Batalkan Piala Dunia Indonesia, FIFA Standar Ganda atau Tekanan?
FIFA secara resmi membatalkan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia pada Juni 2023 mendatang. Kepastian itu diambil usai pertemuan Presiden FIFA Gianni Infantino dengan Ketua Umum PSSI Erick Thohir di Kantor FIFA Zurich, Swiss, Kamis, 29 Maret 2023.
Namun ada kejanggalan dalam keputusan pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia ini. Sebab, dalam statement resmi FIFA di laman mereka, sama sekali tak ada yang menyebutkan kata-kata Israel. Padahal salah satu yang sedang ramai diperbincangkan adalah penolakan kedatangan Israel ke Indonesia.
FIFA hanya mencantumkan kata-kata ‘keadaan saat ini’ tanpa menjelaskan secara gamblang, tanpa menyebutkan penolakan Israel, serta transformasi sepak bola Indonesia usai kasus Kanjuruhan di bulan Oktober 2022 yang merenggut ratusan nyawa supporter.
Berikut statement FIFA:
“Following today’s meeting between FIFA President Gianni Infantino and President of the Football Association of Indonesia (PSSI) Erick Thohir, FIFA has decided, due to the current circumstances, to remove Indonesia as the host of the FIFA U-20 World Cup 2023. A new host will be announced as soon as possible, with the dates of the tournament currently remaining unchanged. Potential sanctions against the PSSI may also be decided at a later stage.
FIFA would like to underline that despite this decision, it remains committed to actively assisting the PSSI, in close cooperation and with the support of the government of President Widodo, in the transformation process of Indonesian football following the tragedy that occurred in October 2022. Members of the FIFA team will continue to be present in Indonesia in the coming months and will provide the required assistance to the PSSI, under the leadership of President Thohir,”
Standar Ganda FIFA
Di sisi lain, FIFA dianggap menggunakan standar ganda pada keikutsertaan Israel di Piala Dunia maupun kompetisi resmi lainnya. Sebab merujuk pada kasus Rusia di Piala Dunia 2022 lalu, FIFA bersama UEFA memberikan sanksi dan melarang Rusia sebagai negara untuk ambil bagian di Piala Dunia dan Euro. Begitu pula klub asal Rusia dilarang menjadi kontestan kompetisi resmi klub Eropa dan dunia. Alasannya, Rusia melakukan invasi ke Ukraina.
Kalau begitu, bagaimana dengan Israel yang juga melakukan kekerasan serupa terhadap Palestina? Seharusnya FIFA juga berani mengambil keputusan untuk melarang Israel mengikuti kompetisi resmi FIFA maupun badan sepak bola di bawahnya, yakni UEFA, konfederasi Eropa yang menaungi Israel.
Padahal dalam FIFA Legal Handbook tahun 2022, dengan tegas Asoasi Sepak Bola Dunia itu mengatakan dirinya akan tetap berada di posisi netral dalam hal politik yang tertuang dalam Pasal 4 regulasi tersebut:
"Diskriminasi dalam bentuk apa pun terhadap negara, orang pribadi atau kelompok orang karena ras, warna kulit, etnis, asal kebangsaan atau sosial, jenis kelamin, kecacatan, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, kekayaan, kelahiran atau lainnya status, orientasi seksual atau alasan lain apa pun dilarang keras dan dapat dihukum dengan skorsing atau pengusiran."
Dalam Pasal 15 FIFA kembali menegaskan bahwa "Asosiasi anggota menjauhi politik dan melarang diskriminasi."
Tapi sayangnya, FIFA dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) mempraktikkan standar ganda terkait diskriminasi dalam situasi politik tertentu, seperti halnya Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina. FIFA dan IOC lebih memilih menjatuhkan sanksi ke Rusia, alih-alih untuk Israel.
Siapa Salah?
Namun nasi telah menjadi bubur. Indonesia sudah resmi tak jadi tuan rumah turnamen sepak bola dunia. Ajang bagi pemain bintang muda dunia lahir. Lantas siapa yang pantas disalahkan untuk kegagalan ini? Pejabat, politikus, organisasi, hingga parpol yang menyuarakan penolakan Israel? Ataukah pemerintah Indonesia yang tak bisa menjamin keamanan member FIFA?
Yang pasti, kita tahu bahwa mimpi anak-anak Indonesia untuk bermain di Piala Dunia, disaksikan jutaan penonton layar kaca, hingga ribuan pemandu bakat yang bisa membawa mereka berkarier di Benua Biru telah kandas. Apa lagi yang bisa diperjuangkan? Memenangkan Piala Asia 2023? Atau juara AFF tahun depan? Rasanya juga mustahil jika sepak bola Indonesia tak ada perubahan besar. Pekerjaan rumah yang berat bagi sang nahkoda baru PSSI, Erick Thohir.
Advertisement