Baru 3 Bulan Keluar Lapas, 2 Residivis Edarkan SS
Di tengah pandemi Covid-19, dua mantan residivis yang baru tiga bulan bebas dari lembaga pemasyarakatan (Lapas) terpaksa dijebloskan ke tahanan lagi. Mereka ditangkap jajaran Polresta Probolinggo dengan sangkaan mengedarkan sabu-sabu (SS).
Kedua mantan residivis itu adalah Supriyanto, 27 warga Sumberbulu, Kecamatan Tegalsiwalan, Kabupaten Probolinggo, dan Rohim, 26 tahun, warga Jorongan, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo.
“Keduanya residivis kasus yang sama, baru keluar tiga dan empat bulan dari Lapas tetapi kembali mengedarkan sabu-sabu,” kata Kasatresnarkoba Polresta Probolinggo, AKP Suharsono di Mapolresta setempat, Senin, 6 Juli 2020.
Bermula dari informasi masyarakat, jajaran Polresta Probolinggo bergerak menangkap Suprianto di Jalan Ir Sutami, Kelurahan Wonoasih, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo, Kamis, 2 Juli 2020 sekira pukul 21.00 WIB. Saat itu, tersangka mengendarai Yamaha Mio Soul bernopol W-4430 TL.
Dari tangan Suprianto, polisi berhasil mengamankan sebuah klip plastik SS seberat 0,23 gram dan pipet. SS dan pipet itu dimasukkan bungkus rokok.
Saat diinterogasi, Suprianto mengaku memperoleh SS tersebut dari temannya, Rohim. Pada malam yang sama, polisi langsung bergerak menangkap Rohim dan menggeledah rumahnya di Jorongan.
Dalam penggeledahan itu ditemukan di antaranya, empat klip plastik berisi SS yakni, 0,28 gram, 0,26 gram, 0,25 gram, dan 0,25 gram, sebuah pipet, sebuah bong.
Polisi juga mengamankan dua buah handphone dan sebuah sepeda motor Yamaha Soul bernopol W-4430 TL.
“Kedua tersangka mengaku, mengonsumsi sabu-sabu agar kuat melek alias tidak mengantuk,” kata AKP Suharsono.
Supriyanto mengakui, dirinya pernah dipenjara dalam kasus mengonsumsi SS. “Ya, saya pernah ditahan dua tahun,” katanya.
Yang jelas, akibat dari perbuatannya Supriyanto dijerat pasal 112 ayat (1) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. “Ancaman hukumannya paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp8 miliar,” kata kasatresnarkoba.
Sedangkan Rohim dijerat pasal 114 ayat (1) UU No. 35 tahun 2009. Ia terancam hukuman paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Advertisement