Basoeki Dokter Mata Pribumi Pertama
Rumah Sakit RS Mata Undaan yang didirikan para dokter Belanda itu akhirnya dipimpin oleh anak negeri. Orang pertama pribumi pemimpin rumah sakit yang semula bernama Soerabaiache Oogheelkundige Kliniek itu adalah dr Mohammad Basoeki.
Dokter mata lulusan UI ini melanjutkan estafet kepemimpinan setelah dr Doesschate balik ke negeri Belanda, 1968. Basoeki adalah pengagum Doesschate. Hubungannya sudah seperti keluarga. Apalagi, ia bekerja sama sejak tahun 1955. Karena itu, sudah selayaknya ia yang meneruskan kepemimpinannya.
Basoeki yang lahir di Nganjuk, Jawa Timur, ini bisa disebut sebagai sosok kepemimpinan transisional dari dokter Belanda ke dokter pribumi. Sebagai hasil didikan Belanda dan kader dokter Belanda, Basoeki punya cara berpikir seperti dokter-dokter Belanda. Tegas dan saklek.
Menurut dr Mohamad Badri, meski dekat dengan dokter Belanda, ia pernah ikut berperang sebagai pejuang republik melawan Belanda. Karena itu, ia sangat dekat dengan para pejuang di zaman revolusi seperti Roeslan Abdul Gani dan tokoh-tokoh yang dekat dengan Bung Karno.
Tapi entah mengapa ia tak begitu suka dengan para pemimpinnya si Jakarta. Ia tidak senang dengan kepemimpinan orang Indonesia yang disebutnya tidak konsisten dan berubah-ubah. Meski mengaku kecewa dengan cara tokoh bangsanya mengelola negara, ia mengajarkan ke anak buahnya untuk cuek. Terus mengabdi dan bekerja.
Sehari-hari, Basoeki berbicara menggunakan bahasa Belanda dengan pengurus P4MU seperti Soerjadi SH dan Anang Tayib. Soerjadi adalah ayah pengacara kondang Surabaya Trimoelja d. Soerjadi. Sedangkan Anang Tayib salah satu pengurus P4MU yang dikenal dekat dengan Bung Karno.
Ia juga selalu berbicara bahasa Belanda dengan dr Surti, seorang dokter mata anak pertama di Indonesia. Dokter perempuan yang membujang dan membantu RSMU tanpa dibayar serta bawa obat sendiri. Dokter Surti adalah dokter anak yang ahli dalam hal penyakit trachoma.
Di zaman kepemimpinannya di RSMU, Basoeki dikenal tegas dalam memimpin. Kalau ada karyawan yang melakukan kesalahan, dia tidak ragu-ragu menghukum secara langsung. Misalnya dengan memotong gaji. Ketegasannya tidak hanya kepada karyawan. Tapi juga kepada pasien-pasiennya.
''Kalau mengoperasi pasien, ia tidak suka pasiennya bergerak. Harus tenang dan diam. Jika sampai bergerak, tidak segan-segan memarahinya. Padahal, pasien yang dioperasi terkadang tak bisa diam karena merasakan sakit,'' tutur Badri sambil tertawa.
Dari segi keahlian penyakit mata, dr Basoeki sangat bisa diandalkan. Sangat mumpuni di bidangnya. Pada saat itu, belum ada subspesialis. Karena itu, ia menguasai segalanya. Bisa menangani semua keluhan pasien yang datang ke rumah sakit.
Keahlian lainnya dalam soal mendidik orang. Ia berhasil mendidik seorang dokter umum menjadi ahli mata. Namanya dr Maryono. Sampai kemudian, dokter umum ini melakukan praktik sebagai dokter mata meski tidak sekolah sebagai spesialis mata.
Ketika sudah ahli penyakit mata karena diajari Basoeki, ia diprotes dokter mata lainnya. Maryono lantas berniat mengambil spesialis di Fakultas Kedokteran Unair. Tapi ditolak. Ia lantas mendapatkan gelar spesialisnya di Universitas Gadjah Mada Jogjakarta.
Kader Basoeki lainnya adalah dr Badri. ''Saya waktu itu langsung dipercaya untuk menjadi wakil direktur karena ada kesamaan karakter. Saya suka blak-blakan. Apa adanya. Beliau juga seperti itu,'' kata dokter yang kemudian memimpin RSMU setelah Basoeki pensiun. (Arif Afandi/Bagian 9)
Advertisement