Batuk Pilek Landa Jemaah Usai Puncak Haji, Disarankan Tak Isoman
Kasus pneumonia pada jemaah haji melonjak terutama usai fase puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Umumnya, gejala pneumonia yang dialami jemaah ditandai batuk, pilek, demam, hingga sesak napas.
Meski begitu, Kepala Bidang Kesehatan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, M Imran memastikan, jemaah yang mengalami gejala batuk pilek tidak perlu dikarantina ketika tiba di Indonesia.
"Ini bukan wabah. Untuk peningkatan kasus di sini memang terlihat, tapi jenis virus dan bakterinya bukan jenis yang bisa sebabkan wabah," ujarnya saat ditemui di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah belum lama ini.
Sebagaimana diketahui, jemaah haji Indonesia gelombang satu telah dipulangkan dari Makkah ke Tanah Air sejak 4 Juli 2023. Kepulangan melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah ini dilakukan secara bertahap hingga mendatang.
"Jadi jemaah yang pulang ke Tanah Air juga tidak perlu melakukan karantina, hanya saja ini batuk pilek biasa yang butuh perawatan dan istirahat, apalagi lansia (jemaah lanjut usia)," kata Imran.
Dia memastikan, sejauh ini tidak ada warning dari Pemerintah Arab Saudi terkait penyakit komunal. Menurutnya, pneumonia atau radang paru yang dialami jemaah haji bisa bersumber dari virus dan bakteri, tapi bukan karena COVID-19.
"Cukup minun vitamin, istirahat, minum air. Kalau (sakit) berlanjut ke dokter," ucap Imran menandaskan.
Pneumonia Meningkat Pasca-Armuzna
Sebelumnya diberitakan, jumlah jemaah Indonesia yang mendapatkan perawatan medis pasca-fase puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) meningkat. Umumnya, para jemaah haji tersebut terkena penyakit pneumonia atau radang paru.
Imran mengatakan, per Minggu 10 Juli 2023 lalu total ada 205 jemaah yang dirawat baik di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) maupun di Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) kawasan Makkah.
"Jadi penyakit pneumonia ini adalah penyakit radang paru yang bisa menyerang siapa saja, tapi berdampak berat terutama pada mereka yang berusia lanjut," ujarnya.
Dia menuturkan, pneumonia biasanya menyerang jemaah haji dengan daya tahan tubuh yang rendah akibat kelelahan. Itu sebabnya kasus pneumonia pada jemaah ini melonjak pasca-puncak haji.
Umumnya kasus pneumonia ini ditandai dengan gejala batuk, pilek, sesak napas, dan demam. Namun pada jemaah lansia, gejala tersebut justru tidak terlihat signifikan.
"Gejala yang khas pneumonia seperti sesak dan demam pada lansia tidak selalu muncul. Biasanya mereka datang justru dengan keluhan kurang nafsu makan, batuk pilek, tapi ini sering dianggap batuk pilek biasa, sehingga penanganannya kurang, mereka mungkin berobat sendiri," kata Imran.
Padahal kasus pneumonia ini tidak bisa dianggap sepele. Selain menjadi momok bagi jemaah haji yang dirawat, kata Imran, pneumonia juga turut menyumbang peningkatan kasus kematian pasca-Armuzna.
"Pneumonia ini gejalanya sepele tapi dampaknya masif," ujarnya.
Meski begitu, kondisi ini belum bisa dikatakan sebagai darurat pneumonia. Sebagai langkah penanganan, KKHI dan PPIH Arab Saudi telah mendistribusikan obat-obatan dan alat penunjang kesehatan.
Selain itu juga dilakukan upaya promotif preventif untuk mencegah penularan pneumonia. "Sudah disampaikan agar jemaah haji selalu pakai masker dengan baik dan benar. Kedua, mengurangi kontak fisik, misalnya salaman setelah sholat. Berikutnya cuci tangan pakai sabun."
"Pesan-pesan ini kita kuatkan lagi terkait dengan jumlah kasus pneumonia," kata Imran menandaskan.