Batal Manggung di Alun-Alun Balai Pemuda, Begini Curhat Cak Suro
Malam itu Cak Suro tampak berpakaian santai. Berkemeja kotak merah dan bercelana batik cokelat. Dengan menyuguhkan minuman hangat, komedian asal Surabaya itu tampak lesu. Matanya terlihat sayu seolah tak cukup tidur.
Dengan mengisap rokok dan menyeruput kopi hangat, Cak Suro menceritakan kekecawaannya. Pria yang pernah beradu akting dengan Sule ini terpaksa mengubur angannya. Grup dagelan Plat L yang dipunggawainya batal tampil.
“Ini semua seniman pada kecewa karena rencana menggung kami nggak jadi. Padahal waktu diberitahu ada kesempatan manggung di alun-alun Balai Pemuda, para seniman sumringah. Mereka menganggap ada harapan baru,” kata Cak Suro kepada Ngopibareng.id, Selasa, 25 Agustus 2020.
Cak Suro menyebutkan, pada tanggal 16 Agustus pihaknya dipanggil Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Surabaya. Dalam pertemuan singkat itu, Cak Suro dan rekan pelawak lainnya diminta menghibur warga Surabaya. Kendati persiapan mepet, Cak Suro mengaku tak kesusahan dan siap.
Cak Suro lantas menghubungi kawannya yang tergabung dalam grup Plat L. Dua di antaranya Eko Londo dan Blangkon.
“Grup kesenian kami sudah terdaftar di Disparta. Saya dipanggil menghadap itu tanggal 16 Agustus. Saya langsung menghubungi teman-teman Plat L. Karena kami semua sudah profesional, saya hanya perlu menyiapkan naskahnya saja,” ujarnya.
Terbayang Tawa Penonton
Dengan sesekali menghisap rokok yang ada di tangannya, Cak Suro beruntung sempat menjadi pembawa acara musik akustik. Cak Suro mengenang suasana di alun-alun Balai Pemuda malam itu. Dalam benaknya tergambar riuhnya penonton. Mereka terlihat bahagia dan menikmati pertunjukan.
Penonton pun turut bernyanyi lagu Didi Kempot yang berjudul Tatu. Dengan duduk lesehan mereka menyalakan lampu flash dari ponsel pintar mereka. Suasana malam terasa begitu syahdu.
“Penontonnya terlihat sangat antusias. Saya bisa merasakan euforia 200 orang lebih dan itu membuat saya semangat. Mereka juga tertib dan berjaga jarak. Saya selaku pembawa acara juga mengimbau agar mereka sadar protokol,” ceritanya.
Selain penonton, hal lain yang tak bisa dilupakan Cak Suro adalah kerasnya suara speaker. Dengan nyaringnya terdengar imbauan agar audiens berjaga jarak dan memakai masker. Belum lagi puluhan LINMAS yang bersiaga setiap dua menit sekali.
Baru dua hari digelar, acara kesenian itu diberhentikan sementara. Pengumuman ini sontak membuat Cak Suro kaget. Badannya menjadi lemas seketika. Semangat untuk bisa tampil dan menghibur pun sirna.
“Saya waktu tahu acara dihentikan (langsung) shock. Lihat komentar netizen di Instagram juga membuat saya geram. Coba mereka jadi seniman seperti saya, biar tahu rasanya. Saya harap ada solusi untuk ini biar sama-sama adil,” katanya dengan nada kesal.
Mandeg 7 Bulan
Dengan menyandarkan punggungnya di tembok, Cak Suro mengingat saat terakhir manggung sebelum pandemi. Pada Februari 2020, dirinya sempat mengisi acara yang dihelat di Gedung Budaya Balai Pemuda.
Saat itu jumlah penonton melebihi kapasitas. Tak pernah terlintas di pikirannya jika itu saat terakhir baginya untuk menghibur penonton sebelum pandemi Covid-19 tiba.
“Saya sempat manggung Februari 2020, saat itu di gedung Balai Pemuda. Penontonnya membludak. Kapasitasnya 700 kursi, yang datang 1.300, ramai sekali,” ceritanya dengan menggebu-gebu.
Kesempatan menghibur penonton pun pupus kala pandemi menyerang. Semua pertunjukan yang menghimpun masa banyak tidak diperbolehkan digelar. Cak Suro harus rela mandeg manggung selama tujuh bulan.
Hari-harinya diisi dengan membuat video humor di akun Youtubenya. Agar kreativitasnya tak tumpul, Cak Suro juga membuat kata-kata lucu yang diunggahnya di Facebook.
Sementara untuk bisa bertahan, bapak tiga anak itu memilih membuka usaha musiman. Mulai dari berjualan wedang uwuh, hand sanitizer, alkohol, hingga sepeda lipat.
“Sejak ada corona saya mandeg 7 bulan. Setiap pagi saya buat konten video di Youtube biar nggak stres. Untuk perekonomian saya berjualan apa saja yang trending. Wedang uwuh, sepeda lipat, dan hand sanitizer,” tutupnya.