Senyuman Bayar Pajak, Dua Humor di Luar Aksi Pembangkangan Sipil
Sejumlah kasus negatif dunia perpajakan disorot. Gaya hidup mewah, keluarga berulah di masyarakat, dan seterusnya, menjadi fenomena bagi para pegawai perpajakan.
Merespon hal itu, ada imbauan agar masyarakat tidak membayar pajak. Agar melakukan pemogokan bayar pajak.
Meskipun kita tahu, sebagai warga negara yang baik, membayar pajak adalah salah satu kewajiban. Pemasukan dari pajak amat penting bagi negara untuk melanjutkan pembangunan di segala bidang.
Di sinilah kita memunculkan lelucon-lelucon khas dunia perpajakan.
1. Jalan Terbebas dari Pajak
Seorang petugas pajak mendatangi kantor seorang pengacara terkenal yang tak pernah menyetorkan pajaknya.
Petugas Pajak: “Penelitian kami menunjukkan bahwa pendapatan Anda setiap tahun sekurang-kurangnya Rp 500 juta, tapi Anda sedikitpun tidak pernah membayar pajak.”
Pengacara: (Terdiam sejenak) “Apakah Anda juga meneliti bahwa ibu saya meninggal setelah lama sakit, yang ternyata biaya perawatannya jauh lebih besar daripada pendapatan saya?”
Pegawai kantor: (Diam sejenak) “Uhm, tidak.”
Pengacara: “Atau, pernahkah Anda mengecek bagaimana kehidupan saudara laki-laki saya, seorang veteran yang cacat, buta dan akhirnya terpaksa harus mengenakan kursi roda?”
Pegawai kantor pajak itu sebenarnya sudah ingin meminta maaf tetapi pengacara tadi segera menyela.
Pengacara: “Atau suami dari adik perempuan saya yang meninggal karena kecelakaan lalu-lintas ternyata meninggalkan adikku tanpa uang sepeser pun dengan tiga orang anak? Jangan asal meminta bayar pajak, bersikaplah lebih fair dong!”
Pegawai kantor pajak itu menjadi sangat ketakutan dan berniat pamit. Tiba-tiba pengacara tadi kembali melanjutkan argumennya.
Pengacara: “Jadi, jika aku saja tidak pernah memberi uang pada mereka yang telah aku sebutkan tadi, bagaimana mungkin aku akan menyetorkan pajak ke kantormu?"
2. Bayar Pajak dengan Senyum
Dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mensosialisasikan betapa pentingnya warga negara Indonesia yang juga merupakan adalah wajib pajak, Direktur Pajak memberikan sebuah pidato untuk membuka acara kepada masyarakat.
Direktur: “Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati, semua warga negara Indonesia pastinya ingin bangsa ini menjadi lebih maju untuk itu diperlukan adanya pembangunan di segala bidang di negara ini. Agar pembangunan itu bisa terlaksana juga membutuhkan bantuan dari Anda semua sebagai warga negara Indonesia yang juga seorang wajib pajak untuk membayar pajak dengan senyuman.”
Direktur pajak yang ketika berpidato masih membuka lembaran pidatonya ke halaman berikutnya, sehingga ada jeda pidatonya berhenti sejenak. Tiba-tiba di balik ketenangan suasana dalam ruangan tersebut, ada orang yang sedang gembira setelah mendengarkan pidato tersebut.
Pria: “Asyiik, kirain bayar pajaknya dengan uang.”