BBKSDA Jatim Lepasliarkan Enam Komodo Kasus Perdagangan Ilegal
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur melepasliarkan enam ekor komodo dari hasil pengungkapan kasus perdagangan satwa ilegal oleh Ditreskrimsus Polda Jatim, pada hari ini.
Enam komodo tersebut akan dilepasliarkan di wilayah, Pulau Ontoloe, Flores Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk prosesnya, BBKSDA Jatim pun bekerjasama dengan beberapa stakeholder seperti BBKSDA NTT.
Kepala BBKSDA Jatim, Nandang Prihadi mengatakan, Pulau Ontoloe sendiri dipilih menjadi lokasi pelepasliaran karena proses menuju pelepasliaran telah melalui beberapa uji, salah satunya uji morfologi. Hasilnya menunjukan bahwa keenamnya bukan berasal dari Pulau Komodo.
“Keenam komodo ini secara morfologi bukan berasal Taman Nasional Komodo, namun dari Flores Utara. Ini dapat dilihat dari warna tubuh yang lebih terang dan ramping dibanding yang berada di Taman Nasional Komodo,” ujar Nandang.
Hal itu juga diperkuat dari hasil tes DNA dan uji darah yang telah dilakukan di Laboratorium LIPI. Di mana hasilnya menunjukkan bahwa keenam komodo berjenis kelamin betina, dan haplotipe-nya 88 persen ini mirip dengan komodo yang berasal dari Flores Utara.
Pulau Ontoloe sendiri berada di Flores Utara yang sesuai dengan hasil uji DNA Komodo. Pulau seluas 397 hektar ini merupakan habitat Komodo, dan bagian dari Taman Wisata Alam Riung 17 yang dikelola oleh BBKSDA NTT, sehingga dari faktor keamanannya pun terjamin.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wiratno menambahkan mengatakan enam komodo tersebut juga sudah melalui beberapa tahapan untuk dilepaskan ke alam liar. Ini setelah dipantau dari proses memangsa korbannya.
"Gerakannya pun masih sangat buas dan cepat seperti di alam liar jadi kami langsung lepas liarkan komodo ini. Ini setelah dilakukan tes DNA yang dilakukan LIPI jadi jadi akan lepaskan diwilayah tersebut," katanya.
Selain itu, Wiratno juga menambahkan bahwa bentuk fisik dari enam komodo tersebut memiliki kulit yang lebih cerah serta bentuk tubuh yang lebih langsing, dari pada komodo-komodo yang berasal dari Taman Nasional Komodo.
"Jadi memang berbeda komodo dari Taman Nasional Komodo dan beberapa pulau di wilayah NTT," beber Wiratno.
Sebelum dilepasliarkan, keenam Komodo akan menjalani masa habituasi selama 1- 2 pekan di lokasi yang telah disiapkan pihak BBKSDA NTT. Setelah dirasa siap, baru seluruh Komodo dilepasliarkan. Pulau Ontoloe sendiri telah dipasang kamera trap pada 8 lokasi untuk memantau pergerakan komodo.
Selain itu, pihaknya juga akan memasangkan microchip pada tubuh keenam Komodo. Meski begitu, pemasangan microchip itu dipastikan tak akan mengganggu gerak dan kesehatan satwa, karena dipasang dibawah kulit. Hal itu dilakukan untuk penandaan, dan sangat lumrah dilakukan oleh lembaga konservasi dan penangkaran satwa.
Keenam Komodo memulai perjalanannya pada Minggu pagi, melalui Bandara Internasional Juanda, Surabaya, menuju Labuhan Bajo. Kemudian, akan dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju ke Kabupaten Ngada, Flores. Baru, menggunakan perjalanan laut menuju Pulau Ontoloe.
Sebelumnya, Kasus perdagangan satwa dilindungi ini berhasil diungkap oleh Polda Jatim dan BBKSDA Jatim sekitar Maret lalu. Saat ini kasus tersebut telah masuk proses persidangan, pemeriksaan saksi dan terdakwa.
Para pelaku, diduga menyelundupkan Komodo ke Jawa Timur melalui jasa ekspedisi, secara illegal. Mereka kemudian menawarkan atau mempromosikan satwa-satwa dilindungi tersebut melalui media sosial Facebook dan Whatsapp dengan harga Rp11-20 juta per ekor.
Akibat perbuatan yang mengancam ekosistem satwa terlindungi di Indonesia tersebut, para pelaku pun terancam Undang-Undang nomor 5 tahun 1980 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 40 ayat (2), Pasal 21 ayat (2) huruf a, b, dan d. Dengan hukuman pidana 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Advertisement