Kurva Covid-19 Tak Turun, Pakar: Jangan Salahkan Jatim
Perintah Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, untuk Provinsi Jawa Timur dalam rangka menekan angka kasus positif virus corona atau Covid-19 sudah habis. Kondisinya, parah karena angka kasus terus naik tajam.
Pakar Epidemologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Dr Windu Purnomo menyampaikan, angka kasus yang terjadi hari ini bukan menjadi acuan, karena itu adalah angka penambahan kasus sekitar 7-8 hari sebelumnya atau saat tanggal onset ketika seorang mulai merasakan adanya gejala.
“Yang benar menilai kasus naik turun bukan dari hasil pengumuman, tapi tanggal onset ketika dia tertular pertama kali mengalami gejala. Itu bisa lebih dulu 7-8 hari sebelum tanggal di-declair. Jadi, kalau menilai peningkatan kasus, baru bisa dilihat 7 hari kemudian,” kata Windu kepada Ngopibareng.id, Kamis 9 Juli 2020.
Windu menjelaskan, hari-hari ini memang angka kasus meningkat cukup tajam yang dibuktikan dengan meningkatnya angka attack rate Jatim yang pada akhir pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pada akhir PSBB attack rate Jatim masih 14/100 ribu penduduk, namun kini sudah meningkat tajam menjadi 32/100 ribu penduduk.
Hal itu karena sumbangan Kota Surabaya yang angka kasusnya sangat tinggi setiap harinya. Bahkan, attack rate Surabaya kini sudah mencapai 211/100 ribu penduduk, dari angka 91/100 ribu penduduk.
Namum, kata dia, tak bisa semua disalahkan kepada Surabaya atau Jawa Timur saja. Sebab, angka peningkatan kasus ini terjadi karena banyak faktor, bisa karena kedisiplinan masyarkat dalam penerapan protokol kesehatan yang rendah, atau karena kebijakan pemerintah.
Mengapa kebijakan pemerintah? Karena, kata dia, ada beberapa kebijakan yang sebenarnya tidak boleh dilakukan ketika masih dalam kondisi darurat namun sudah dipaksakan. Misalnya kebijakan pemerintah membebaskan perjalanan dengan syarat membawa rapid tes.
“Membebaskan perjalanan itu bisa jadi perjalanan sangat mudah dan mengalir dari zona merah ke Jatim, dan bisa menambah kasus di Jatim. Jadi, apa yang terjadi bukan hanya karena kebijakan pemerintah setempat,” katanya.
Windu menambahkan, apabila presiden mau menilai maka harus dinilai upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam dua minggu terakhir atau sejak perintah dikeluarkan.
Sebab, ia melihat selama ini angka kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan masih sangat rendah. Terbukti, banyak warga yang tidak menggunakan masker, tidak melakukan physical distancing. Di sisi lain, tidak ada upaya pemerintah untuk menindak dengan sanksi yang sangat tegas.
Tak hanya itu, perlu melihat upaya testing yang dilakukan pemda seperti apa, dan kualitas pelayanan di rumah sakit juga sangat menentukan.
Advertisement