Lesunya Batik Jetis dari Kota Petis
SIDOARJO: Sidoarjo, atau yang biasa dikenal sebagai Kota Udang menyimpan banyak sekali industri rumahan seperti tas, sepatu dan jaket jaket kulit. Sayangnya, pesatnya home industry itu tidak menyentuh batik tulis yang juga dimiliki Sidoarjo. Kampoeng Batik Jetis yang ada di Sidoarjo kini kondisinya sudah tak seperti dulu yang ramai dikunjungi dan banyak pesanan.
Terletak di Jalan Diponegoro, kampoeng batik ini berdiri sejak tahun 1675 dengan mayoritas warganya sebagai pengrajin batik tulis. Tetapi makin lama makin sedikit warga yang menekuni batik. Karena sudah tidak adanya perkumpulan, juga tidak adanya usaha untuk pengkaderan pengrajin batik.
“Dulu kita pernah mendapatkan pelatihan dan perkumpulan batik jetis ini benar-benar dijaga. Namun sekarang kondisinya sudah tidak sepeti dulu, rata-rata sekarang berjalan sendiri dan anak mudanya pun sudah enggan melanjutkan membatik,” terang H. Miftah, pengrajin batik sejak tahun 1975 ini.
Batik Jetis memiliki ciri khasa tersendiri, mirip corak Madura, meliputi warna merah dengan burung merak yang selalu melekat pada desain. Jauh sebelum terciptanya batik Madura, batik Jetis telah lebih dulu mendistribusikan produknya di Madura.
“terus terang Batik Jetis sekarang tidak memiliki identitas desain yang ditonjolkan, karena desain batik sekarang disesuaikan dengan perkembangan sekarang dan sifatnya sekarang nasional,” jelas lelaki pemilik toko Dahlia di Kampoeng Batik tersebut.
Dalam kondisi pasar yang lesu, untungnya Kampoeng Batik sering mendapatkan permintaan untuk memberi pelatihan di gerai batiknya. Seperti di toko Dahlia yang dikelola oleh H. Miftah, pernah kedatangan sembilan mahasiswa luar negeri, yakni dari Amerika, Jerman, Belgia, dan Australia. Mereka berlatih membuat batik, mulai mencanting hingga prosesnya usai menjadi kain batik.
“Mereka belajar disini selama enam bulan, dan sampai sekarang para mahasiswa luar negeri itu masih sering mengunjungi toko saya ketika mereka sedang berada di Indonesia, mereka menyempatkan untuk mampir dan membawa batik dari toko saya, untuk di bawa pulang ke negaranya, dan sampai sekarang hubungan saya dengan sembilan mahasiswa itu masih terjaga baik,” tutur bapak empat orang anak ini.
Batik yang diproduksi oleh Miftah ini juga pernah dipakai dan dipesan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sampai para Bupati Mojokerto, Gresik, Probolinggo, dan Surabaya. (hrs)
Advertisement