BDF ke-13, Dihadiri Menlu hingga Sekjen PBB
Bali Democracy Forum (BDF) ke-13 perhelatan internasional digelar Pemerintah Indonesia. Tahun ini, penyelenggaraannyapun sangat berbeda dari sebelum-sebelumnya, sebab berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
BDF ke-13 mengusung tema "Demokrasi dan COVID-19" itu, diselenggarakan melalui mekanisme hybrid atau campuran pada Kamis 10 Desember 2020 dari Nusa Dua, Bali.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, turut dijadwalkan membuka langsung BDF ke-13, dari hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik yang juga Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah mengatakan, setidaknya 25 kepala delegasi telah menyatakan hadir dengan 24 diantaranya merupakan para duta besar yang berkedudukan di Jakarta.
"Beberapa yang bisa kami konfirmasi adalah dari EU (Uni Eropa-red), dari Afghanistan, Belanda termasuk dari Ethiopia. ASEAN yang akan hadir (langsung di Bali-red). Lebih dari 100 peserta menyatakan kesertaannya melalui mekanisme zoom atau online," ungkap Faizasyah, dalam keterangan pada pers, Rabu 9 Desember 020.
Saat ini, Faizasyah berada di lokasi persiapan BDF ke-13, di Nusa Dua, Bali. Dalam BDF, pihaknya akan penyampaikan pernyataan dari para menteri luar negeri negara sahabat, Sekretaris Jenderal PBB hingga Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Jadi, saya tidak bisa memprediksi pada saat sekarang apa yang akan mereka sampaikan. Namun, tentunya karena beberapa negara pada saat sekarang, sudah mulai juga menunjukkan apa upaya-upaya penanganan secara lebih maju lagi beli vaksin, tidak tertutup kemungkinan hal tersebut akan disampaikan.
"Kita juga akan mendengarkan statement dari Dirjen WHO dan melalui penyampaian akan diberikan satu pemahaman, bagaimana sih dalam rangka multilateral mengatasi permasalahan ini. Termasuk mungkin mekanisme sharing pengalaman termasuk apa yang akan dilakukan sebelum vaksinasi dilakukan," tuturnya.
Faizasyah menambahkan, BDF juga akan dijadikan oleh para peserta forum untuk bertukar pengalaman mengenai penanganan COVID-19, namun dengan tetap memastikan proses demokrasi tetap berjalan.
"Yang diutamakan adalah bagaimana respon dari masing-masing negara dan bagaimana juga membangun ketahanan atau resilince. Tentunya tidak mudah karena kita semuanya merasakan katakanlah pada saat sekarang karena adanya COVID-19 diberlakukan berbagai pembatasan pembatasan, pembatasan untuk berkegiatan dan lain-lain, yang dari sisi tradisi demokrasi itu adalah mengurangi apa yang disebutkan dengan hak-hak dan kebebasan masyarakat," terang Faizasyah lagi.
Sedangkan, terkait penyelenggaraan BDF ke-13 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, Faizasyah memastikan protokol kesehatan diterapkan secara ketat baik sebelum maupun ketika forum berlangsung.
"Memang ini karena hybrid formatnya kita mengutamakan jaminan kesehatan. Kita membatasi kapasitas ruangan tidak melebihi 50 orang, dengan demikian kehadiran mereka apakah secara fisik di Bali ataupun secara hybrid dari Jakarta, tentunya juga akan memberikan pesan bahwa Bali siap," ujarnya.
Dikatakan secara khusus penyelenggaraan BDF tahun ini, menjadi pembelajaran tersendiri untuk memastikan pertemuan fisik tetap terlaksana, namun dengan menerapkan sejumlah aturan ketat.
"Dengan berangsur-angsurnya kita terbiasa menerapkan protokol kesehatan, mekanisme pertemuan secara fisik pun menjadi bisa dilakukan selama kita betul-betul patuh pada protokol kesehatan. Jadi, ini adalah suatu proses pembelajaran bagaimana kita mensiasati di tengah pandemi dan juga tetap melaksanakan apa yang menjadi core atau inti dari diplomasi," tutur Teuku Faizasyah.
Sementara, seluruh peserta maupun kru yang terlibat dalam penyelenggaraan BDF ke-13, wajib mengikuti tes PCR.
Advertisement