Warna Amoh Tapi Berkelas, Batik ini Mahalnya Bukan Main
Amoh. Itu bahasa Jawa. Artinya rusak. Kurang bagus juga bisa. Tapi ada lho batik amoh. Padahal produksinya baru. Benar-benar baru dibikin. Tapi hasilnya amoh itu. Malahan hasil semakin terlihat amoh makin mahal pula harganya. Aneh, tapi juga nyata. Makin aneh lagi, yang begini malah diburu kolektor.
Seperti itu fenomena Batik Saji dengan pewarna alamnya. Membahana di seantero Pacitan. Sangat terkenal di Jawa Timur. Bahkan nusantara. Bahkan juga luar negeri sana. Top bukan main pokoknya. Saya bertemu langsung dengan kreator Batik Saji. Namanya Bu Saji.
Senyum-senyum renyah berhias tawa, Bu Saji membeberkan batik bikinannya yang kini begitu terkenal itu: Saji itu nama orang. Benar-benar ada orangnya. "Wong itu nama suami saya," katanya.
Makin memasyarakatnya batik di tanah air membawa cerita tersendiri bagi masyarakat Pacitan. Bahwa, ternyata, di kabupaten yang letaknya nun jauh di ujung barat daya provinsi Jawa Timur, yang wilayahnya dihimpit panorama bergunung-gunung dan kerap kali aksesnya dengan dunia luar terputus karena satu-satunya jalur transportasi darat diterpa tanah longsor ketika musim hujan tiba, memiliki tradisi batik tulis dengan pamor menawan.
Tidak saja corak batiknya memiliki karakter kuat dan khas, pamor menawan itu masih dipadu dengan teknik pewarnaan natural dyes atau yang lebih dikenal dengan warna alam. Yaitu, warna-warni untuk membatik yang bahannya berasal dari bermacam daun, kulit, dan akar-akaran pohon yang diolah, dicampur, dengan tanaman atau buah-buahan tertentu dari tegalan maupun hutan. Teknik pewarnaan yang sudah sangat lama ditinggalkan. Namun kini hidup lagi seiring munculnya kesadaran untuk kelestarian alam.
Sebelum batik Pacitan dikenal masyarakat luas, orang mengenal tempat asal Presiden SBY ini hanya sebagai daerah yang dikelilingi gugusan pegunungan kapur. Untuk mencapainya, orang harus membelah gunung dan hutan dengan jalan yang berkelok-kelok tajam. Sebagian berlubang-lubang dan ada beberapa bagian ruasnya longsor tergerus air yang meluncur dari atas gunung yang gundul.
Bergunung-gunungnya tanah Pacitan memendam kekayaan batu mulia dalam jumlah besar. Salah satu jenis batu mulia yang dihasilkan dan menjadi terkenal – bahkan melegenda – adalah batu akik. Karena itu, sejak lama Pacitan lebih dikenal memiliki komoditas batu akik berkualitas ekspor.
Kini setelah Pacitan mempunyai batik tulis warna alam yang berpamor menawan, perburuan kerajinan unggulan daerah oleh para kolektor tidak lagi terkonsentrasi pada batu akik, tetapi juga kain batik. Dan Saji, adalah salah satu merk batik dengan warna alam yang sedang digandrungi para kolektor batik dari dalam dan luar negeri.
Batik amoh. "Orang di sini bilang, batik saya ini adalah batik amoh. Semakin warnanya terlihat amoh, semakin mahal pula harganya,” ujar Nyonya Saji sembari tertawa berderai.
Rumah sekaligus tempat memproduksi batik tulis miliknya di Jalan Buono Keling, Sukoharjo, Pacitan, Jawa Timur.
Para kolektor batik, lanjut dia, malah memprotes dan kurang percaya jika kain batik warna alam malah terlihat terang benderang. “Yang seperti itu malah dibilang warna alam yang aspal alias asli tapi palsu.”
Amoh dalam bahasa Jawa berarti rusak. Kata amoh kerap berpasangan dengan kata gombal. Gombal amoh berarti kain rusak. Jadi, ketika “Batik Tulis Saji” warnanya makin terlihat seperti gombal amoh, komoditas unggulan baru dari Pacitan ini justru makin berharga tinggi. Mampu mengalahkan jenis batik tulis lain dengan pewarna kimia yang notabene malah terlihat bagus dan kinclong dari segi warna. Dan lagi lebih terlihat cerah dan seperti kain baru yang keluar dari produksi pabrik kain.
Sukses Batik Tulis Saji tidak semata karena booming kain batik di negeri ini yang diawali dari kebijakan pemerintah untuk melestarikan warisan budaya. Menurut Bu Saji, jauh sebelum batik memasyarakat seperti sekarang, keluarganya sudah bergelut dengan canting dan batik. Keluarganya adalah sebagian kecil dari keluarga-keluarga di Pacitan yang turun-temurun mengusahakan kain batik menjadi komoditas untuk menopang hidup. (widikamidi/bersambung tulisan kedua)