota. SK pun sifatnya beschikking jadi tidak perlu," katanya.
Bagus mengatakan, semua hal yang berkaitan dengan dana kelurahan, harus berdasarkan Permendagri terkait. Jika memang disebutkan harus diterbitkan SK wali kota baru lah Pemkot menerbitkan hal tersebut.
Ia mengibaratkan, jika pihak yang berkaitan dengan dana desa tak paham Permendagri, sama seperti orang menyetir yang tak ikuti aturan traffict light. Mereka terancam bertemu celaka di jalan. Sedangkan di dana kelurahan, salah memahami Permendagri akan berurusan dengan KPK.
"Semua itu harus sesuai dengan SOP. Nah SOP nya itu ada di Permendagri. Jadi siapapun yang berkaitan dengan dana kelurahan, harus paham Permendagrinya," katanya.
Menurutnya, selama ini orang menganggap bahwa dana kelurahan sama dengan dana desa. Padahal keduanya merupakan objek yang berbeda, dan diatur dalam aturan yang berbeda pula. Meski begitu, tujuan dua dana tersebut sama, yakni untuk pemerataan pembangunan.
"Itu dua hal yang beda, tapi tujuannya sama dengan dana desa. Yaitu peningkatan sarana prasaranan dan kesejahteraan rakyat," pungkasnya.